MODEL-MODEL EVALUASI
YANG DAPAT DIGUNAKAN
DALAM EVALUASI
PROGRAM BIMBINGAN DAN
KONSELING
Evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sejak lama.Pada masa Yunani, evaluasi
telah dilakukan walaupun masih dalam bentuk yang sederhana dan kurang
professional.Pada tahun 1970 evaluasi baru menjadi suatu kajian yang dianggap
sebagai studi tersendiri dan dianggap sebagai suatu profesi yang professional.
Para
ahli evaluasi tersebut kemudian mengemukakan berbagai macam model evaluasi.
Khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, model evaluasi yang sering
digunakan untuk mengevaluasi program bimbingan dan konseling adalah model modelgoal attainment yang dikembangkan oleh
Tyler, model evaluasi Formative dan Summative yang dikembangkan oleh
Scriven, model evaluasi responsive yang dikembangkan oleh Stake, serta model
CIPP yasng dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan.
Berikut
ini akan kita bahas karakteristik dari setiapmodel evaluasi, meliputi
pengertian evaluasi, focus evaluasi, metode evaluasi, serta kelebihan dan
kelemahan model evaluasi.
A.
MODEL
EVALUASI GOAL ATTAINMENT
Menurut
Tyler pengertian evaluasi perlu ditekankan pada pemerolehan gambaran mengenai
efektivitas system pendidikan yang mempengaruhi pecapaian tujuan
pendidikan/pembelajaran.Untuk itu, maka evaluasi diarahkan untuk memeriksa
sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah terjadi
pada peserta didik.
Evaluasi
harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara berkelanjutan. Perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan
(kognitif) saja, melankan juga mencakup dimensi keteramp[ilan dan nilai atau
sikap.
1.
Langkah-Langkah
Evaluasi
Tyler
mengembangkan langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan sebuah evaluasi.
Langkah-langkah tersebut meliputi:
a.
Menentukan tujuan
seluas-luasnya atau sasaran-sasaran.
b.
Mengklasifikasikan
tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran.
c.
Menegaskan sasaran
dalam bentuk perilaku.
d.
Menemukan
situasi-situasi dalam pencapaian tujuan yang dapat dilihat.
e.
Mengembangkan atau
memilih teknik pengukuran.
f.
Mengumpulkan hasil
data.
g.
Membandingkan hasil
data dengan perilaku berdasarkan tujuan.
Goodlad
(1979) mencatat bahwa Tyler menggambarkan enam kategori dari tujuan pendidikan
di Amerika yang meliputi:
a.
Tambahan informasi.
b.
Perkembangan dari
kebiasaan kerja dan kemampuan belajar.
c.
Perkembangan cara
berfikir yang efektif.
d.
Internalisasi sikap,
minat, apresiasi, dan sensitivitas social.
e.
Pemeliharaan kesehatan
fisik.
f.
Perkembangan filosofi
hidup.
Dalam
Handbook Education Variables membagi
perkembangan siswa tingkat dasar dan siswa tingkat dua dalam tujuh kategori,
meliputi:
a.
Kecerdasan
b.
Emosi
c.
Fisik dan Rekreasi
d.
Estetis dan Kebudayaan
e.
Moral
f.
Kejuruan
g.
Social
Pendekatan
berorientasi tujuan telah mendominasi pikiran dan perkembangan dari evaluasi
sejak tahun 1930 di USA dan wilayah lain. Bloom dan Krathwohl memengaruhi
perbaikan pendekatn evaluasi berorientasi tujuan dengan penelitian mereka
tentang taksonomi tujuan pendidikan yang memiliki tiga ranah, meliputi ranah
kognitif, afektif dan konatif.
2.
Kelebihan
Dan Keterbatasan Model Evaluasi Goal
Attainment
Model
evaluasi Goal Attainment merupakan
model evaluasi yang sederhana.Penekanan evaluasi hanya pada aspek hasil saja
membuat evaluasi lebih mudah dipahami, diikuti dan diimplementasikan.Model
evaluasi ini sudah disimulasikan selama bertahun-tahun sehingga menghasilkan
tindakan dan instrument yang sudah diperhalus.Leteratur evaluasi berorientasi
tujuan banyak, serta diisi dengan ide kreatif untuk mengaplikasikan pendekatan
ini.
Meskipun
memiliki banyak kelebihan, akan tetapi model evaluasi goal attainment ini juga memiliki kekurangan. Beberapa kekurangan
tersebut meliputi:
a.
Mengabaikan aspek
perencanaan dan proses pada proses pembelajaran.
b.
Banyak kekurangan
standar penilaian yang penting untuk diobservasi.
c.
Ketidaksesuaian antara
tingkat tujuan dan pelaksanaannya.
d.
Pengabaian nilai tujuan
pendekatan evaluasi itu sendiri.
e.
Mengabaikan
alternative-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
program.
f.
Melalaikan konteks yang
memiliki wewenang evaluasi.
g.
Mengabaikan hasil
penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari
kegiatan)
h.
Mengabaikan fakta-fakta
dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri.
B.
MODEL
EVALUASI FORMATIVE DAN SUMMATIVE
Scriven
mendefinisikan evaluasi sebagai proses mengumpulkan dan mengkombinasikan data performance dengan seperangkat tujuan
yang telah ditetapkan. Definisi Scriven ini, tidak hanya memberikan tekanan
pada pencapaian hasil, akan tetapi juga memberikan perhatian pada aspek proses.
1.
Evaluasi
Formatif
Scriven
mendefinisikan evaluasi formatif sebagai suatu evaluasi yang biasanya dilakukan
lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Sementara Weston,
McAlpine dan Bordonaro menjelaskan bahwa tujuan evaluasi formatif adalah untuk
memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan
suatu produk atau program. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh
Worthen dan Sanders bahwa evaluasi formatif dilakukan untuk memberikan
informasi evaluative yang bermanfaat untuk memperbaiki program.
Dalam
konteks bimbingan dan konseling, evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pengumpulan data untuk menentukan keberhasilan atau menilai
tentang kelebihan dan kelemahan suatu program ketika program tersebut masih
dalam tahap pengembangan. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk merevisi
program layanan yang sedang dikembangkan dengan cara mengumpulkan data dari
berbagai sumber dengan menggunakan berbagai metode dan alat pengumpulan data
tertentu.
Evaluasi
formatif terdiri dari beragambentuk dan dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Adapun teknik dalam evaluasi formatif ini meliputi :
a.
Review
Ahli.
Yakni
evaluasi dimana ahli mengkaji ulang program layanandengan atau tanpa kehadiran
evaluator. Ahli ini bias ahli materi, ahli teknis, perancang, atau instruktur.
Proses ini adalah merupakan proses dimana seorang atau beberapa ahli melakukan
review terhadap muatan program layanan yang masih kasar atau masih dalam
rancangan untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya.
Review
ahli memiliki kelebihan, antara lain: (1) Review
menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi
yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil, atau uji
lapangan, (2) kadang-kadang ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan
murah.
Sedangkan
kelemahannya antara lain: (1) Review ahli
tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa, (2) Review ahli memerlukan biaya yang tinggi
jika orang ahli harus didatangkan dari wilayah yang jauh.
Informasi
yang dapat digali dari pelaksanaan review
ahli antara lain: (1) informasi yang berkaitan dengan materi seperti
kelengkapan, akurasi, kepentingan, serta kedalaman, (2) informasi yang
berkaitan dengan desain instruksional seperti kesesuaian dengan
karakteristikdan dan, tugas perkembangan siswa, kesesuaian antara
tujuan-materi-evaluasi, ketepatan pemilihan media, ketertarikan bagi siswa, (3)
informasi yang berkaitan dengan implementasi seperti kemudahan penggunaan,
kesesuaian dengan lingkungan belajr sebenarnya, kesesuaian dengan lingkungan,
(4) informasi kualitas teknis seperti kualitas layout, grafis, audio, visual,
dll.
b.
Evaluasi
Satu-Satu
Evaluasi
satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview draft
kasar program layanan yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang
evaluator. Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi
ini memberikan informasi dari sudut pandang siswa.
Informasi
yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek, antara
lain: (1) materi, seperti tingkat kesulitan, kejelasan, daya tarik, serta
kekinian materi, (2) desain instruksional, seperti kejelasan tujuan, kelogisan
sistematika penyampaian materi, (3) implementasi, seperti tingkat kesulitan
penggunaan, tingkat kemudahan dana, kemungkinan kesulitan yang dihadapi, (4)
kualitas teknis, seperti kualitas animasi, video, serta layout.
Menurut
Tessmer, untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa
karakteristik yang bias dijadikan patokan, yakni:
1) Pengetahuan siswa;
meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan
diberikan. Ini dapat dilakukan dengan hasil tes kemampuan awal atau penilaian
guru BK.
2) Kemampuan siswa; apakah
siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi yang menunjukkan bahwa
dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat.
3) Minat siswa; meliputi
apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk memelajari dan mereview
program layanan yang sedang dikembangkan.
4) Keterwakilan siswa;
seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yangt memiliki kemampuan,
keterampilan, dan motivasi.
5) Kepribadian siswa;
apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya selama
evaluasi.
c.
Uji
Lapangan
Uji
lapangan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu program layanan yang
sudah selesai dikembangkan, tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk
direvisi akhir.Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi akhir,
memperoleh pendapat akhirdan menguji keefektifan serta kemampuan untuk
diimplementasikan terhadap program layanan yang sudah dalam tahap akhir
pengembangan.
Salah
satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi ini akan
diperoleh informasi apakan program layanan dengan menggunakan metode tertentu
akan benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut
Tessmer ada beberapa focus penggalian informasi yang perlu dijadikan patokan
dalam uji lapangan, diantaranya adalah:
1)
Kemampuan untuk
dilaksanakan; seperti Dapatkah program layanan tersebut digunakan sesuai dengan
apa yang diharapkan? Apakah penggunanya memerlukan pelatihan khusus? Apakah
diperlukan perangkat pendukung lain?
2)
Kesinambungan; seperti
factor-faktor apa saja yang memungkinkan program layanan tidak digunakan?
Akankah materi yang diberikan sudah kedaluarsa?
3)
Efektivitas; seperti
apakah revisiyang telah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan pencapaian
tujuan sebelumnya? Apakah siswa dapat mengaplikasikan materi yag diberikan?
4)
Kecocokan dengan
lingkungan; seperti apakah program layanan tersebut dapat digunakan dalam
beberapa variasi lingkungan (seperti di rumah, di kelas)?
5)
Hal-hal apa saja yang
menyebabkan program layanan itu membosankan?
2.
Evaluasi
Sumatif
Evaluasi
sumatif merupakan evaluasi yang menilai hasil program atau akibatnya.Evaluasi
sumatif adalah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya
kegiatan belajar mengajar.Pola evaluasi ini dilakukan kalau guru bermaksud
untuk mengetahui tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau
penguasaan materi yang telah dicapai oleh siswa. Beberapa keuntungan dari
evaluasi sumatif meliputi:
a. Mereka bias, jika
dirancang dengan tepat, menyediakan bukti untuk sebuah hubungan sebab-akibat
b.
Menilai efek jangka
panjang.
c.
Menyediakan data
mengenai dampak program.
C.
MODEL
EVALUASI RESPONSIF
Evaluasi
menurut Stake adalah usaha mendeskripsikan program-program dan memberikan judgement kepadanya.Evaluasi responsive
adalah sebuah pendekatan untuk evaluasi pendidikan dan program
lainnya.Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, evaluasi responsive lebih
berorientasi pada aktivitas, keunikan dan keragaman social dari program.
Evaluasi
responsive ditandai oleh cirri-ciri penelitian kualitatif naturalistic.Evaluasi
responsive percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu mencari pengertian isu
dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang
berkepentingan dalam program.Bentuk laporan evaluasi ialah studi kasus atau
gambaran yang deskriptif. Focus utama evaluasi responsive adalah menunjukkan
perhatian dan isu peserta/stakeholders.
Stake
mencatat bahwa ia tidaklah mengusulkan suatu pendekatan baru k evaluasi,
“evaluasi responsive memberikan focus pada orang-orang yang terlibat dalam
evaluasi, dilakukan pada setting yang alamiah, dimana evaluator mengamati dan
bereaksi.
Tujuan,
kerangka, dan focus (dari dan tenang) evaluasi responsive muncul dari interaksi
dengan unsure, dan pengamatan terhadap interaksi. Kondisi ini mengakibatkan
evaluasi berkembang secara progresif artinya isu dalam evaluasi responsive
berkembang sepanjang evaluasi dilakukan, sepanjang data-data dikumpulkan.Kunci
dalam evaluasi responsive adalah evaluator harus mau mendengarkan audience-nya.
1.
Model
Judgement Dari Stake
Evaluasi
menurut Stake adalah usaha mendeskripsikan dan memberikan judgement pada program-program. Model evaluasi ini bukan hanya
menekankan pada keputusan yang dibuat sepanjang evaluasi, tetapi juga
menambahkan dimensi lain yaitu deskripsi. Model ini berpandangan bahwa kegiatan
penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan, peristiwa,
kejadian atau objek, melainkan harus sampai kepada judgement mengenai
baik-buruknya, efektif tidaknya proses dan akhirnya pada program. Stake
mengatakan bahwa evaluasi tidak sempurna jika tidak memberikan judgement.Dalam memberikan judgement dapat digunakan standar atau
criteria absolute (mutlak) atau relative.
Stake
menawarkan tiga fase dalam evaluasi, yakni antecedent
(pendahuluan atau persiapan), transaction-process
(transaksi, proses implementasi) dan outcomes
(keluaran atau hasil).
a. Antecedent
dimaksudkan untuk menilai sumber/modal/input, seperti tenaga keuangan,
karakteristik siswa dan tujuan yang ingin dicapai.
b. Tahap transaksi
dimaksudkan untuk menilai rencana kegiatan dan proses pelaksanaannya, termasuk
ke dalamnya urutan kegiatan, penjadwalan waktu, bentuk interaksi yang terjadi
dan seterusnya.
c.
Outcomes
dimaksudkan untuk menilai efek dari program setelah selesai dilaksanakan.
Untuk
lebih ringkasnya perhatikanlah table berikut ini:
Fase
evaluasi menurut Stake
Tahap
|
Deskripsi
|
Judgement
|
Antecedent
|
1.
Tujuan
(merupakan tujuan/sasaran dan efek-efek yang diinginkan)
2.
Mengumpulkan
data tentang aktivitas dan kejadian selama tahap ini, mendeskripsi kondisi
yang ada.
|
1.
Standar
criteria yang antecedent (persiapan) digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.
Judgement
(proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
|
Transaksi
|
1.
Tujuan
(melaksanakan program)
2.
Observasi
(perilaku nyata sehari-hari dari peserta, pelaksana termasuk penggunaan
media, tes, dst).
|
1.
Standar
kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.
Judgement
(proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
|
Outcomes
|
1.
Tujuan
(hasil-hasil apakah yang dirumuskan atau diramalkan)
2.
Observasi
mengumpulkan data
|
1.
Standar
kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.
Judgement
(proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
|
Kriteria
dalam sebuah evaluasi responsive berasal dari pokok persoalan dari semua stakeholdersyang terkait. Stakeholders adalah sekelompok orang
yang tertatik pada kekuasaan. Di dalam evaluasi responsive stakeholders seharusnya berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi
tersebut, hal tersebut meliputi perumusan pertanyaan, seleksi peserta, dan
interpretasi penemuan.
Fase-fase
evaluasi responsive yang telah dikembangkan oleh Stake adalah sebagai berikut:
a.
Pendahuluan, transaksi,
hasil.
b.
Penanaman “tema”:
mempersiapkan evaluasi dan studi kasus.
c.
Pengesahan/Konfirmasi.
d.
Memisahkan format yang
digunakan untuk audience.
e.
Memasan laporan formal,
jika ada.
f.
Bicara dengan klien,
staf program dan audience.
g.
Identifikasi bidang
program.
h.
Meninjau aktivitas
program.
i.
Menemukan tujuan dan
focus pada tujuan.
j.
Mengkonsep persoalan
dan masalah.
k.
Identifikasi kebutuhan
dan mengulang persoalan pokok.
l.
Memilih observasi,
memutuskan dan pemberian instrument (jika ada)
2.
Kelebihan
Dan Kekurangan
Kelebihan
pendekatan responsive adalah kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan, dan
kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigu dan tidak focus. Demikian juga
evaluasi responsive dapat mendorong proses perumusan masalah dengan cara menyediakan
informasi yang dapat membantu kita memahami isu secara lebih baik.
Keterbatasan
pendekatan responsif adalah keengganannya membuat prioritas atau penyederhanaan
informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak mungkin
menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok. Evaluator dalam
pendekatan responsif ini, harus dapat menempatkan diri di posisi orang lain.
Dia tidak boleh membuat kesimpulan kepastian pada sumber data primer.Evaluator
bertindak sebagai konselor, menolong peserta program, memperjelas pengertian
mereka tentang programnya sendiri.Evaluator harus dilatih melakukan
teknik-teknik penelitian kualitatif. Ini termasuk strategi open ended atau
strategi akhir terbuka untuk pengumpulan data, seperti observasi dan wawancara
yang semi-struktur. Ini termasuk juga teknik mengorganisir dan analisis data
kualitatif.
D.
MODEL
EVALUASI CIPP
Stufflebeam
merumuskan evaluasi as a process of
providing useful information for decision making.Definisi tersebut kemudian
sedikit direvisi pada tahun 1973 yang menjelaskan bahwa evaluasi sebagai “the process of delineating, obtaining, dan
providing useful information for judging decision alternative. Definisi ini
memberikan tekanannya pada tiga hal, pertama
bahwa evaluasi merupakan proses sistematis yang terus menerus, kedua bahwa proses ini terdiri atas tiha
langkah yaitu (1) menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban dan informasi
yang spesifik untuk digali, (2) membangun data yang relevan, (3) menyediakan
informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil
keputusan, dan ketiga bahwa evaluasi
memberikan dukungan pada proses mengambil keputusan dengan memilih salah satu
alternative pilihan dan melakukan tindak lanjut atas keputusan tersebut.
Stufflebeam
berpendapat bahwa evaluasi seharusnya memiliki tujuan untuk memperbaiki (to improve) bukan untuk membuktikan (to prove).Dengan demikian evaluasi
seharusnya dapat membuat suatu perbaikan, meningkatkan akuntabilitas, serta
pemahaman yang lebih dalam mengenai fenomena.
Pada
akhirnya, ia melihat terdapat empat komponen evaluasi yang juga merupakan
tahapan dalam evaluasi. Keempat komponen tersebut adalah context, input, process, serta product.
1.
Evaluasi
Konteks (Context Evaluation)
Orientasi
utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan suatu objek, seperti institusi, program, populasi target, atau orang,
dan juga untuk menyediakan arahan untuk perbaikan. Objektifitas utama dari tipe
ini adalah untuk menelaah status objek secara keseluruhan, untuk
mengidentifikasikan kekurangan, untuk mengidentifikasikan kekuatan yang
dimiliki yang dapat gunakan untuk memperbaiki kekurangan, untuk mendoagnosis
masalah sehingga dapat ukan solusi yang dapat memperbaikinya, dan secara umum
untuk memberikan gambaran karakteristik lingkungan/setting program.
Tujuan
evaluasi konteks dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional bagi konselor
dan administrator dalam menentukan tujuan dan kompetensi siswa, yang mana semua
itu akan membantu membentuk program dan highlight
berbagai elemen struktur dalam kebutuhan akan perhatian.
2.
Evaluasi
Input (Input Evaluation)
Orientasi
utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan program yang membawa
pada perubahan yang dibutuhkan. Evaluasi input mempermasalahkan apakah strategi
yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat. Evaluasi ini dilakukan
dengan menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang relevan yang dapat
digunakan.
Evaluasi
input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas system,
alternative strategi program, desain prosedur di mana strategi akan
diimplementasikan. Evaluasi input ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode
menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia, baik guru
bimbingan konseling, ataupun material, strategi solusi, relevansi desain
prosedur, kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang
ditetapkan berdasarkan telaah literatur, atau dengan mengunjungi program yang
telah berhasil, atau berdasarkan ahli.
3.
Evaluasi
Proses (Process Evaluation)
Evaluasi
proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan
program sesuai dengan strategi yang telah direncanakan. Evaluasi proses
bertujuan untuk mengidentifikasikan atau memprediksi dalam proses pelaksanaan,
seperti cacat dalam desain prosedur atau implementasinya. Evaluasi proses juga
bertujuan untuk menyediakan informasi sebagai dasar memperbaiki program, serta
untuk mencatat, dan menilai prosedur kegiatan dan peristiwa.
Evaluasi
proses ini dapat dilakukan dengan memonitor kegiatan, berinteraksi
terus-menerus, serta dengan mengobservasi kegiatan, dan staf.
4.
Evaluasi
Produk (Product Evaluation)
Evaluasi
produk adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan, dan
menilai pencapaian program. Evaluasi produk juga bertujuan mengumpulkan
deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan semua itu
dengan objektif, konteks, input, dan informasi proses serta untuk
menginterpretasikan kelayakan dan keberhargaan program.
Keempat
komponen evaluasi CIPP bukanlah komponen yang berdiri sendiri-sendiri akan
tetapi komponen yang saling berinteraksi secara dinamis.
Berdasarkan alur
yang ada pada diagram diatas, dapat dipahami bahwa evaluasi konteks merupakan
evaluas yang dilakukan untuk merencanakan keputusan melalui penelaahan
kebutuhan untuk menetapkan tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, maka untuk
menstrukturisasikan keputusan dalam arti agar tujuan dapat tercapai maka
diperlukan strategi. Menentukan strategi yang tepat dilakukan melalui evaluasi
input. Strategi yang telah dirancang kemudian diterapkan dalam pelaksanaan
untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang membuat dalam diagram terdapat
keterangan bahwa evaluasi konteks dan evaluasi produk dilakukan secara
simultan. Evaluasi proses untuk melihat implementasi dari strategi yang
dipilih, sedangkan evaluasi produk untuk melihat apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi produk ini kemudian menjadi dasar untuk menentukan keputusan mengenai
program.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar