Tinjauan
Filsafat Ilmu
Perkembangan model-model relasi yang terjadi dalam
aktivitas interaksi manusia sudah berkembang ke arah bentuk hubungan
timbal-balik yang saling menguntungkan dan membutuhkan. Hubungan timbal-balik
seperti itu disebut the helping relationship dalam disiplin konseling. Dalam realitas, tidak ada
satu orang pun yang mampu hidup di dunia ini secara mandiri tanpa memerlukan
uluran tangan dan bantuan dari sesama manusia. Life is probelem, no life without problems, artinya bahwa sepanjang
manusia diberi kehidupan, maka sepanjang itu pula berbagai masalah akan
bermunculan yang harus dihadapi dan diselesaikan.
Ironisnya, fakta menunjukkan bahwa tidak setiap manusia
memiliki cukup kemampuan dan keahlian dalam mencari solusi yang tepat dan
terbaik, untuk mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi (ketidakmampuan).
Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, sehingga tidak mungkin mampu mengatasi
setiap permasalahan yang menimpanya dengan mengandalkan kekuatan dirinya
sendiri. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi manusia adalah masalah
gangguan kesehatan mental (mental disolder).
Bantuan terhadap masalah kesulitan gangguan kesehatan
mental dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu, Konseling dan Psikoterapi.
Istilah Konseling sering digunakan untuk menunjukkan proses bantuan di mana
klien yang dibantu diberi kesempatan
untuk mengeksplorasi diri yang bisa mengarah pada terjadinya peningkatan
kesadaran dan kemungkinan memilih. Proses
konseling sering kali berjangka pendek, difokuskan pada masalah-masalah
tertentu, dan membantu individu (klien) dalam menyingkirkan hal-hal yang
menghambat pertumbuhannya. Sedangkan istilah Psikoterapi sering kali
difokuskan pada proses-proses tak sadar serta lebih banyak berurusan dengan pengubahan struktur kepribadian.
Proses psikoterapi dilaksanakan lebih ke arah pemahaman diri secara intensif,
membutuhkan waktu yang lama, tentang dinamika-dinamika yang bertanggung jawab
atas terjadinya krisis-krisis kehidupan pada diri individu (klien).
Secara filosofis menurut Jujun S. Suriasumantri, tiga
hal yang perlu dipertanyakan terkait dengan keberadaan sebuah disiplin keilmuan
yaitu, landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis.
1. Landasan
Ontologis, keilmuan untuk mengkaji hakikat dasar suatu ilmu.
2. Landasan
Epistemologis, keilmuan untuk mengkaji cara mendapatkan ilmu tersebut dan
hubungan suatu ilmu tersebut dengan ilmu yang lainnya.
3. Landasan
Aksiologis, keilmuan untuk mengkaji nilai kegunaan dan manfaat suatu ilmu bagi
kehidupan manusia.
Walau secara filosofis serta kontekstual istilah
“Bimbingan dan Konseling Islam” belum begitu jelas landasan-landasannya, namun
dalam semangat Islamisasi Ilmu sudah cukup menjadi acuan penting dalam
pengukuhan ilmu tersebut. Sesuatu yang pasti adalah bahwa eksistensi “bimbingan
dan konseling islam” masih dalam taraf on
going process dan on going information.
Formulasi
Identitas Ontologis Keilmuan
Semangat Islamisasi Ilmu telah menciptakan label
“Islam” terhadap berbagai disiplin keilmuan, salah satunya disiplin Bimbingan
dan Konseling. Istilah “bimbingan dan konseling Islam” didefinisikan oleh para
ahli sebagai “Bimbingan Islami” berikut uraiannya :
Pertama,
Thohari Musnamar mengartikan istilah “bimbingan islami” sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kedua,
menurut Hallen A., istilah “bimbingan islami” berarti proses pemberian bantuan yang terarah dan berkelanjutan serta
sistematis kepada setiap individu, agar dia dapat mengembangkan fitrah agama
yang dimilikinya secara optimal, dengan cara menginternalisasikan
nilai-nilai yang terkandung dalam al-qur’an nur karim dan sunnah Rasulullah.
Ketiga,
menurut
Aunur Rahim Faqih, istilah “bimbingan islami” diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Begitu pula istilah “Konseling Islami”, menurut Thohari
Musnamar, istilah tersebut diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu kepada eksistensinya sebagai
makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, sehingga individu (klien) dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Menurut Hamdani Bakran adz-Dzaky, istilah “konseling islami” sebagai
suatu aktivitas memberikan bimbingan,
pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam
hal bagaimana seharusnya dirinya dapat
mengembangkan potensi akal pikiran, jiwa, keimanan, dan keyakinannya, serta
dapat menanggulangi hidup dengan lebih baik dan benar secara mandiri yang
berparadigma kepada al-qur’an as-sunnah Rasulullah SAW.
Dari beberapa pengertian tersebut, jelas bahwa
perbedaan antara istilah “Bimbingan Islami” dan “Konseling Islami” tidak
terlalu berarti dan cenderung mirip dan sama-sama terkait dengan aktivitas yang arah kegiatannya dimaksudkan
untuk membantu individu muslim agar menyadari eksistensinya sebagai makhluk
beragama yang harus senantiasa berpegangan pada nilai-nilai agama yang
diyakini, serta menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber kekuatan
moral bagi pelaksanaan aktivitas bimbingan dan konseling.
Pembeda antara “Bimbingan Konseling Islam” dengan
“Bimbingan Konseling” secara umum, terletak pada landasan spirit-moralitas pelaksanaannya
yang disandarkan pada acuan petunjuk al-Qur’an dan al-Hadist. Seorang
pembimbing atau konselor yang melakukan kegiatan bimbingan atau konseling
Islam, merupakan seorang yang memeluk agama Islam dan motif serta tujuan yang
melatarbelakangi kegiatan tersebut didasarkan kepada nilai-nilai Islamis.
Menurut Pietrofesa, proses bimbingan dan konseling pada
dasarnya memiliki enam unsur yaitu ; adanya proses pemberian bantuan yang
bersifat timbal balik, adanya seseorang yang dipersiapkan secara profesional
membantu orang lain, adanya tujuan untuk pemahaman diri klien sendiri, adanya
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah, adanya pertemuan yang benar-benar
tulus (tanpa ancaman), dan adanya hasil yang sangat bergantung pada kualitas
hubungan.
Konstruk
Epistemologis dan Aksiologis Konseling Islam
Berdasarkan kajian ontologis disebutkan bahwa bimbingan
dan konseling Islam merupakan kegiatan
pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang konselor muslim terhadap klien,
agar dia mampu melakukan pemahaman terhadap dirinya sendiri dan mengambil
keputusan untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi, melalui suatu kualitas
hubungan yang hangat dan profesional dengan didasarkan pada nilai-nilai Islami.
Dalam konstruks keilmuan (epistemologis) bimbingan
konseling Islam, dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, aspek konselor dan
aspek nilai-nilai Islam. Secara normatif, kegiatan bimbingan konseling Islam
juga memakai teori-teori psikologi yang ada sebagai objek formalnya. Sehingga
secara keilmuan, bimbingan konseling Islam tidak lepas dari kaidah-kaidah
psikologi selama teori tersebut sejalan dan berkaitan dengan nilai-nilai Islami
yang ada dalam al-qur’an dan as-sunnah.
Begitu pula secara aksiologis, bimbingan dan konseling
islami tidak memiliki perbedaan signifikan. Secara umum, nilai kegunaan
pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam adalah untuk memberikan bantuan
kepada orang lain. Namun dalam prakteknya secara khusus, pelaksanaan bimbingan
dan konseling Islam terkadang tidak bisa dipisahkan dari fungsi aksiologis
dakwah islam juga yaitu membantu seorang klien agar kembali bisa hidup selaras
dengan fitrah tauhidnya dan mendapatkan ketenangan, kebahagiaan serta
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, ide-ide pokok dari
pengembangan konsep bimbingan konseling Islam, yaitu :
1. Gagasan mengenai Islamisasi Ilmu tidaklah
harus di akhiri dengan produk-produk keilmuan yang bersifat eksklusif dan
superioritas.
2. Nilai-nilai ajaran Islam selalu mengandung
unsur-unsur pendukung nilai-nilai keilmuan yang ada, karena Islam itu ilmiah
dan masuk akal.
3.
Setiap disiplin keilmuan yang dihasilkan
berdasarkan proses ijtihad selalu
bersifat historis (pengalaman).
4.
Proses konseling merupakan bagian dari
aktivitas kemanusiaan.
5. Berdasarkan kajian ontologisnya, antara
konseling Islam dengan konseling lainnya, dibedakan dari aspek status konselornya
dan spirit moralitas yang dijadikan sebagai payung kegiatan konseling.
6. Gagasan tentang bimbingan konseling Islam
bukan hanya karena kesamaan dari konsep bimbingan konseling secara umum, namun
lebih kepada nilai-nilai Islam tentang amar ma’ruf nahi munkar, dan dakwah bil
hal (tindakan nyata) dalam kaidahnya individu sebagai seorang manusia beragama.
Billahi fii Sabillil haq,
Fastabiqul Khoirat...
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakkatu...