Pengaruh
Beberapa Aliran Psikologi Terhadap Konseling
Sejarah panjang
eksistensi konseling tidak terlepas dari psikologi sebagai ilmu yang
mendasarinya. Padahal, kita ketahui bahwa psikologi memiliki beberapa aliran
seperti, psikologi belajar, psikologi humanistis, psikologi gestalt, dan
psikologi kognitif. Aliran-aliran itu memengaruhi model pemberian bantuan
seorang konselor terhadap klien. Filosofi yang mendasari pandangan konselor
terhadap klien dari permasalahannya, serta pendekatan atau metode yang
diambilnya untuk mengentaskan permasalahan klien sangat dipengaruhi aliran
psikologi yang dianutnya. Berikut ini beberapa aliran psikologi yang
memengaruhi metode konseling.
1.
Pengaruh Psikologi Belajar Terhadap
Psikologi Konseling
a. Filosofi Psikologi Belajar
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respons. Belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami klien dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons.
Faktor yang terpenting dalam teori ini adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Faktor lain yang juga dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Penguatan dalam teori
ini dapat ditambah ataupun dikurangi sesuai dengan respons yang dikehendaki.
b. Teori-teori dalam Psikologi Belajar
1) Teori
Koneksionisme Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons.
Stimulus adalah apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti, pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indra. Sedangkan respons yaitu interaksi yang dimunculkan oleh peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, dan atau gerakan.
2) Teori
Conditioning Watson
Menurut
Watson, belajar adalah rangkaian interaksi antara stimulus dan respons yang
dimaksud stimulus dan respons harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(observabel) dan dapat diukur. Watson menilai bahwa perubahan-perubahan mental
diri individu selama proses belajar selalu ada namun hal tersebut belum tentu
mempengaruhi tingkah lakunya tersebut.
3) Teori
Conditioning Edwin Guthrie
Edwin
Guthrie menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya
bersifat sementara. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar, peserta didik harus
sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons
menjadi tetap. Edwin juga menambahkan bahwa penting memberikan bermacam-macam
stimulus agar respons yang di dapat kuat dan bersifat tetap.
4) Teori
Operant Conditioning Skinner
Menurut
Skinner, perubahan tingkah laku selalu dipengaruhi oleh hubungan antara
stimulus dan respons dalam lingkungannya. Teori ini adalah yang paling populer
penggunaannya dalam teori belajar behavioristik. Skinner berpendapat bahwa
lingkungan sangat berpengaruh besar dalam keberhasilan belajar. Skinner sangat
menekankan pada penguatan (reinforcement) dalam menguatkan respons-respons
dalam proses pembelajaran.
5) Teori
Systematic Behavior Clark Hull
Hull
berpendapat bahwa kebutuhan biologis dan pemuasannya sangat penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga, stimulus
dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respons yang muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
c. Aplikasi Psikologi Belajar
Aplikasi
teori ini dalam pembelajaran menyatakan bahwa kegiatan belajar ditekankan
sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut klien untuk dapat mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti
urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar
menunjukkan bahwa klien telah menyelesaikan tugas belajarnya.
2.
Pengaruh Psikologi Humanisme
Terhadap Psikologi Konseling
Aliran psikologi humanisme muncul
akibat reaksi atas aliran behaviorisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini
dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang mudah
sekali jalan pikirnya. Salah satu tokoh aliran ini, Abraham Maslow dan Viktor
Frankl. Frankl mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut logoterapi, dengan
prinsip-prinsip :
a. Hidup
memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan.
b. Tujuan
hidup yang utama adalah mencari makna dari kehidupan.
c. Kita
memiliki kebebasan untuk memaknai sesuatu yang kita lakukan dan alami, bahkan
dalam menghadapi kesengsaraan.
Frankl berpendapat bahwa sebagai
manusia, individu bebas memaknai kehidupannya sendiri. Dalam kondisi apapun dan
dalam situasi apapun, manusia punya wewenang untuk menentukan hal-hal apa yang
dapat membuatnya memaknai dan menghargai sebuah arti kehidupannya sendiri dalam
bentuk apa pun dan dalam sikap apa pun. Logoterapi dalam aliran humanisme ini
sangat erat kaitannya dengan spiritual
quotient (kecerdasan spiritual).
3.
Pengaruh Psikologi Gestalt Terhadap
Psikologi Konseling
Psikologi Gestalt dikembangkan di
Eropa sekitar tahun 1920-an. Istilah Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang
berarti bentuk, pola, atau konfigurasi yang di persepsi. Psikologi Gestalt
memperkenalkan suatu pendekatan belajar secara mendasar dengan teori asosiasi
(behaviorism). Teori Gestalt menyebutkan bahwa yang dimaksud belajar adalah
perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Teori ini bukan menyuruh
klien untuk menghafal, tetapi klien belajar memecahkan masalah, merumuskan
hipotesis, dan mengujinya, kemudian dengan bimbingan konselor, klien mampu
membuat kesimpulan.
Teori Gestalt menyatakan bahwa
terdapat dua aspek penting dalam pengamatan manusia, yaitu gestalt dan latar. Gestalt
dan latar dapat berganti kedudukannya, bergantung kepada salah satu aspek yang
utama. Adapun prinsip-prinsip dasar Gestalt antara lain :
a. Interaksi
antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi yang
cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Karena itu kemampuan persepsi ini merupakan
fungsi bawaan manusia, bukan skill yang
dipelajari.
b. Prinsip-prinsip
pengorganisasian. Pertama, principle of
proximity, organisasi berdasarkan kedekatan elemen. Kedua, principle of similarity, organisasi berdasarkan kesamaan
elemen. Ketiga, principle of objective
set, organisasi berdasarkan mental yang sudah terbentuk sebelumnya. Keempat, principle of continuity,
organisasi berdasarkan kesinambungan pola.
Kelima, principle of closure/ good form, organisasi berdasarkan bentuk
sempurna. Keenam, principle of figure and
ground. Organisasi berdasarkan
persepsi yang menonjol sebagai figur diri.
Ketujuh, principle of isomorphism, organisasi berdasarkan konteks.
Pokok pandangan Gestalt
adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang terorganisasi. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan gestalt
tersebut, yaitu :
a. Perilaku
molar hendaknya banyak dipelajari
dibandingkan dengan perilaku molecular.
Perilaku molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau gerakan
dalam tubuh, sedangkan perilaku molar adalah perilaku dalam interaksi atau
keterkaitan dengan lingkungan luar.
b. Hal
yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara suatu
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Misalnya, gunung yang tampak
jauh itu seolah-olah sesuatu yang indah (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan lingkungan yang penuh dengan hutan dan batu (lingkungan
geografis).
c. Organisme
tidak bereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur dari suatu peristiwa,
tetapi bereaksi terhadap keseluruhan objek atau peristiwa.
d. Pemberian
makna terhadap suatu rangsangan sensoris merupakan suatu proses yang dinamis,
bukan sebagai reaksi yang statis. Pengamatan merupakan proses yang dinamis
dalam memberikan penafsiran terhadap rangsangan.
Pendekatan fenomenologi
menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi. Pandangan Gestalt
menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali
proses belajar kognitif yang berfokus pada higher
mental process.
Aplikasi prinsip gestalt proses belajar adalah fenomena
kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam
perceptual field-nya. Setelah proses
belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu
problem. Dalam hal ini, aplikasi teori Gestalt dapat dilihat dari beberapa hal
berikut :
a. Pengalaman
tilikan (insight). Tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam
proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning). Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
dapat menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur, makin efektif pula sesuatu yang dipelajari. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna jelas dan logis dengan
proses kehidupannya.
c. Perilaku
bertujuan (purposive behavior), perilaku yang terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran dapat berjalan secara
efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapai.
d. Prinsip
ruang hidup (life space), perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan di mana dia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
e. Transfer
dalam belajar, pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi yang lain. Transfer belajar dapat terjadi apabila peserta
didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan, dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah pada situasi
yang lain.
Menurut pandangan
penganut psikologi Gestalt, persepsi manusia tidak hanya sebagai kumpulan
stimulus yang berpengaruh secara langsung terhadap pikiran. Sensasi atau
informasi yang masuk ke dalam pikiran seseorang selalu dipandang memiliki
prinsip pengorganisasian atau struktur tertentu.
Pemahaman terhadap struktur
sensasi atau masalah itu memunculkan pengorganisasian kembali struktur sensasi
ke dalam konteks yang baru dan lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami
atau dipecahkan.
4.
Pengaruh Psikologi Kognitif
Terhadap Psikologi Konseling
Aliran kognitif adalah gerakan yang
memandang manusia sebagai makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens), paham
ini tumbuh dipelopori oleh pemikiran- pemikiran kaum rasionalisme. Menurut para
ahli kognitifisme, manusia tidak memberikan respons secara otomatis kepada stimulus
yang dihadapkan kepadanya karena manusia adalah makhluk aktif yang dapat
menafsirkan lingkungan dan bahkan dapat mendistorsikannya (mengubahnya). Mereka
berpandangan bahwa manusialah yang menentukan makna stimuli, bukan stimuli itu
sendiri.
a.
Ciri-Ciri
Aliran Kognitif
§ Mementingkan
sesuatu yang ada dalam diri manusia.
§ Mementingkan
keseluruhan daripada bagian-bagian.
§ Mementingkan
peranan kognitif.
§ Mementingkan
kondisi waktu sekarang.
§ Mementingkan
pembentukan struktur kognitif.
§ Mengutamakan
keseimbangan dalam diri manusia.
§ Mengutamakan
insight (pengertian, pemahaman).
b.
Konsep
Pembelajaran Kognitif
Pengembangan
konsep pembelajaran kognitif sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif.
Terdapat tiga tokoh penting di dalamnya, yaitu, Piaget, Bruner, dan Ausuble.
1) Jean
Piaget, prinsip utama pembelajaran yang dijelaskan oleh
Piaget. Pertama, belajar aktif.
Proses pembelajaran adalah proses aktif, sebab pengetahuan terbentuk dari dalam
subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, perlu diciptakan
suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak untuk belajar mandiri.
Kedua,
belajar lewat interaksi. Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang
memungkinkan terjadinya interaksi di antara subjek belajar. Belajar bersama
dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan
kognitif anak. Ketiga, belajar lewat
pengalaman sendiri. Dengan memanfaatkan pengalaman nyata, perkembangan kognitif
seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi.
2) J.A.
Brunner, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu
peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi,
dan cara-cara membangkitkan motivasi belajar. Brunner mengajukan rekomendasi
bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup beberapa hal. Pertama, pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar.
Dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan sesuatu
dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif.
Kedua,
strukturalisasi pengetahuan untuk pemahaman yang optimal. Pembelajaran
hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang
dipelajari anak-anak. Ketiga,
perincian urutan penyajian materi pelajaran. Adapun yang memengaruhi urutan
optimal suatu materi adalah faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan
anak, sifat materi pelajaran, dan perbedaan individu. Keempat, cara pemberian reinforcement. Pemberian hadiah dan hukuman
sangat memengaruhi reinforcement dalam pembelajaran, pujian dan hadiah dapat
menjadi motivasi belajar anak.
3) David
Ausuble, mengemukakan tentang belajar bermakna (meaningful
Lear). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan
konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Ausuble mengemukakah empat prinsip dalam pembelajaran. Pertama, pengatur awal (advance organizer). Pengatur awal atau
pengait dapat digunakan oleh konselor dalam membantu mengaitkan konsep lama
dalam konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Saat mengawali pembelajaran
dengan presentasi suatu pokok bahasan, sebaiknya “ pengatur awal” itu digunakan
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Kedua,
diferensiasi progresif. Dalam proses belajar bermakna, perlu adanya
pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Unsur yang paling umum dan inklusif
diperkenalkan lebih dahulu, setelah itu baru yang lebih mendetail. Ketiga, belajar superordinat. Belajar
superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah
diferensiasi. belajar superordinat dapat terjadi bila konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas
dan inklusif.
Keempat,
penyesuaian integratif. Materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga
konselor dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan bawah selam
informasi disajikan.