BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pembahasan
Individu-individu yang menempati
wilayah tertentu merupakan suatu perkumpulan atau disebut dengan kelompok.
Dengan demikian, kehidupan individu itu tidak terlepas dari kelompok, baik
kelompok kecil seperti keluarga dan kelompok kerja, maupun kehidupan kelompok
besar seperti masyarakat, bangsa, dan lain sebagainya.
Menurut Hernert Smith, kelompok adalah
suatu unit yang terdapat beberapa individu yang mempunyai kemampuan untuk
berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi.
Jadi, dapat diambil pemahaman bahwa
kelompok merupakan kumpulan individu yang mengadakan interaksi secara mendalam
antara satu sama lain. Mereka memiliki kesatuan persepsi untuk bertingkah laku
di dalam maupun di luar kumpulan mereka. Sementara itu, konseling kelompok
adalah layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan
masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
Mengingat peranan konseling kelompok
dalam kehidupan sekarang ini bukan hanya menjadi salah satu teknik penting
dalam profesi Bimbingan dan Konseling khususnya di lingkungan pendidikan, namun
telah menjadi salah satu teknik terapi dan peningkatan pengelolaan emosi dan
tingkah laku yang efektif seperti yang sudah banyak dilakukan di negara-negara
maju. Format konseling kelompok bisa mengurangi ketakutan untuk mengungkapkan
emosi, dan menawarkan pelatihan ulang dalam pengungkapan emosi yang lebih
sesuai.
Konseling kelompok yang dilakukan
dengan baik sangat efektif dalam menangani masalah psikologis, misalnya masalah
antarpribadi. Untuk dapat melakukan proses konseling kelompok yang baik sangat
diperlukan pemahaman dan pengaktualisasikan teknik-teknik konseling yang ada ke
dalam konseling kelompok secara tepat dan sesuai dengan masalah-masalah yang
dihadapi oleh konseli.
Teknik-teknik konseling yang dapat
diterapkan dalam konseling kelompok cukup banyak, teknik-teknik tersebut ada
yang berdasarkan pendekatan individual, teknik komunikasi, serta teknik-teknik
terapan lainnya sehingga dalam melakukan kegiatan konseling kelompok, konselor
hendaknya selalu mengaktualisasikan teknik dan kemampuannya. Jadi pemahaman
teknik-teknik konseling yang baik sangat mendukung pelaksanaan konseling
kelompok yang efektif dan efisien.
B.
Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan latar belakang pembahasan
yang sudah dijelaskan di atas, jadi kegiatan konseling kelompok itu dapat
berjalan dengan baik apabila pemahaman tentang teknik-tekniknya diketahui
dengan baik dan benar oleh penggunanya.
Mengingat teknik-teknik konseling
konseling kelompok ada cukup banyak, jadi dalam makalah ini akan menjelaskan
salah satu teknik konseling kelompok yaitu Teknik Konseling Behavioral, yang
mana cakupan pembahasannya adalah:
1. Sejarah dari konseling behavioral.
2. Konsep dasar konseling behavioral.
3. Peranan konselor dengan konseli dalam konseling kelompok.
4. Serta prosedur dan proses melakukan konseling kelompok ini.
C.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembahasan tentang
teknik konseling behavioral ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah, konsep, dan teknik pelaksanaan konseling
behavioral dengan baik dan benar.
2. Memahami metode dan ciri khas yang terdapat dalam pelaksanaan konsep teori
behavioral dalam format konseling kelompok.
3. Menjelaskan kajian-kajian dan peranan konselor dan konseli dalam proses
konseling kelompok behavioral.
Adapun manfaat dari pembahasan tentang
teknik konseling behavioral ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan kajian teoritik juga
berdasarkan kajian historik.
2. Memberikan gambaran dan perbandingan dari teknik-teknik konseling yang ada
dan penerapannya dalam kegiatan konseling yang sebenarnya.
3. Mengembangkan wawasan para pelaku dan pelaksanaan konseling dalam memahami
kegiatan konseling kelompok behavioral.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya
disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni
Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula terapi
ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode
Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Dasar teori terapi behavioral adalah
bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi : (1) belajar di waktu yang
lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang sekarang, (2) keadaan motivasional
sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungan, (3) perbedaan-perbedaan
biologik baik genetik atau karena gangguan fisiologik.
Dalam hal ini Skinner walaupun
dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan tersendiri mengenai perilaku,
yaitu :
1. Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih
kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
2. Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi
kencenderungan kelompok.
3. Menekankan pada penciptaan situasi
tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri.
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an
dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang
dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh
behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah
laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral
terdiri dari sebagai berikut :
1.
Classical
Conditioning
Ivan Pavlov
adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan
meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson
yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal
adalah menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap
suara. Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov menyimpulkan bahwa Respon
(tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangasangan).
2.
Operant
Conditioning
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah
BF. Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari
pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian
ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada
saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian
operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental
conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa
dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah
laku tersebut.
Skinner, yang
dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan
prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola
tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian
penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan
negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di
lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
Sering kali orang mengalami kesulitan
karena tingkah lakunya berlebihan atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas.
Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu konseli untuk belajar
cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi
atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu
konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang
maladaptif (Gladding, 2004).
Pendekatan behavioral merupakan pilihan
untuk membantu konseli yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan,
penyalahgunaan zat, dan disfungsi psikoseksual. Juga bermanfaat untuk membantu
mengurangi gangguan yang diasosiasikan dengan anxietas, stres, asertivitas, dan
interaksi sosial (Gladding, 2004).
Pandangan teori behavioral secara umum
terhadap perilaku manusia menyatakan bahwa, antara lain :
· Respon tidak selalu ditimbulkan oleh
stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan (reinforcement).
· Lebih menekankan pada studi subjek
individual dibandingkan generalisasi kecenderungan kelompok.
· Menekankan pada penciptaan situasi
tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan motivasi di dalam diri.
· Para konselor behavioral memandang
kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah
dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan perilaku
berubah menjadi positif.
B.
Konsep Dasar Konseling Behavioral
Menurut Skinner, perilaku manusia atas
konsekuensi yang diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif, maka
individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila
perilaku mendapat ganjaran negatif (hukuman), maka individu akan menghindari
atau menghentikan tingkah lakunya. Pendekatan behavioral lebih berorientasi
pada masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari behavioral adalah proses
belajar dan lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai ancangan
yang pragmatis.
Perilaku dipandang sebagai respon
terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan internal. Karena itu tujuan
terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode
Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral
adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga
terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku.
Corey (2001) mengatakan bahwa konseling
behavioral yang modern tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia
yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultur.
Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Corey
melihat Skinner sebagai penganut teori tingkah laki yang radikal yang tidak
mengakui kemungkinan diri sebagai penentu dan kebebasan diri. Kecenderungan
sekarang adalah untuk mengajarkan pengendalian kepada konseli, dengan demikian
meningkatkan kebebasan mereka. Modifikasi tingkah laku bertujuan meningkatkan
keterampilan individu sehingga mereka mempunyai lebih banyak pilihan dalam
memilih suatu tingkah laku.
Adapun ciri-ciri dari karakteristik
konseling behavioral antara lain adalah, yaitu :
·
Kebanyakan perilaku manusia dapat
dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
· Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan
individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling berusaha membawa
perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah
lingkungan.
· Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti
misalnya “reinforcement” dan “sosial modeling”, dapat digunakan untuk
mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
· Keefektifan konseling dan hasil konseling
dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar
dari layanan konseling yang diberikan.
· Prosedur-prosedur konseling tidak
statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus di desain
untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah khusus.
C.
Peran Konselor dan Konseli Dalam Konseling Behavioral
1. Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang mempunyai
orientasi behavioral bersikap aktif dalam proses konseling. Konseli belajar
menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku tertentu. Dalam proses ini,
konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator.
Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada
di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor
behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat
dengan konseli dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).
Fungsi dan tuga konselor juga
dijelaskan untuk mengaplikasikan
prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas
pada penggantian perilaku maladaptif
dengan perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk
mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan
seseorang dari perilaku yang mengganggu
kehidupan yang efektif sesuai
dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang
dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai
dengan kebaikan masyarakat secara
umum.
Lebih rincinya peranan
seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara lain adalah :
1)
Konselor
berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
ditunjukan oleh konseli.
2)
Konselor harus
menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
3)
Konselor juga
harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi
konseli untuk mengekspresikan diri.
4)
Memberikan
informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan
perubahan.
5)
Konselor harus
memberikan reinforcement.
6) Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya
dalam kehidupan nyata.
2. Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling
kelompok khususnya behavioral tidak harus berasal dari konseli yang mempunyai
permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan untuk
menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota kelompok.
Di sini, ada semacam sharing pendapat
di antara teman sebaya dalam memecahkan sebuah persoalan.
Adapun peranan atau hak seorang konseli
dalam proses konseling kelompok behavioral, antara lain adalah :
1) Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel
eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan menguatkan perilakunya dan
lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan.
2) Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3)
Konseli berani menanggung resiko atas
perubahan yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan konseling, konselor
memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat
menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga
diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling
behavioral sangat terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari
konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi
dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus
bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika
berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli
ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
·
Konselor memahami dan menerima konseli.
·
Antara konselor dan konseli saling
bekerjasama dalam satu kelompok.
·
Konselor memberikan bantuan dalam arah
yang diinginkan konseli.
D.
Proses Konseling Kelompok Behavioral
Untuk memberikan gambaran singkat
tentang proses konseling kelompok secara umum, berikut urutan proses
pelaksanaannya :
1. Konselor memperkenalkan diri, kemudian mempersilahkan masing-masing
anggota kelompok untuk memperkenalkan diri mereka.
2. Konselor menjelaskan aturan main dalam konseling kelompok.
3. Konselor menyuruh setiap anggota kelompok mengemukakan persoalan yang saat
ini dihadapi.
4. Setelah semua anggota sudah menyampaikan permasalahan, maka konselor
bersepakat dengan semua anggota kelompok untuk membahas satu permasalahan yang
dianggap paling mendesak untuk dipecahkan.
5. Mempersilahkan setiap anggota kelompok untuk menanggapi persoalan yang
dibahas.
6. Setelah menemukan solusi terhadap persoalan, konselor menanyakan
kesanggupan anggota kelompok untuk melaksanakan kesepakatan bersama.
7.
Menutup pertemuan dengan kalimat yang
baik dan doa.
Guna mencapai perubahan yang menjadi
tujuan penyelenggaraan konseling behavioral, maka tahap-tahap pelaksanaan
konseling harus sistematis. Hal ini disebabkan konseling behavioral berbasis
pada tingkah laku khusus yang akan dirubah. Berikut merupakan tahapannya :
1. Memulai Kelompok (Beginning The Group)
Konselor mengadakan pertemuan dengan
setiap individu untuk menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk
ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam
kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada
pengorganisasian kelompok, serta mengorientasikan konseli ke proses kelompok
dan memulai membangun sebuah kebersamaan kelompok.
2. Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition
of the Problem)
Masalah konseli yang diceritakan pada
kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden
dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang sistematis tentang
tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli
dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada
masalah itu.
3. Perkembangan dan Sejarah Sosial (The
Development and Social History)
Pada tahap ini, konselor dapat meminta
konseli untuk mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya,
kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dan
konflik-konflik yang dialami.
4. Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating
Behavioral Goal)
Konseli harus menyatakan masalah dan
tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral. Tujuan yang spefisik ini
merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah.
5. Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies
for Behavioral Change)
Pada tahap ini akan sangat membantu
jika konselor mengembangkan kontrak behavioral yang spefisik, yaitu kontrak
mingguan dengan setiap anggota.
6. Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired
Behavior)
Pengalihan pengubahan tingkah laku ini
dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang
sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi di mana anggota kelompok dapat
mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga mereka
dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tingkah laku adalah hasil belajar,
manusia merupakan hasil dari lingkungan tetapi juga pencipta lingkungan. Tidak
ada asumsi dasar yang dapat merangkum seluruh prosedur dalam pendekatan tingkah
laku.
Teknik konseling kelompok behavioral
sangat menitikberatkan kepada pengubahan tingkah laku dan tindakan, tidak
terkecuali dalam sebuah kelompok. Konselor dapat menjadi pembimbing tiba-tiba
kemudian bisa pula menjadi fasilitator atau juga supervisor dalam sesi-sesi
konseling yang dilakukan.
Teknik-teknik pengubahan tingkah laku
yang khusus dalam behavioral adalah ; Pelatihan Asertivitas, Latihan Respon, Relaksasi,
Desensitisasi Sistematis, Implosion dan Flooding, yang mana teknik-teknik ini
dapat digunakan sesuai kondisi dan tingkat keperluannya dalam proses konseling
kelompok.
Proses konseling kelompok behavioral
ini jarang sekali dapat dilakukan hanya sekali, perlu beberapa sesi untuk
setiap konseli agar benar-benar puas dan mengubah tingkah lakunya sesuai dengan
harapannya. Namun konseling behavioral sangat efektif untuk mengurangi tingkat
dan kecenderungan seperti kecemasan, kegalauan, kekhawatiran, kebingungan dan
lain sebagainya dalam lingkup singkat.
SUMBER RUJUKAN
-
Corey, Gerald. (2007). Teori dan
Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
-
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori
dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
-
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori
dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
-
Prayitno. (1998). Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP
Padang.
-
Taufik. 2002. Model-model Konseling.
Padang: BK FIP UNP.
-
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti
(2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta.
-
Lesmana, Jeanette Murad (2005).
Dasar-Dasar Konseling. Universitas Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar