A.
Konselor
Melakukan Wawancara
Wawancara konseling
adalah wawancara yang hanya terjadi apabila terdapat individu yang mengalami
kesulitan untuk menangani sendiri problem yang dihadapi dan memerlukan bantuan
dari orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang
dibutuhkan. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk memperoleh
pemahaman tentang masalah yang dihadapi, kemudian menemukan jalan untuk
menanggulanginya. Tujuan utama konseling adalah menolong individu untuk
mengerti, menyesuaikan diri, serta memecahkan masalah yang berkaitan dengan
sikap dan hubungan dengan orang lain.
Terdapat
dua pendekatan atau model wawancara konseling, yaitu directive dan nondirective. Berikut
penjelasan dari pendekatan-pendekatan tersebut.
1. Konseling Directive (Penyuluhan
Terarah)
Karakteristik
wawancara ini antara lain konselor menyerang langsung ke masalah, mengontrol
struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah
subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara. Konselor mengumpulkan
informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberikan
solusi-solusi, dan memberi arahan yang spesifik kepada klien. Ada beberapa
keuntungan dari konseling directive, antara lain :
a.
Cukup mudah untuk memimpin dan
mempelajarinya.
b.
Tidak memerlukan waktu yang banyak.
c.
Konselor fokus pada kepentingan
masalah yang spesifik.
d.
Membolehkan konselor untuk memberikan
informasi dan pedoman penting.
e. Memperbolehkan konselor untuk
melayani seperti penasihat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk
menganalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan
solusinya.
2. Konseling Nondirective
Karakteristiknya
adalah konselor dipandang sebagai fasilitator atau penolong pasif, bukan
sebagai ahli. Konselor membantu klien untuk memperoleh informasi, menyelidiki
masalah dan menganalisisnya, serta menemukan dan mengevaluasi solusinya.
Konselor bersikap mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong),
bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang
mengontrol struktur wawancara, menentukan topik yang didiskusikan, waktu mereka
memulai berdiskusi, cara mereka berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam
diskusi, dan lamanya waktu diskusi.
Dalam
konteks ini diasumsikan bahwa, 1) setiap orang mempunyai kemampuan untuk
mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki. 2) hanya klien yang dapat memutuskan
sesuatu yang terbaik untuknya. 3) hal terpenting dalam konseling adalah
mendengar. Beberapa keuntungan dari konseling nondirective adalah sebagai
berikut :
a. Membolehkan klien untuk mengungkapkan
sesuatu yang lebih penting untuk dirinya pada waktun yang diperlukan.
b. Membolehkan klien menyampaikan
informasi dengan kesukarelaan, yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal
itu.
c.
Menyerahkan kepada klien dalam
mengontrol keputusan dan tindakannya.
d. Nondirective mungkin dapat mendorong
klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam.
e. Memberikan kesempatan kepada konselor
untuk mendengarkan tentang klien dan mendorong klien.
f. Nondirective memungkinkan adanya
komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak
terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Dalam
melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang perlu direncanakan atau
dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.
Membuat keputusan untuk melakukan
konseling. Konseling secara tidak langsung berarti menginvestasikan waktu,
energi, dan uang untuk kedua individu (konselor dan klien).
2. Mengumpulkan fakta dan kerjakan tugas
anda. Konselor harus spesifik, tidak ambigu, konselor yang baik memulai dengan
fakta-fakta. Dalam mengumpulkan fakta, konselor gunakan paradigma yang paling
relevan dengan situasi tertentu. Paradigma pertama menyatakan bahwa seseorang
bertanggung jawab atas masalahnya. Oleh karena itu, solusinya adalah mengubah
orang itu. Paradigma kedua menyatakan bahwa masalah disebabkan oleh lingkungan
atau situasi kerja, bukan karena individu atau tingkah lakunya.
3. Meninjau kembali tujuan anda.
Konseling adalah aktivitas membantu, yaitu membuat perubahan-perubahan yang
harusnya terjadi pada klien. Anda harus menginvestigasi sama atau tidaknya
tujuan anda dengan klien.
4. Batasi sasaran anda setiap melakukan
wawancara. Batasan itu meliputi wilayah masalah, alasan untuk berubah,
alternatif perubahan, dan manfaat perubahan.
5. Pilih struktur untuk konseling.
Konselor dapat memakai konseling directive
atau nondirective.
6. Rencanakan suasana yang akan anda
kembangkan. Suasana yang menghasilkan manfaat untuk konseling antara lain
‘terbuka’, ‘interaktif’, dan ‘objektif”. Situasi keterbukaan dicirikan dengan
pengungkapan diri, dibutuhkan saling percaya satu sama lain dan harus menjaga
kerahasiaan, sebab orang sulit untuk terbuka. Konselor lebih baik menekankan
pada fakta daripada penilaian sendiri saat mengambil kesimpulan.
7. Menyusun setting sehingga interaksi dapat maksimal. Setting juga merupakan
penentu terjadinya interaksi. Beberapa pertimbangan utama yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Buatlah janji dengan klien dan
tentukan lama pertemuan yang akan nanti berlangsung.
b.
Pilih ruangan tersendiri, area yang
nyaman dan bebas dari gangguan.
c.
Atur perabotan yang akan membantu,
apakah ingin formal atau informal.
d.
Perhatikan pencahayaan, cahaya yang
lemah cenderung membuat orang dapat lebih terbuka.
Pendahuluan
wawancara konseling sebaiknya memenuhi empat hal yaitu, membangun rapor,
membuat kesepakatan kerja, melakukan diskusi area masalah, dan menjamin
kerahasiaan. Setelah itu, anda dapat mempraktikkan hal-hal berikut ini :
1. Membangun rapor. Rapor sangat
diperlukan untuk membuat klien nyaman dan menumbuhkan kepercayaan dirinya. Hal
ini dapat dilakukan dengan memulai pembicaraan singkat, orientasi yang bagus,
hangat, dan ramah. Setelah anda membangun rapor, konselor membuat kesepakatan
kerja mengenai bayaran, frekuensi konseling, dan tujuan klien. Beberapa hal
yang dapat dilakukan agar klien mau berbicara antara lain meyakinkan
kerahasiaan kepadanya, dapat menunjukkan komitmen untuk membantu, jujur,
mendengarkan dari awal hingga akhir, dan menunjukkan penerimaan.
2. Spesifik dalam mengidentifikasi dan
mengartikan masalah, tingkah laku, sikap, atau hubungan. Menggali lebih dalam
masalah klien dengan menyelidiki dan menanyakan hal-hal yang spesifik. Itu
dilakukan agar klien mau membuka diri dan mengakui masalah yang dihadapi.
Setelah masalah diakui, biasanya kemajuan dapat dibuat.
3. Menyelidiki atau mengekplorasi
persepsi klien. Menyelidiki dengan mengungkap pertanyaan yang membangkitkan
kenangan dan tidak membiarkan klien meng-hindari topik. Jika klien meyakini
suatu persepsi, tanyakan apakah ia mendukung atau menolaknya. Eksplorasi yang
efektif dilakukan dengan terus terang, tidak menuduh, dan dengan cara yang
tidak emosional.
4. Mendengar dan menyerap. Anda tidak
hanya mendengar, tapi juga menyimak dengan baik sesuatu yang dikatakan oleh
klien. Hal ini dilakukan dalam upaya mendeteksi perubahan-perubahan dan
inkonsistensi dalam percakapan. Setelah itu, diberi pertanyaan tambahan untuk
mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan juga tingkah laku
nonverbal karena tingkah laku tersebut mampu mengungkapkan hal yang
disembunyikan dalam kata-kata.
5. Menyelidiki reaksi secara penuh.
Konfrontasi diperlukan dalam menyelidiki reaksi klien. Sebab, sebagian besar
orang selalu ingin menutupi kesalahan yang membuat mereka tak nyaman. Dalam hal
ini, wawancara nondirective lebih
banyak men-dapat feedback reaksi
klien.
6. Berorientasi pada masalah. Konseling
memiliki konotasi pengambilan keputusan-keputusan. Maka lebih baik anda
berorientasi pada masalah daripada solusi. Gunakan waktu yang tersedia untuk
menyelidiki sumber masalah klien.
7. Menjelaskan cabang dari masalah, dan
menyelidiki alasan-alasan perlunya per-ubahan. Dalam situasi kerja, tidak boleh
terlalu cepat mengambil inti masalah.
8. Bereaksi pada klien. Biasanya, klien
bertanya tentang hal-hal pribadi konselor, atau perbandingan dengan orang lain.
Agar fokusnya tidak berubah, sebaiknya dialihkan dengan pertanyaan-pertanyaan
lain.
9. Mengembangkan rencana tindakan. Bila
menggunakan pendekatan nondirective,
anda meminta klien mengidentifikasi rencana tindakan. Hal ini tidak hanya
mem-buat klien bertanggung jawab terhadap solusinya, tapi juga mengetahui
apakah klien ada pengaruh atau perubahan setelah sesi konseling. Bila
mengunakan pen-dekatan directive,
konselor yang mengajukan rencana tindakannya. Perlu juga diukur reaksi klien
terhadap solusi yang diberikan konselor.
10. Menutup
wawancara dengan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti.
11. Menjaga
suara suara dan tubuh tetap dibawah kendali. Pertanyaan harus dapat ditanyakan
da dikomentari dengan cekatan. Empati dan penerimaan ditunjukkan secara wajar,
tidak perlu berlebihan atau malah kekurangan karena akan mem-pengaruhi
keterbukaan selama konseling.
12. Membuat
catatan menyeluruh. Catatan itu berupa rincian dalam sesi konseling, dapat
digunakan oleh konselor untuk mendalami masalah klien.
13. Membantu
klien menyaring ide dan ekspresi dari masalah mereka sendiri.
14. Keinginan
untuk pergi (wanting to leave).
Sebagian besar klien ingin meninggal-kan situasi konseling yang menekan mereka.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi, konselor sebaiknya menunjukkan manfaat
melanjutkan hubungan atau konseling.
15. Ketergantungan.
Ketergantungan terjadi ketika klien berharap konselor mampu menyelesaikan
masalah mereka. Dalam pendekatan directive
hal tersebut sering terjadi, namun dalam pendekatan nondirective, hal tersebut cenderung berkurang.
16. Penyangkalan.
Penyangkalan harus dihadapi untuk membuat kemajuan. Penyang-kalan ini dapat
diatasi degan membuktikannya dengan tegas, menghadapinya dengan fakta-fakta,
dan mendorong klien menuju suatu pengakuan.
Dengan
demikian, ada dua poin penting yang bisa kita ambil dari uraian tersebut. Pertama, sebagai konselor, anda
bertanggung jawab secara etis dan tidak manipulatif dalam berinteraksi dengan
klien. Gunakan kekuasaan peran anda dengan bijaksana. Kedua, konseling melibatkan koreksi atas perilaku dan
pendisiplinan.
B.
Konselor
Sebagai Pendengar
Konselor harus
menjadi pendengar yang aktif. Hal ini sangat penting dikarenakan beberapa
faktor. Pertama, menunjukkan sikap
penuh kepedulian. Kedua, merangsang
dan memberanikan klien untuk beraksi secara spontan terhadap konselor. Ketiga, menimbulkan situasi yang
mengajarkan. Keempat, klien
membutuhkan gagasan-gagasan baru.
Konselor sebagai
pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai berikut :
1.
Mampu berhubungan dengan orang-orang
dari kalangan sendiri, dan berbagi ide-ide.
2.
Menantang klien dalam konseling
dengan cara-cara yang bersifat membantu.
3. Memperlakukan klien dengan cara-cara
yang dapat menimbulkan respons yang bermakna.
4.
Keinginan untuk berbagi tanggung
jawab secara seimbang dengan klien dalam konseling.
Dalam
hal ini, dibutuhkan dua hal dalam diri konselor, yaitu kesabarab dan kepekaan.
Berikut penjelasan masing-masing.
1. Kesabaran
Dalam konseling,
konselor dapat membiarkan situasi-situasi berkembang secara alami, tanpa
memasukkan gagasan-gagasan pribadi, perasaan, atau nilai-nilai secara prematur.
Konselor yang sabar ini memiliki kualitas sebagai berikut :
a.
Memiliki toleransi terhadap
ambiguitas.
b. Mampu berdampingan dengan klien dan
membiarkannya mengikuti arahnya sendiri, meskipun mungkin konselor mengetahui
ada jalan yang lebih baik.
c. Tidak takut terhadap pemborosan waktu
dalam minatnya terhadap adanya pertumbuhan klien.
d.
Dapat mempertahankan tilikan dan
pertanyaan yang akan disampaikan dalam sesi dan digunakan kemudian.
2. Kepekaan (Sensitivity)
Konselor yang
memiliki kepekaan menunjukkan beberapa hal berikut :
a.
Peka terhadap reaksi dirinya sendiri.
b.
Mengetahui bagaimana, di mana, dan
berapa lama melakukan penelusuran klien.
c. Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan
informasi yang dipandang dapat mengancam pada klien dengan cara-cara yang arif.
d.
Peka terhadap hal-hal yang mudah
tersentuh dalam dirinya.
C.
Konselor
Memahami Klien
Shertzer
anda Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan atau kegagalan proses
konseling ditentukan oleh tiga hal, yaitu kepribadian klien, harapan klien, dan
pengalaman atau pendidikan klien. Berikut penjelasan masing-masing.
1. Kepribadian Klien
Kepribadian klien
sangat berperan dalam menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek
kepribadian meliputi emosi, sikap, intelektual, motivasi, dan lain sebagainya.
Kecemasan
klien akan tampak di hadapan konselor. Oleh sebab itu, konselor yang efektif
akan mengeksplorasi perasaan-perasaan tersebut dan adanya keter-bukaan.
Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai,
pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, yang ikut serta membentuk
kepribadiannya. Kepribadian membimbing dan wawasan yang luas adalah hal mutlak
yang harus dimiliki konselor.
2. Harapan Klien
Harapan mengandung
makna adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Harapan mempengaruhi proses
konseling dan persepsi klien terhadap konselor. Umumnya, harapan klien terhadap
konseling biasanya untuk mendapat informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh
jawaban dari persoalan yang dihadapi, serta mencari upaya agar dirinya lebih
baik dan berkembang.
Perlu
diketahui, harapan klien datang dari dalam atau luar dirinya (intervensi atau
desakan orang lain). Tentu, perlu keterbukaan dan keterlibatan klien dalam
proses konseling. Sehingga, tercipta diskusi yang mendalam mengenai harapan dan
cita-cita klien. Selain itu, klien dapat menjawab sendiri apakah harapannya itu
logis, realistis, dan dapat dicapai atau tidak.
3. Pengalaman dan Pendidikan Klien
Dengan
pengalaman dan pendidikan yang memadai, klien lebih mudah memahami dirinya,
serta persoalan menjadi lebih jelas dan terarah. Klien yang memiliki pengalaman
luas lebih akan mudah diarahkan menuju keputusan yang hendak diambil. Klien
yang berpendidikan tinggi dapat mempermudah konselor dalam berkomunikasi dengan
klien. Konselor harus mampu menempatkan diri dan melakukan penyesuaian terhadap
klien yang memiliki pengalaman dam latar belakang pendidikan yang berbeda.
4. Aneka Ragam Klien
a.
Klien Suka Rela
Secara umum, klien jenis ini dapat
dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Hadir atas kehendak sendiri.
2)
Segera dapat menyesuaikan diri dengan
konselor.
3)
Mudah terbuka, seperti segera
mengatakan persoalan.
4)
Sungguh-sungguh dalam mengikuti
proses konseling.
5)
Berusaha mengemukakan sesuatu dengan
jelas.
6)
Sikap bersahabat mengharapkan
bantuan.
7)
Bersedia mengungkap rahasia, walaupun
menyakitkan.
Konselor
harus dapat mempelajari kliennya. Ia tidak dibenarkan berbicara terus-menerus
dan mendominasi topik pembicaraan. Sebab, hal ini dapat menyebabkan klien suka
rela menjadi kecewa dan drop out.
b.
Klien Terpaksa
Klien yang datang
kepada konselor bukan karena keinginannya sendiri, tapi atas dorongan orang
lain. Klien jenis terpaksa ini memiliki karakteristik bersifat tertutup, enggan
untuk berbicara, curiga terhadap konselor, kurang bersahabat, dan menolak
secara halus bantuan konselor.
Strategi
yang digunakan untuk menghadapi klien jenis terpaksa adalah mencoba menjelaskan
dengan bijak tentang sesuatu yang dimaksud dengan proses konseling yang akan
dilakukan.
c.
Klien Enggan
Salah
satu bentuk klien enggan adalah banyak berbicara, yang pada prinsipnya enggan
untuk dibantu. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi klien semacam ini ada dua.
Pertama, menyadarkan kekeliruannya. Kedua, memberi kesempatan agar dia
dibimbing oleh orang lain, atau mencari lawan bicara yang lain.
d.
Klien Bermusuhan atau Menentang
Klien jenis terpaksa
dan bermasalah dapat menjadi klien yang menentang. Sifat-sifatnya antara lain ;
tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak secara terbuka.
Ada beberapa cara
yang efektif untuk menghadapi klien semacam ini. Di antaranya adalah sebagai
berikut :
1)
Ramah, bersahabat, dan empati.
2)
Toleransi terhadap perilaku klien
yang tampak.
3)
Tingkatkan kesabaran dalam menunggu
saat yang tepat untuk berbicara sesuai dengan bahasa tubuh klien.
4)
Memahami keinginan klien, yaitu tidak
sudi dibimbing.
5)
Membuat bentuk negosiasi, kontrak
waktu, dan penjelasan tentang apa sebenarnya konseling.
e.
Klien Krisis
Klien krisis berarti
klien yang sedang menghadapi musibah, seperti baru kehilangan orang yang dicintai,
diperkosa, dan lain sebagainya, yang hadir dihadapan konselor untuk diberi
bantuan agar jiwanya stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang
baru. Beberapa gejala klien krisis adalah sebagai berikut :
1)
Tertutup, atau menutup diri dengan
dunia luar.
2)
Amat emosional, tidak berdaya, bahkan
histeris.
3)
Kurang mampu berpikir secara
rasional.
4)
Tidak mampu membimbing diri dan
keluarga.
5)
Membutuhkan orang yang amat
dipercayai.
Tujuan utama
membantu klien yang mengalami kesedihan mendalam (grief) adalah sebagai berikut
:
1)
Agar klien menerima kesedihannya
secara wajar.
2)
Agar klien dapat mengekspresikan
segala rasa kesedihannya.
3)
Menghilangkan ingatan tentang orang
yang pergi (meninggal), rasa ketakutan (trauma), atau hal-hal yang menekan
klien.
4)
Membentuk lingkungan dan relasi baru
yang lebih baik.
Menurut Brammer
(1979), ada tiga langkah penting untuk membantu klien krisis, yaitu :
1)
Tentukan dahulu kondisi krisis klien,
seberapa parah keadaannya. Lalu tentukan tipe bantuan yang sangat dibutuhkan
klien saat itu berdasarkan penilaian konselor tentang kondisi krisis klien
tersebut.
2) Tentukan sumber-sumber yang mampu
membantu klien secepatnya, misalnya saudara, teman, kelompok, atau bantuan awal
yang dapat meningkatkan kesadaran klien.
3) Bantuan secara langsung, konselor memberi
peluang kepada klien agar bisa menyalurkan perasaannya, seperti rasa takut,
bersalah, dan amarah. Konselor dapat memberikan bantuan psikologis dengan
penyaluran dan penyadaran emosional.
D. Konselor Sebagai Pribadi
Persamaan
pribadi antara konselor dengan klien merupakan hal yang penting dalam
konseling. Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati,
memiliki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain, memiliki
kapasitas untuk berempati, dan karakteristik-karakteristik lain yang memiliki
makna yang sama. Kualitas tersebut tidak seluruhnya bawaan sejak lahir,
melainkan dapat dicapai dan diusahakan lewat proses belajar.
Pribadi
seorang konselor yang seimbang dapat membantu dirinya dalam men-jalankan tugas
sebagai seorang konselor yang benar. Tugas seorang konselor adalah memberikan
bantuan kepada klien (konseli) untuk menyelesaikan problem yang mengganggu.
Konseling juga dimaksudkan untuk membantu konseli mengembangkan beragam cara
yang lebih positif untuk menyikapi hidup. Konseling, pada umumnya bertujuan
memecahkan masalah-masalah konseli, atau menumbuhkan kekuatan mereka dalam
menyikapi hidup.
Dalam
praktik konseling, terdapat tiga keterampilan yang wajib dikuasai oleh seorang
konselor, yaitu :
1. Keterampilan
Antarpribadi, adalah semua keterampilan yang
dibutuhkan untuk membangun relasi dengan klien (konseli). Sehingga, klien dapat
terlibat dalam proses konseling.
2. Keterampilan
Intervensi, adalah kemampuan konselor melibatkan klien
(konseli) dalam pemecahan masalah sesuai dengan cara dan strategi yang
diusulkan oleh berbagai aliran konseling.
3. Keterampilan
Integrasi, mengacu kepada kemampuan konselor untuk
menerapkan strategi pada situasi khusus, sambil mengingat konteks budaya dan
sosial-ekonomi klien (konseli). Konseling tidak dapat dipraktikkan tanpa
memperhitungkan konteks budaya dengan sungguh-sungguh.
E.
Konselor
Berempati
Empati
berbeda dengan simpati. Simpati bisa dikatakan sebagai perasaan peduli terhadap
perasaan orang lain, tapi simpati tidak sedalam empati. Dengan simpati, kita
belum dikatakan bisa merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain. Contoh,
ketika terjadi bencana atau musibah, anda bersimpati dengan menyatakan
kesedihan. Hal ini akan menjadi empati sesungguhnya ketika kita tidak merayakan
peringatan hari tertentu dengan foya-foya karena berhubung terjadi bencana.
Sebab, anda benar-benar berusaha memahami perasaan orang lain yang terkena
musibah atau bencana. Lebih-lebih lagi jika anda melakukan kerja nyata dengan
memberikan bantuan.
Empati
bahkan lebih powerfull jika anda
pernah mengalami kejadian yang sama, atau minimal orang terdekat dengan anda.
Ada dua cara agar anda mampu melakukan dan menghadirkan empati terhadap orang
lain, seperti berikut ini :
1.
Melatih
Perasaan Empati
a.
Menuliskan
Perasaan Positif atau Negatif
Cobalah
tuliskan kejadian-kejadian yang anda alami dalam sebuah buku atau catatan,
tuliskan dengan sedetail mungkin apa yang anda rasakan. Setelah menulis itu,
coba simpan buku tersebut, kemudian baca lagi buku tersebut setelah beberapa
lama. Coba anda simpulkan perasaan anda ketika anda menuliskan tentang kejadian
dalam buku tersebut pada kondisi anda saat ini.
b.
Mendengarkan
Curhat Orang Lain
Cobalah
mendengarkan cerita teman, saudara, atau orang lain berkaitan dengan
perasaannya atau kondisinya saat itu. Simak cerita mereka dan coba anda
simpulkan sendiri tentang perasaan orang tersebut dalam versi anda.
c.
Membayangkan
Kejadian pada Diri Sendiri
Bayangkan bahwa diri
anda adalah seseorang mengalami suatu musibah baik dalam novel, film, berita,
atau cerita. Coba anda simpulkan perasaan yang bagaimana yang dirasakan anda
ketika berada dalam posisi tersebut.
2.
Lakukan
Tindakan Empati
a.
Berhati-hati
dalam Ucapan dan Perbuatan
Setiap
anda melakukan sesuatu, selalu jagalah sikap anda terhadap orang lain. Berusaha
menjaga perasaan seseorang dapat meningkatkan kepekaan hati dan empati tingkat
tinggi yang dapat menggerakkan emosional seseorang.
b.
Mulai
dari Diri Sendiri
Selalu
menjaga setiap hal yang anda lakukan seolah-olah itu menjaga diri anda sendiri.
Menginginkan yang terbaik bagi dalam sebuah hal ibaratkan itu untuk diri anda
sendiri, begitu penting dan sangat berarti bagi diri anda.
c.
Memberikan
Bantuan
Selalu
mulai dengan membantu orang lain, mulailah dari orang terdekat anda atau
keluarga anda. Biasakan sikap ringan tangan terhadap kesulitan orang lain dan
lakukan yang terbaik seolah-olah itu untuk dirimu sendiri.
Sikap
dan perilaku seorang konselor sangat besar pengaruhnya dalam konseling, bisa
dikatakan bahwa sikap dan perilaku konselor adalah proses konseling itu sendiri.
Semoga amal dan kegiatan yang ada dalam konseling bisa dilakukan dengan
sebenar-benarnya dan bermanfaat bagi kemaslahatan umum.
Billahi Fii Sabillil
Haq, Fastabiqul Khairat,..
Wassalamuallaikum
Warrahmatullahi Wabarakatu...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar