PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang sangat pundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada
di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karena
itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan
manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya pada guru.
Kekeliruan/ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal
yang Berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil
pembelajaran yang dicapai peserta didik.
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah
semata-mata mengumpulkan atau menghapalkan fakta-fakta yang tersaji dalam
bentuk informasi / materi pelajar. Orang yang beranggapan demikian biasanya
akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara
lisan (verbal) sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang
diajarkan oleh guru. Di samping itu, ada pula yang memandang belajar sebagai
latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Persepsi
ini biasanya akan merasa puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan
keterampilan jasmaniah tertentu, walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti,
hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.
B. RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis
dalam makalah tentang belajar ini adalah :
1. Pengertian
masyarakat yang masih kurang tentang belajar secara teori ?
2. Pengklasifikasian
tentang kegiatan pembelajaran ?
3. Proses
dan inisiasi dalam kegiatan belajar menurut kriterianya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI
DAN PENGERTIAN
Skiner, yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
educational psychology the teaching-learning process, belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Berdasarkan eksperimennya B.F Skimer percaya bahwa proses adaptasi
tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat
(reinforce).
Chaplin dalam dictionary of psychology membatasi
belajar dengan dua macam Rumusan. Rumusan pertama berbunyi belajar adalah
perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan
dan pengalaman. Rumusan keduanya belajar adalah proses memperoleh respon-respon
sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman dalam bukunya menyatakan belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan)
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut.
With dalam bukunya menyatakan belajar adalah
perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan
tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern,
Dictionary of psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama,
belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, biasanya sering dipakai dalam
pembahasan psikologi kognitif. Kedua belajar adalah suatu perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperbuat. Dalam
definisi ini terdapat empat macam Istilah yang esensial dan perlu disoroti
untuk memahami proses belajar. 1.) Relatively permanent, yang secara umum
menetap. 2.) Response potentiality, kemampuan bereaksi. 3.) Reinforce, yang
diperkuat. 4.) Practice, Praktek atau latihan.
Biggs dalam Pendahuluan teaching for learning
mendefinisikan belajar dalam tiga macam Rumusan, yaitu Rumusan kuantitatif,
Rumusan institusional, Rumusan kualitatif.
B. TEORI
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. Persoalan yang
membedakan teori-teori pembelajaran
Setiap
teori-teori pembelajaran pasti memiliki persoalan yang membedakan dengan teori
yang lainnya, selain itu juga memiliki perubahan dari masa ke masa. Persoalan
yang mendasar antara lain persoalan mengenai hakikat pembelajaran dan proses
pembentukan teori (Hilner 1978). Delapan persoalan yang kontroversial antara
lain : variabel perantara yang digunakan, hal-hal tertentu yang berperan
sebagai variabel perantara dalam teori bersifat kognitif atau koneksionisme,
penguatan yang digunakan dalam teori merupakan hakikat dasar dan inti dalam
pembelajaran, suatu pembelajaran yang harus dianalisis pada level molar atau
pada level molecular, persoalan selanjutnya yaitu apakah teori tersebut
disajikan secara formal atau informal, luas cakupan teori tersebut, penekanan
diberikan pada pengaruh aspek bawaan terhadap perilaku dan pada pengaruh
batasan-batasan biologis (biological constraints) terhadap pembelajaran, dan
persoalan yang terakhir yaitu mengenai kepraktisan teori tersebut.
Persoalan-persoalan
teori tersebut diperdebatkan oleh para teoritis yaitu seperti Tolman, Hull,
Skinner, Thorndike, Watson, Guthrie, Estes dan Miller. Mereka memperdebatkan
masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori-teori yang mereka kemukakan.
2. Kriteria teori yang ideal
Jenis
teori ideal yang diperjuangkan oleh para teoritis yang paling ambisius adalah
yang mirip dengan cita-cita yang digagas oleh Hull namun gagal diwujudkan
yaitu: format, akurat, konsisten secara internal, namun sekaligus juga cukup
luas cangkupannya sehingga meliputi seluruh topik mengenai pembelajaran dan
motivasi. Teori ideal ini mengandung variabel-variabel perantara dan sebagai teori
formal variabel-variabelnya dinyatakan secara eksplisit. Variabel-variabelnya
jauh lebih kognitif dibandingkan pada teori-teori terdahulu yang ada di posisi
tengah, variabel tersebut terkait dengan perolehan, penyimpanan, dan penggunaan
informasi, keyakinan dan bukti-bukti yang mendasarinya, pikiran yang logis dan
tidak logis.
Ada
dua aspek pembelajaran yang perlu dipelajari, yang pertama, adalah
hakikat memori. Sepanjang berfokus pada pengetahuan dan pembelajaran melalui
pengamatan, nampaknya akan lebih konsisten bila kita membahas memori sebagai
pemanggilan kembali informasi simpanan dari pada sebagai persaingan di antara
respon-respon. Di sisi lain untuk keahlian-keahlian yang amat praktis, termasuk
keahlian verbal, teori interferensi. Selain itu teori yang kompleks tidak dapat
mengabaikan cara asimilasi pengalaman baru ke dalam schemata.
Aspek
yang kedua yaitu, persepsi. Kebanyakan teoritis pembelajaran memandang
persepsi sebagai hal yang tidak perlu dipersoalkan. Sementara itu kalangan
Gestalt yang berfokus pada persepsi tergolong kelompok teoritis pembelajaran
yang sekunder. Pembelajaran tidak bisa berlangsung melebihi input perceptual
yang mendasarinya, sehingga persepsi tidak bisa diabaikan oleh semua teori yang
dianggap komplit. Istilah register sensori yang dikemukakan Atkinson dan
Shiffri adalah salah satu contoh konsep persepsi dalam teori pembelajaran
(teori memori).
3. Pentingnya
teori belajar pada masa kini
Pada
psikologi pembelajaran terapan memiliki arti penting bukan hanya sebagai cara
menempatkan teori-teori dalam penggunaannya yang praktis melainkan juga sebagai
cara untuk memperbaiki teori-teori. Di samping konstribusi lainnya, studi-studi
terapan membantu kita memastikan kondisi-kondisi batasan yang ada pada teori.
Jika sebuah teori yang bertolak dari data laboratorium digunakan untuk
memprediksi sebuah situasi terapan dan prediksinya tidak terbukti, kejadian ini
menunjukkan bahwa teori tersebut tidak sesuai untuk situasi tersebut. Sekalipun
demikian teori tersebut mungkin tetap berhasil sempurna untuk memprediksi
teori-teori lainnya. Selain itu studi-studi terapan memunculkan hukum-hukum
baru yang nantinya bisa digunakan untuk memodifikasi teori lama atau membangun
teori baru.
Bagi
kita pada umumnya teori-teori pembelajaran memiliki dua arti penting yang
pokok. Pertama, teori pembelajaran menyediakan kosa kata dan kerangka
konseptual yang bisa kita gunakan untuk menginterpretasi contoh-contoh
pembelajaran yang kita amati. Hal ini penting artinya bagi siapa saja yang
hendak mengamati dunia secara seksama. Kedua, masih terkait dengan
yang pertama, teori pembelajaran menuntun kita ke mana harus mencari solusi
atas persoalan-persoalan praktis. Teori memang tidak memberikan kita solusi,
namun teori mengarahkan perhatian kita kepada variabel-variabel yang bermanfaat
untuk menemukan solusi.
Guthrie
mengarahkan kita pada perlunya mempraktekkan respon yang hendak dipelajari
dalam kondisi tertentu di mana respon tersebut akan digunakan, dan juga
perlunya mempraktekkan respon tertentu dalam kondisi yang berbeda-beda agar
respon itu tertanam kuat dalam diri kita. Skinner, memberi saran agar kita
mencari tahu hal apa yang menguatkan tindakan tertentu, sehingga kita bisa
menghadirkan penguat itu jika kita ingin tindakan itu terjadi atau
menghilangkannya jika kita ingin menghapus tindakan tersebut.
Piaget
dan Gagne menekankan bagaimana pembelajaran pada saat ini berkembang dari
pembelajaran pada waktu sebelumnya. Tolman, Hull, Estes dan Anderson menawarkan
banyak usulan serupa dengan bentuk-bentuk yang lebih teknis. Semua usulan ini
membutuhkan kreativitas tertentu bila hendak diterapkan dalam penggunaan
praktis. Masing-masing juga menekankan aspek tertentu dalam proses pembelajaran
yang perlu kita pertimbangkan. Dengan demikian semuanya berfungsi memperkaya pemahaman
kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang kita amati dan membantu kita
menemukan solusi atas problema pembelajaran praktis yang kita hadapi. Meski
banyak teoritis yang ingin memberikan konstribusi yang lebih besar dari semua
ini, dan sampai kadar tertentu mereka berhasil melakukannya, kontribusi seperti
ini saja sudah cukup menjadikan teori-teori mereka sebagai hal yang tidak
ternilai harganya bagi studi mengenai pembelajaran.
C. BELAJAR
DALAM PERSFEKTIF PSIKOLOGI DAN AGAMA
1. Perspektif
Psikologi
Menurut
para ahli psikologi pendidikan khususnya yang tergolong cognitifist (ahli sains
kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori dan pengetahuan sangat
erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai
ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari
stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem Penyimpanan informasi
dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia.
Dalam
otak kita ada yang dinamakan skema (skema kognitif) adalah semacam file yang
berisi informasi dan pengetahuan sejenis seperti linguistic schema untuk
memahami kalimat. Cultural skema untuk menafsirkan mitos dan kepercayaan adat
dan seterusnya. Skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata
atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam sub sistem akal permanen
manusia.
Menurut
Best (1987) setiap informasi yang kita terima sebelum masuk dan diproses oleh
sub sistem akal pendek (short term memory) terlebih dahulu di simpan sesaat
atau Tepatnya lewat karena dalam waktu sepersekian detik yang disebut sensory
memory alias sensory register yakni subsistem penyimpanan pada saraf indera
penerima informasi dalam dunia kedokteran subsistem ini disebut “syaraf
sensori” yang berfungsi mengirimkan influsi ke otak.
2. Perspektif
Agama
Islam
menurut Dr. Yusuf Al Qadrawi (1984), adalah aqidah yang berdasarkan ilmu
pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini
tersirat dalam Firman Allah SWT, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan
Kecuali Allah” (Surat Muhammad: 19)
a) Allah
Berfirman, “….apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang mampu
menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9)
b) Allah
Berfirman, “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak
ketahui….” (Al-Isra:36)
c) Dalam
Hadits Riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai
sekalian manusia, belajarlah! Karena pengetahuan hanya didapat melalui
belajar….” (Qordhawi, 1989)
D. PENGEMBANGAN
TEORI
1. Arti
Penting Belajar
Belajar
adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap unsur
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tap pernah ada pendidikan
sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam
berbagai disiplin ilmu yang Berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya
psikologi pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian
terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikan pun diarahkan pada
tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam menguasai prose perubahan
manusia itu.
Belajar
memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia
(bangsa) di tengah-tengah persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa
lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam
perspektif keagamaan pun belajar merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim
dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya
meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Seorang siswa yang
menempuh proses belajar yang ideal yaitu ditandai munculnya
pengalaman-pengalaman psikologi baru yang positif yang diharapkan dapat
mengembangkan aneka ragam sikap, sifat dan kecakapan yang konstruktif, bukan
kecakapan destruktif (merusak).
2. Teori-Teori
Pokok Belajar
Secara
pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta
dan penemuan yang Berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara banyak teori
yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni;
Connectionism, classical conditioning dan operant conditioning.
a) Koneksionisme
Teori koneksionisme
(connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.
Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun
1890-an, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus
dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory”
dan S-R psychology of learning”.
b) Pengkondisian
Klasik
Pada dasarnya classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (terrace, 1973).
Dalam eksperimennya Pavlor menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan
antara conditioning stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned
response (CR), dan Unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang
mampu mendatangkan respon yang dipelajari. CR adalah respon yang dipelajari itu
sendiri. UCS adalah rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari.
UCR adalah respon yang tidak dipelajari.
c) Pengkondisian
perilaku respons
Teori pembiasaan
perilaku respon (operant conditioning) penciptanya bernama Burhus Fredic Skimer
(lahir tahun 1904), seorang penganut behaviorism yang dianggap kontroversial.
Tema yang mewarnai karyanya adalah bahwa tingkah kaku itu terbentuk oleh
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno,
1987). Operant adalah sejumlah perilaku atau respon yang membawa efek yang sama
terhadap tingkah lingkungan yang dekat (Reber, 1988).
d) Teori
Pendekatan Kognitif
Teori psikologi
kognitif adalah bagian terpenting bagi sains kognitif yang telah memberi
konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi. Pendidikan sains
kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas psikologi kognitif,
ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan matematika, epistemology dan
neuropsychological/ psikologi syaraf.
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif tingkah laku manusia tampak tidak dapat diukur dan diterbangkan tanpa melibatkan proses mental seperti; motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif tingkah laku manusia tampak tidak dapat diukur dan diterbangkan tanpa melibatkan proses mental seperti; motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
3. Proses
dan Fase Belajar
a) Definisi
proses Belajar
Proses dari bahasa
latin “processus" yang berarti “berjalan ke depan” menurut Chaplin (1972)
proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam
psikologi belajar proses berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang
dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hail-hasil tertentu
(Reber, 1988). Jadi proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan
perilaku kognitif, efektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
b) Fase-Fase
dalam proses Belajar.
Menurut Jerome S.
Bruner, salah seorang penentang teori S.R Bond dalam proses pembelajaran siswa
menempuh tiga episode atau fase.
a. Fase informasi
(tahap penerimaan materi)
b. Fase transformasi
(tahap pengubahan materi)
c. Fase evaluasi (tahap
penilaian materi)
Menurut Wittig (1981)
dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung
dalam 3 tahapan.
a. Actuation (tahap
perolehan/penerimaan informasi)
b. Storage (tahap
penyimpanan informasi)
c. Retrieval (tahap mendapatkan
kembali informasi)
E. ANALISIS
TEORI BELAJAR
1. Teori Belajar
Behavioristik
Proses
pembelajaran dipengaruhi juga oleh pemahaman guru terhadap aliran atau teori
belajar. Ada beberapa jenis aliran atau paham yang dapat dijadikan inspirasi
untuk melakukan proses pembelajaran, salah satunya adalah teori behavioristik.
Secara umum teori behavioristik lebih melihat sosok atau kualitas manusia dari
aspek perilaku yang dapat dilihat. Tokoh teori behavioristik yang terkenal
adalah Abraham maslow dan Carl Roger. Inti pikiran Maslow (dalam pembelajaran
kontekstual : 2008) antara lain: individu sebagai keseluruhan, tidak relevan
pemahaman manusia melalui penyelidikan hewan, manusia pada dasarnya memiliki
pembawaan, pada hakekatnya manusia memiliki potensi kreatif, dan menekankan
kesehatan psikologi manusia.
Pokok
pikiran Roger (dalam pembelajaran kontekstual : 2008) antara lain yaitu:
pandangannya yang sangat optimis manusia memiliki potensi untuk berkembang,
penciptaan metode terapi yang terpusat Klin (Clin centered therapy) dalam
menghadapi masalah pribadi yang dialami manusia. Selain Maslow dan Roger tokoh
behavioris yang lain adalah Pavlov, Watson, Thorndike, dan Skinner. Thorndike
(1874-1949) mengemukakan hubungan sebab akibat antara stimulus dan respon.
Hubungan ini dikenal dengan hukum akibat, latihan, dan kesiapan. Hukum akibat
menyatakan bahwa ketika stimulus dan respon dihargai secara positif akan
terjadi penguatan dalam belajar.
Menurut
Watson (1878-1958), seseorang dilahirkan dengan beberapa reflek serta reaksi
emosional terhadap cinta dan kegusaran. Perilaku lainnya dapat dibangun melalui
hubungan stimulus-respon dalam pengkondisian. Skinner (1904-1990) juga meyakini
hubungan stimulus-respon, tetapi Skinner lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi
dalam proses berpikir pada otak seseorang.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori behavioristik
menekankan perhatian pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah
seseorang diberi perlakuan, perilaku dapat dikuatkan atau dihentikan melalui
ganjaran atau hukuman, dan guru tidak perlu tahu pengetahuan apa yang telah
diketahui dan apa yang terjadi pada proses berpikir seseorang. Proses
pembelajaran menurut teori behavioristik adalah bahwa proses pembelajaran lebih
menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behavioristik
adalah terletak pada stimulus dan respon (S-R). Keberhasilan belajar menurut
teori behavioristik ditentukan oleh adanya interaksi adanya stimulus dan respon
yang diterima oleh manusia.
2. Teori Belajar Kognitif
Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional/akal. Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya
untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimilki oleh orang lain.
Teori
kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih
kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Secara umum
teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu
proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya.
Tokoh-tokoh alirn kognitif antara lain adalah Jean Piaget dan Jerome S. Brunner.
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah proses yang bersifat
genetik. Artinya proses belajar didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Oleh sebab itu, makin bertambahnya umur seorang siswa
mengakibatkan semakin kompleks susunan sel-sel syaraf dan juga semakin
meningkatkan kemampuan khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif).
Tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget adalah, yaitu :
a) Tahap
sensorimotor (umur 0-2 tahun). Pada tahap ini yang menonjol adalah kegiatan
motorik dan persepsi sangat sederhana.
b) Tahap
pre-operasional (umur 2-7/8 tahun). Pada tahap ini lebih ditandai dengan
penggunaan simbol atau bahasa tanda. Dan juga mulai berkembangnya konsep-konsep
intuitif.
c) Tahap
operasional konkret (umur 7/8 tahun- 11/12 tahun). Tahap ini ditandai dengan
adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan yang sistematis, logis, dan empiris.
Pada tahap ini juga adalah tahap melakukan transformasi informasi ke dalam
dirinya sehingga tindakan lebih efektif.
d) Tahap
operasional formal (umur 11/12- 18 tahun). Tahap ini ditandai dengan adanya
kemampuan anak dalam berfikir abstrak dan logis, serta memiliki kemampuan
menggunakan pola berfikir dan mampu berfikir ilmiah.
Tahapan
perkembangan akan berjalan secara linier atau relevan dengan kualitas berpikir,
makin tinggi tahap perkembangan kognitif membawa implikasi terhadap teraturnya
dan semakin abstrak cara berpikir yang dilakukan oleh seorang anak.
Menurut
Brunner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yaitu
enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitar. Tahap
ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar –gambar
atau visualisasi verbal. Dan pada tahap simbolik, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika. Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang
dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang dilakukan dengan menggunakan
cara kerja dari sederhana/kecil ke arah yang lebih rumit atau luas.
Jadi
teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang tampak.
3. Teori Belajar
Konstruktivisme
Konstruktivisme
juga bagian dari teori kognitif. Teori kognitif dalam belajar memiliki
perbedaan dengan cara pandang teori konstruktivisme. Menurut cara pandang teori
konstruktivisme belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui
pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan
jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam lapangan.
Pembelajaran
harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa, sehingga model
pembelajarannya dilakukan secara natural. Penekanan teori kontruktivisme bukan
pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori
yang dibangun dari realitas lapangan. Belajar bukanlah proses teknologisasi
(robot) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu
materi yang disampaikan. C. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral
menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang
ada dalam diri siswa. Menurut C. Asri Budiningsih, ada dua macam proses
adaptasi yaitu adaptasi yang bersifat autoplastis dan adaptasi aloplastis.
Adaptasi
autoplastis adalah proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai
dengan suasana lingkungan, adaptasi aloplastis adalah adaptasi dengan cara
mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan dirinya sendiri. Paul
Suparno SJ dalam buku Reformasi pendidikan menyatakan bahwa model pembelajaran
yang dianggap tepat menurut teori konstruktivisme adalah model pembelajaran
yang demokratis dan dialogis. Pembelajaran harus member ruang kebebasan siswa
untuk melakukan kritik, memiliki peluang yang luas untuk mengungkapkan ide tau
gagasannya, guru tidak memiliki jiwa otoriter atau diktaktor. Menurut pandangan
konstruktivisme dalam proses pembelajaran siswa harus aktif melakukan kegiatan,
aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
dipelajari.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme lebih menekankan pada
pembelajaran yang nyata sesuai dengan situasi lingkungan yang ada.
4. Teori Belajar Humanistik
Teori
humanistik menjelaskan bahwa poses belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk
kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori humanistik sifatnya
lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi
yang dimiliki, baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Teori humanistik
tidak bisa serta mampu menciptakan peserta didik menjadi sosok manusia yang
ideal, dalam proses pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan kondisi
yang menyebabkan manusia memiliki kebebasan untuk beraktualisasi, kebebasan
untuk berpikir alternatif, dan kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.
Tokoh
teori belajar humanisme antara lain: Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas.
Menurut Kolb teori belajar dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap pengalaman
konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif, tahap konseptualisasi, dan tahap
eksperimentasi aktif. Pada tahap pengalaman konkret belajar adalah seseorang
mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana
adanya. Pada tahap pengamatan aktif dan reflektif belajar harus memberi
kesempatan kepada seluruh siswa melakukan observasi secara aktif terhadap
peristiwa yang dialaminya. Pada tahap konseptualisasi, setelah siswa diberi
kebebasan melakukan pengamatan, maka selanjutnya siswa diberi kebebasan untuk
merumuskan konseptualisasi hasil pengamatannya. Artinya siswa berupaya untuk
membuat abstraksi, mengembangkan teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang
sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Sedangkan pada tahap eksperimen aktif,
belajar harus mampu melakukan eksperimentasi secara aktif. Seseorang sudah
mampu mengaplikasi konsep-konsep, teori-teori, atau aturan-aturan ke dalam
situasi nyata. Tahap-tahap teori ini tidak dapat dipisahkan, karena suatu
siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang
belajar.
Menurut
pandangan Honey dan Mumford orang yang belajar digolongkan dalam empat macam
kelompok, yaitu kelompok aktivis, golongan reflector, kelompok teoritis, dan
golongan pragmatis. Cara kerja manusia ditentukan oleh dua dimensi yaitu
dimensi kualitas berpikir abstrak (BA) dan kualitas kerja (KK). Semakin tinggi
BA akan melahirkan manusia yang kritis dan idealis, semakin tinggi BA akan
melahirkan sosok manusia yang pekerja tinggi. Habermas berpandangan bahwa
belajar akan efektif jika ada proses interaksi antara individu/siswa dengan realitas
sosial yang ada di sekitar dirinya. Keberhasilan pembelajaran jika guru mampu
mengaitkan materi pelajaran dengan fenomena kehidupan sekitar.
Dapat
disimpulkan bahwa teori belajar humanistik lebih mementingkan kepentingan
peserta didik dari kepentingan lainnya, jadi dalam pembelajaran siswa lebih
aktif sesuai dengan kemampuannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa penjabaran di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam dunia pendidikan baik masa lalu, masa kini, ataupun masa yang akan
datang selalu mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik demi tercapainya
tujuan pendidikan. Selain itu, dalam proses pembelajaran juga terdapat berbagai
macam teori belajar yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran. Di antaranya
adalah behavioris, kognitif, konstruktif, dan juga humanistik. Setiap teori
memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga setiap teori tidak
dapat berjalan sendiri tanpa ada pengaruh dari teori yang lain. Dalam teori
belajar terdapat pergeseran-pergeseran dari masing-masing teori.
B. SARAN
Berpikir dan mengingat merupakan cara yang baik
dalam proses belajar. Oleh karena itu sebagai kaum pelajar kita harus
mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam belajar kita perlu mengenal tujuan dan harapan
apa yang kita inginkan dalam kegiatan belajar tersebut, sehingga kita mengerti
makna sebenarnya dari belajar dalam kesadaran dan pemahaman diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
- Fauzi, Ahmad.Drs. H. 1999. Untuk
Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Penerbit: Pustaka Setia.
- Hill, F, Wilfred. 2009.Theories of
Learning. Terj. Teori-teori Pembelajaran. Bandung: Nusa Media.
- Saekhan Muchith. 2008. Pembelajaran
Kontekstual. Semarang: Rasail Media Group.
- Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung: Pakar raya.