Konseling Pada
Anak
Masa anak-anak adalah masa yang
paling asyik, begitu sebagian bunyi slogan yang entah benar tidaknya karena
masa anak-anak adalah masa-masanya manusia bebas untuk bermain jauh dari
realita. Adapula masa anak-anak itu dianggap tidak penting, anak-anak dianggap
sebagai bagian pasif dari budaya orang dewasa, sebagai objek kosong yang perlu
diisi oleh beragam informasi dan nilai-nilai. Sehingga ada pernyataan
mengatakan bahwa anak-anak itu hanya untuk dilihat, tidak usah didengar.
Sekarang barulah muncul
gagasan-gagasan teoritik yang mengatakan bahwa masa anak-anak itu awal dari
kehidupan dan masa pembentukan karakter yang paling krusial. Masa anak-anak
yang sehat dianggap penting untuk perkembangan selanjutnya. Perkembangan
konseling turut serta dalam kajian tentang masa anak-anak, awalnya konseling
dianggap tidak diperlukan karena anak-anak belum memiliki masalah-masalah yang
berarti. Namun sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi sehingga
anak-anak merupakan target konseling yang sangat penting.
Sifat Dasar Anak
Masa kanak-kanak merupakan masa
yang unik, masa belajar yang sangat penting bagi perkembangan seorang individu.
Konselor untuk anak yang baiknya haruslah memahami perkembangan anak yang
normal sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi anak-anak yang memiliki
masalah. Rousseau (Baruth dan Robinson III, 1987) mengatakan bahwa orang dewasa
harus dipandang sebagai orang dewasa, dan anak sebagai anak, dan jalan menuju
kesejahteraan jiwa adalah memberi anak-anak tempatnya masing-masing.
Menurut Maslow (1968) ada delapan
karakteristik umum dari anak yang sehat yaitu :
1.
Spontan, ingin
berinteraksi dengan lingkungan dan mengekspresikan keterampilan yang
dimilikinya.
2.
Sehat secara
fisik, tidak didominasi rasa takut dan merasa cukup aman untuk mengambil sebuah
resiko.
3.
Pengalaman
dengan lingkungan diperoleh secara kebetulan atau dengan bantuan orang lain/
orang dewasa.
4.
Cukup aman dan
percaya diri dalam melakukan interaksi dan menerima berbagai konsekuensinya.
5.
Akan mengulangi
pengalaman-pengalaman yang menurutnya berhasil.
6.
Kemudian
berkembang ke arah pengalaman yang lebih kompleks.
7.
Pengalaman-pengalamannya
yang sukses akan meningkatkan self-esteem dan perasaan mampu, memberi kekuatan,
serta kontrol diri.
8.
Memilih untuk
terus tumbuh dan maju.
Karakteristik
Konseling Pada Anak-Anak
Anak-anak merupakan penonton atau
cermin pada dunia orang dewasa, karena segala kebutuhannya untuk hidup masih
sangat tergantung pada orangtua dan orang dewasa. Anak-anak terpaksa harus
mengikuti, mereka belum mampu mengubah lingkungannya. Dalam hal konseling pada
anak, peran konselor sebagai konsultan dan agen perubahan yang utama, konselor
dapat melakukan hal-hal seperti ; mencoba mengubah anak sehingga lebih cocok
dengan lingkungannya, mencoba mengubah lingkungan agar anak dapat berlaku
dengan baik, atau gabungan dari kedua usaha tersebut.
Konseling pada anak haruslah
memperhatikan pola pikir mereka yang masih cenderung egosentris yaitu sangat
terpaku pada pola pikirnya sendiri. Anak-anak juga lebih intuitif dan konkret
dalam berpikir sehingga sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak. Pada
anak-anak yang lebih kecil, orientasi mereka adalah masa sekarang, karena
itulah pertemuan konseling sedapat mungkin dilakukan minimal dua kali seminggu
agar mereka memperoleh manfaatnya. Proses konseling akan lebih bermakna bila
anak memperoleh kesempatan untuk melakukan ekplorasi secara konkret, misalnya
membuat sesuatu, bermain dengan sesuatu, dan lain-lain yang memberi kesempatan
untuk mengeksplorasi secara konkret dunianya.
Konseling Anak
Usia Dini (2-5 Tahun)
Bagi anak-anak usia dini, jarang
sekali dilakukan konseling secara langsung, lebih tepatnya bisa disebut
konsultasi, yaitu konselor melakukan intervensi kepada orang dewasa yang dekat
dengan kehidupan anak dan dapat membantu masalah yang dihadapi anak. Konsultasi
bisa dilihat sebagai suatu aktivitas di mana konselor bekerja dengan pihak
ketiga untuk membantu klien. Fokusnya dari konsultasi adalah untuk prevensi
dari faktor-faktor lingkungan. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara-cara dan
pada taraf yang berbeda, seperti sebagai berikut :
1. Konsultasi
Individual; konselor mengadakan konsultasi dengan orang-orang yang dekat dengan
anak. Misalnya : orangtua, guru, anggota keluarga lain.
2. Konsultasi
Kelompok; konselor melakukan konsultasi dengan sekelompok individu yang dapat
mempengaruhi populasi anak secara umum. Misalnya : guru-guru yang ingin
meningkatkan keterampilan di bidang hubungan interpersonal, dan orangtua yang
ingin meningkatkan pemahaman tentang perkembangan anak.
3. Konsultasi
Organisasi; konselor menjadi konsultan dari suatu organisasi atau institusi
yang memberi jasa kepada populasi anak, seperti misalnya : sekolah, panti
asuhan atau yang lain sebagainya.
4. Konsultasi
Masyarakat; merupakan fokus terbesar dari konsultasi yang memiliki cakupan dan
dampak yang luas atau menyeluruh. Misalnya : penyuluhan sosial yang di
integrasikan dengan pendidikan atau kesehatan kepada masyarakat dalam suatu
wilayah atau yang lebih luas lagi.
§ Tahapan-Tahapan Konsultasi
1. Preentry. Mengklarifikasi
nilai-nilai, kebutuhan dan asumsi-asumsi konsultan tentang manusia dan
organisasi, juga melakukan asesmen terhadap kemampuan konsultasi.
2. Entry.
Mendefinisikan dan menetapkan hubungan konsultasi, aturan permainan, juga
pernyataan tentang problem.
3.
Pengumpulan
data. Mengumpulkan data untuk membantu klarifikasi masalah.
4.
Mendefinisikan
masalah. Menggunakan informasi yang ada untuk menentukan sasaran perubahan.
5. Menentukan
solusi. Melakukan analisis dan sintesis dari informasi untuk mencari solusi terbaik
terhadap masalah.
6.
Implementasi
rencana.
7.
Evaluasi.
Pemantauan aktivitas (evaluasi proses) sampai ke hasil (evaluasi hasil).
8. Terminasi.
Menyetujui untuk menghentikan kontak langsung dengan konsultan, dengan
pemikiran bahwa efek konsultasi diharapkan akan tetap berlanjut.
§ Karakteristik Hubungan Konsultasi
1.
Merupakan suatu
hubungan sukarela, yang awalnya bisa dicari oleh konsultan ataupun konsulte
(orang atau instansi yang akan menerima konsultasi).
2.
Kedua belah
pihak mempunyai hak untuk mundur dari hubungan ini pada suatu saat.
3. Difokuskan pada
membantu konsulte memenuhi peranannya sebagai mahasiswa, orangtua, guru dan
lain-lain dengan cara yang lebih produktif yang akan memberi manfaat pada
populasi klien.
4. Merupakan
hubungan yang sifatnya kooperatif, baik konsultan maupun konsulte bekerja
bersama untuk menyelesaikan masalah atau untuk mencapai sasaran.
5. Merupakan
sesuatu yang berorientasi pada proses, konsultan memberi model tingkah laku
efektif dan berusaha mengembangkan keterampilan konsulte sehingga konsulte
dapat lebih baik menanggulangi masalah yang serupa di kemudian hari.
Konseling Anak
Pada Middle Childhood (5-9 Tahun)
Secara umum, anak-anak usia ini
menghadapi masalah pada empat area (Baruth & Robinson III, 1987) :
1.
Sekolah:
·
Memahami guru
dan dipahami guru,
·
Takut bertanya
di kelas,
·
Menghadapi
tugas-tugas yang terlalu sulit,
·
Ingin lebih baik
pada mata pelajaran tertentu,
·
Tidak menyukai
bidang tertentu,
·
Dibebani
pekerjaan yang terlalu mudah.
2.
Keluarga:
·
Ingin lebih
dekat dengan orangtua,
·
Merasa orangtua
terlalu ketat dan berharap terlalu banyak,
·
Ingin punya
relasi lebih baik dengan saudara sekandung,
·
Ingin mempunyai
lebih banyak kebersamaan dengan orangtua.
3.
Hubungan dengan
orang lain:
·
Ingin punya
lebih banyak teman,
·
Bahan ejekan
teman,
·
Membuat teman yang
disukai mau bermain dengannya,
·
Takut bicara
dengan orang,
·
Belajar
menyesuaikan dengan orang lain; untuk menjadi bagian dari sesuatu dan diterima.
4.
Diri sendiri:
·
Tidak bahagia,
·
Merasa tidak
akurat secara fisik, sosial atau pribadi,
·
Belajar
bagaimana mengelola perasaan,
·
Belajar
menangani perasaan malu (shyness) atau perasaan sepi (lonesome).
Beberapa Teknik
yang Dapat Digunakan
Konseling Melalui Bermain
Menurut Baruth dan Robinson III
(1987), salah satu bentuk konseling yang sering digunakan untuk anak usia
sekolah ini adalah konseling melalui bermain. Cara ini didasarkan pada fakta
bahwa bermain merupakan cara natural bagi anak untuk mengekspresikan diri. Jadi
bermain anak memperoleh kesempatan untuk play out perasaan-perasaan dan
masalahnya.
Friendship Group
Baruth dan Robinson III (1987)
menyebutkan suatu cara lain, yaitu dengan pelatihan “kelompok pertemanan”.
Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk menjajaki hubungan teman
sebaya (peer) yang positif. Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen (laki,
perempuan, berbagai etnik, dan lain-lain). Pemilihan anggota kelompok ini
berdasarkan pada minta dan rujukan oleh guru, asesmen dilakukan oleh konselor
untuk memilih setiap anggota kelompok dalam satu kelompok. Pada dasarnya
melalui kelompok ini anak belajar mengenai arti persahabatan serta
aturan-aturan penting dalam hubungan persahabatan. Mereka diminta untuk
mengobservasi teman kelompoknya, bermain peran, berdiskusi mengenai minat dan
kelebihan masing-masing dan kemudian ditutup dengan pengungkapan kesan-kesan
dari pertemuan mereka selama ini dalam pesta perpisahan.
Eksplorasi dari Isi Mimpi
Anak-anak pada dasarnya hidupnya
banyak diselimuti mimpi, entah itu mimpi dalam arti bunga tidur maupun mimpi
dalam arti impian, harapan atau cita-cita. Anak-anak yang menyangkal mimpi atau
mengatakan tidak ingat isi mimpi mereka biasanya tidak menolak untuk mengarang
sebuah mimpi atau berpura-pura bahwa mereka bermimpi. Isi dari “mimpi buatan”
ini dapat memberi wawasan lebih lanjut tentang kehidupan fantasinya. Eksplorasi
dari mimpi anak dapat menjadi sarana yang bemanfaat untuk masuk ke dalam
pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari oleh anak.
Menggunakan Board Games dan Aktivitas Formal Lainnya
Barker
(1990), menggunakan board games (seperti ular tangga, halma, dll) untuk
menjalin kontak dengan anak-anak yang enggan untuk bicara banyak tentang
dirinya sendiri dalam percakapan dan tidak dapat bermain dengan bebas dengan
mainan dan materi-materi bermain lainnya yang ada. Board games atau permainan
berstruktur formal lainnya, bisa lebih daripada hanya sarana untuk menjalin
rapport dan membuat anak merasa nyaman. Misalnya dapat dilihat rasa percaya
diri anak, kemauannya untuk bermain sesuai dengan peraturan dan tidak bermain
curang. Rasa marah, sedih, putus asa, takut gagal, kemampuan menikmati
permainan atau ekspresi untuk sukses dapat dilihat dari cara dan sikap anak
dalam bermain.
Konseling
Pra-Remaja (9-12 Tahun)
Usia ini seing disebut sebagai usia
laten. Anak-anak usia ini cenderung berkelompok dengan teman sebaya dari jenis
kelamin sama dan mempunyai ciri “ada dalam keadaan tidak aktif”, dan untuk
orang dewasa sering tampak seperti ada dalam dunianya sendiri. Bentuk konseling
yang dianjurkan adalah konseling bermain dan konseling dengan menggunakan media
seperti seni, musik, drama, guided fantasy dan literatur.
Media Seni untuk Konseling
Menurut
Gumaer (Baruth & Robinson III, 1987). Seni dalam kegiatan konseling dapat
bermanfaat bagi anak dalam hal seperti :
1. Seni melibatkan
anak untuk menggunakan pikiran dan panca indranya. Seni menuntut anak untuk
berpikir sebelum bertindak. Mereka dilatih untuk menggabungkan berbagai input
untuk menjadi produk yang terintegrasi (misalnya lukisan, patung).
2. Anak dapat
mengekpresikan pikiran dan perasaannya yang berhubungan dengan masa lalu, saat
ini, maupun memproyeksikannya ke dalam aktivitas di masa depan.
3. Seni
memungkinkan anak untuk melakukan katarsis dari emosi-emosi negatif dalam
bentuk yang dapat diterima lingkungannya. Anak yang agresif terhadap orang lain
seringkali karena mereka tidak mempunyai strategi alternatif untuk melepaskan
ketegangan mereka.
4. Seni merupakan
produk hasil dari inisiatif diri dan dikontrol oleh anak sehingga meningkatkan
perkembangan ego.
5.
Media seni,
proses artistik, dan hasil jadinya memberikan perasaan telah berprestasi,
kepuasan dan harga diri.
6.
Seni dapat
membantu pembentukan rapport dengan anak-anak yang pemalu, ragu-ragu atau
nonverbal.
7. Melalui seni,
terapis dapat menyentuh aspek-aspek bawah sadar pada anak tanpa harus
berhadapan dengan mekanisme defensnya.
8.
Seni memberikan
tambahan data diagnostik bagi informasi lain yang diperoleh dalam konseling.
Bibliocounseling
Dalam konseling dengan pra-remaja
dapat pula digunakan buku, puisi, cerita rakyat, dan sebagainya. Beberapa
manfaat dari bibliocounseling adalah :
1.
Memberi
informasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
2.
Memberi
instruksi dan petunjuk untuk pengembangan keterampilan.
3.
Mengidentifikasi
dan memuaskan minat pribadi.
4.
Membantu membawa
masalah yang direpresi ke alam kesadaran.
5.
Membantu
pengkajian topik yang bersifat pribadi dan mengancam dengan memberi ide-ide dan
cara-cara untuk mengomunikasikannya.
6.
Membantu
pemahaman diri dan pemahaman tentang diri dalam hubungan dengan orang lain.
7.
Membantu proses
sosialisasi dengan menstimulasi perasaan menjadi bagian dengan orang lain.
8. Membantu
timbulnya perasaan universalisasi, well-being, dan rasa aman dengan membantu
anak-anak dengan memberi pemahaman bahwa orang-orang lain juga merasakan
seperti mereka dan telah mengalami pengalaman serupa. Mengurangi perasaan
sendiri dan terisolasi yang tipikal untuk anak-anak yang bermasalah.
9.
Membantu anak
untuk rileks dengan mengurangi anxietas melalui kelegaan emosional.
10. Membantu pengujian kembali sikap dan nilai.
11. Memberi kesenangan dan hiburan melalui pengalaman
estetik.
12. Mengembangkan apresiasi kritis dan estetik mengenai
nilai buku dan bentuk literatur lain (Gumaer ; Baruth & Robinson III,
1987).
Talk Therapy
Barker
(1990) menyebutkannya sebagai the talking interview. Tidak selamanya media
perantara perlu digunakan dalam konseling. Sebagian anak-anak yang usianya
lebih tua, lebih suka bicara langsung kepada konselor daripada menggunakan
media perantara. Kepada anak-anak usia ini dapat dilakukan percakapan biasa
seperti halnya pada remaja.
Melakukan konseling atau wawancara
dengan anak merupakan suatu tantangan karena sangat membutuhkan keterampilan.
Konselor harus siap untuk menghadapi berbagai macam rintangan. Anak-anak
biasanya tidak asertif dan jarang yang menentang orang dewasa. Mereka biasanya
akan memberi jawaban seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Anak-anak juga
sanagat mudah untuk terdistraksi, konsentrasi dan fokus anak biasanya mudah
terpecah dan mungkin tidak memahami maksud perkataan anda. Banyak hal yang
harus diperhatikan oleh konselor yang berbicara dengan anak-anak, mereka harus
menjaga agar tidak terpancing oleh sikap anak. Bila anak ketakutan atau
tertekan biasanya dia justru akan diam. Berbicara dengan anak memang adalah
suatu tantangan, tetapi bisa sangat menyenangkan, karena semua itu adalah suatu
seni dalam mendidik dan membimbing.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Daftar Rujukan
-
Barker, P
(1990). Clinical interview with children and adolescent. New York: W. W. Norton
& Co.
-
Baruth, L.G.
& Robinson III, E.H. (1987). An introduction to the counseling profession.
Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall.
-
Corey, G.
(2001). Theory and practice of counseling and psychotherapy. Sixth Ed. Belmont,
CA: Wadsworth.
-
Lesmana, J.M.
(2005). Dasar-dasar konseling. Jakarta: UI.