Problematika Internal
(Konselor)
Masalah
yang timbul di luar sebenarnya berasal dari para konselor itu sendiri,
pandangan para konselor yang salah akan BK menyebabkan mereka salah langkah
dalam memberikan pelayanan BK. Pandangan yang salah tersebut antara lain :
1. Menyamaratakan
cara pemecahan masalah bagi semua klien
Latar
Belakang Masalah :
Dalam setiap
permasalahan yang terjadi dalam diri konseli memang bisa saja terdapat
masalah-masalah yang sama dan sering konselor temui dalam setiap sesi
konseling. Walau mungkin masalah yang dihadapi konseli sejenis atau sama,
tetapi tetap saja tidak bisa disamaratakan dalam penyelesaiannya.
Cara apapun yang akan
dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan
berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk
semua klien dan semua masalah. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji
secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang
berbeda untuk mengatasinya.
Upaya
Perbaikan :
Harus dipahami bahwa setiap manusia
itu berbeda dalam kepribadian dan kemampuannya. sehingga dalam penyelesaian
masalah harus disesuaikan dengan keadaan konseli itu sendiri. Bahkan jika
seorang konselor ingin mengadopsi cara/ teknik penyelesaian dari konselor lain,
maka harus disesuaikan juga dengan kemampuan konselor itu sendiri (yang mengadopsi).
2. Bimbingan Konseling di batasi hanya untuk klien –
klien tertentu saja
Latar
Belakang Masalah :
Dalam bimbingan konseling, kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman
seorang guru pembimbing. Layanan BK hanya untuk siswa-siswa yang sesuai kriteria
seperti ; siswa yang bermasalah, siswa bandel, bolos, dll. Padahal semua siswa
berhak atas pelayanan tersebut.
Semua konseli/ klien berhak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama
untuk mendapatkan pelayanan BK, kapan bagaimana, dan di mana pelayanan itu di
berikan, pertimbangannya semata–mata di dasarkan atas sifat dan jenis masalah
yang di hadapi serta ciri–ciri pribadi siswa yang bersangkutan, konselor
membuka pintu yang selebar–lebarnya bagi siapa saja yang ingin mendapatkan atau
memerlukan pelayanan BK.
Upaya Perbaikan :
Seorang konselor harus tidak memilih-milih klien yang ditanganinya, tidak
boleh memilih-milih klien apalagi memilih-milih siswa. Konselor harus bisa
memahami tentang kebutuhan seorang individu dalam perkembangan mental dan kejiwaannya.
Konselor harus benar-benar menjadi seorang ahli yang berada dalam posisi netral
dan selalu menjunjung kebutuhan kliennya akan layanan BK, khususnya layanan
bimbingan konseling di sekolah.
Petugas
bimbingan dan konseling wajib memberikan dan membuka pintu yang
selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan
pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan
dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah-Masalah yang Bersifat
Insidental
Latar
Belakang Masalah :
Dalam bimbingan konseling di proses pendidikan kadang seorang guru
pembimbing menganggap bahwa layanan dan konseling dapat diberikan hanya apabila
terdapat permasalahan kepada seorang siswa atau klien yang nampak.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan BK salah satunya bertitik
tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan
responsif. Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang
lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu
konselor idealnya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan
masalahnya.
Upaya Perbaikan :
Seorang
konselor atau petugas bimbingan dan konseling harus selalu memasyarakatkan dan
membangun suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu
yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum
diperhatikan demi perkembangan segenap individu.
4. Bimbingan
dan Konseling mampu bekerja sendiri
Latar
Belakang Masalah :
Pelayanan bimbingan dan
konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan
unsur-unsur budaya, sosial, dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan
dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan
orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien.
Namun demikian,
konselor tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain.
Sebagai tenaga profesional konselor harus terlebih dahulu mampu bekerja
sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain.
Upaya
Perbaikan :
Konselor harus pandai menjalin
hubungan kerja sama yang saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami
masalah. Di samping itu, konselor harus pula memanfaatkan berbagi sumber daya
yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa.
5. Bimbingan
dan Konseling dianggap sebagai proses pemberian nasihat semata
Latar
Belakang Masalah :
Bimbingan dan konseling
bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah
merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan
bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka
pengembangan pribadi klien secara optimal.
Misalkan, ada konseli
yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling hanya berkutat pada
penekanan/ nasihat bahwa mabuk itu tidak baik. Seharusnya pelayanan yang
diberikan adalah menggali faktor-faktor luar yang menyebabkan konseli tersebut
menjadi suka mabuk.
Upaya
Perbaikan :
Dalam memberikan
layanan bimbingan konseling, seorang konselor janganlah hanya semata-mata
memberikan nasihat tetapi juga mengajak siswa untuk mengenal
kesulitan-kesulitannya dan menemukan sendiri pemecahannya tentu dengan arahan
yang positif dari konselor.
Konselor juga harus melakukan
upaya-upaya tindak lanjut serta menyinkronisasikan upaya yang satu dan upaya
lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan
berkesinambungan.
6. Bimbingan
dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja
Latar
Belakang Masalah :
Pada umumnya usaha
pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan
awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu
dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah
yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak
atau disampaikan itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama
sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu.
Upaya
Perbaikan :
Usaha pelayanan seharusnya
dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh
keluhan atau masalah yang pertama disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu
menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
7. Bimbingan
dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja
Latar
Belakang Masalah :
Berat atau ringannya
sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh karena itu,
memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah
perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah.
Yang terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan cermat dan tuntas. Apabila
seluruh kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan
pengalih-tanganan.
Upaya
Perbaikan :
Pengalih-tanganan tidak harus
sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain di luar bidang bimbingan dan
konseling. Alih tangan pada tahap pertama hendaknya dilakukan kepada sesama
konselor sendiri yang memiliki keahlian yang lebih tinggi. Dan bila ternyata
ditemukan gejala-gejala kelainan kejiwaan misalnya, maka alih tangan sebaiknya
diserahkan kepada psikiater.
8. Sifat
kepribadian konselor kurang mendukung
Latar
Belakang Masalah :
Terkadang seorang
konselor adalah seorang yang tidak sesuai dengan kepribadian seorang konselor
yang seharusnya, dan ketidaksesuaian tersebut dapat menimbulkan faktor-faktor
yang kurang mendukung. Seorang konselor harusnya penyabar, supel, suka
menolong, tidak mudah marah, tidak ringan tangan, dan harus ikhlas menolong.
Sering kali kegagalan
konselor sekolah dalam melaksanakan program bimbingan dan konselingnya berasal
dari ketidaksabaran dan ketidaksiapan konselor itu sendiri. Kegagalan dalam
melakukan layanan bimbingan membuat konselor merasa sudah berusaha namun tetap
saja gagal, dan dampak dari kegagalan itu membuat konselor pasrah dan putus asa
sehingga mengurangi dukungan internal bimbingan dan konseling di sekolah
khususnya.
Upaya
Perbaikan :
Seorang konselor wajib untuk
memberikan contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan profesinya sebagai
konselor. Konselor juga wajib untuk terus belajar dengan niat untuk
meningkatkan profesionalitas keahliannya dan selalu berusaha sebaik mungkin
untuk memberikan layanannya.
9. Status
konselor sering rangkap jabatan dalam satu sekolah atau dua sekolah
Latar
Belakang Masalah :
Dalam memberikan sebuah
layanan bimbingan dan konseling seorang konselor tidak boleh merangkap ataupun
menjadi konselor yang memiliki peran ganda di dua tempat. Hal tersebut dapat
mengurangi fokus layanan seorang konselor dan mengurangi intensitas konselor
dalam melakukan konseling.
Upaya
Perbaikan :
Dalam pekerjaannya seorang konselor
haruslah menjadi pembimbing dalam satu wadah dan itu pun harus sesuai dengan
rasio antara konselor dan siswa, agar layanan bimbingan konseling efektif dan
tepat sasaran. Konselor harus menjadi konselor yang tetap dan tidak
berubah-ubah demi lancarnya proses layanan bimbingan konseling di sekolah.
10. Kurang
berpengalaman ( ketidaksiapan konselor dalam memberikan layanan )
Latar
Belakang Masalah :
Dalam melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah memang haruslah memerlukan seseorang
ahli yaitu konselor. Konselor bisa dikatakan ahli apabila dia mampu mewujudkan
lingkungan kondusif pendidikan dan mengoptimalkan perkembangan siswa tepat
dengan pertumbuhannya. Salah satu faktor keberhasilan itu selain jenjang
pendidikan strata satu konselor juga memerlukan pengalaman khususnya di lapangan.
Konselor yang masih
belum berpengalaman cenderung tidak siap secara mental dalam memberikan layanan
dan masih sangat berpatokan terhadap teori. Dalam kenyataannya memang perlu
pengalaman dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, salah satu kunci
keberhasilan konselor yang masih belum berpengalaman adalah jangan menyerah
untuk belajar dari kesalahan.
Upaya
Perbaikan :
Seorang konselor
seharusnya jujur terhadap dirinya sendiri di mana saja kekurangan-kekurangan
yang dimilikinya. Dengan bersikap seperti itu konselor dapat belajar untuk
menjadi lebih ahli lagi sehingga mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi
karena kurangnya pengalaman.
11. Sarana
dan etika dalam memberikan layanan konseling
Latar
Belakang Masalah :
Melaksanakan konseling
tentu memerlukan sebuah ruangan yang kondusif bagi kenyamanan konseli dalam
proses konseling. Selain itu juga salah satu faktor konseli nyaman untuk
mengeluarkan ketidaknyamanannya atau pemasalahannya, konselor harus sangat
menjaga kerahasiaan dalam proses konseling tersebut.
Namun pada
kenyataannya, masih banyak hal-hal yang keluar dari etika konselor dalam
melakukan konseling. Menyangkut tempat konseling kurang representatif, asas
kerahasiaan dalam konseling masih kurang, idealnya tempat BK tertutup, ber-AC
dan kedap suara, ada meja konsultasi, meja tamu, ada meja kerja dan tempat
menyimpan file / catatan.
Upaya
Perbaikan :
Dalam melakukan layanan konseling,
konselor hendaknya memahami etika-etika apa saja yang seharusnya dilakukan,
sehingga kegiatan-kegiatan konseling dapat lebih bermakna bagi konseli/klien.
Konselor juga perlu melihat sarana-sarana apa yang seharusnya terdapat dalam
ruangan konseling sebagai penunjang dan pendukung secara visual dalam proses
konseling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar