SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Rabu, 27 Maret 2013

Teknik-Teknik Evaluasi Kegiatan Bimbingan Konseling


MODEL-MODEL EVALUASI
YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM EVALUASI
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sejak lama.Pada masa Yunani, evaluasi telah dilakukan walaupun masih dalam bentuk yang sederhana dan kurang professional.Pada tahun 1970 evaluasi baru menjadi suatu kajian yang dianggap sebagai studi tersendiri dan dianggap sebagai suatu profesi yang professional.
Para ahli evaluasi tersebut kemudian mengemukakan berbagai macam model evaluasi. Khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, model evaluasi yang sering digunakan untuk mengevaluasi program bimbingan dan konseling adalah model modelgoal attainment yang dikembangkan oleh Tyler, model evaluasi Formative dan Summative yang dikembangkan oleh Scriven, model evaluasi responsive yang dikembangkan oleh Stake, serta model CIPP yasng dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan.
Berikut ini akan kita bahas karakteristik dari setiapmodel evaluasi, meliputi pengertian evaluasi, focus evaluasi, metode evaluasi, serta kelebihan dan kelemahan model evaluasi.



A.      MODEL EVALUASI GOAL ATTAINMENT
Menurut Tyler pengertian evaluasi perlu ditekankan pada pemerolehan gambaran mengenai efektivitas system pendidikan yang mempengaruhi pecapaian tujuan pendidikan/pembelajaran.Untuk itu, maka evaluasi diarahkan untuk memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah terjadi pada peserta didik.
Evaluasi harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara berkelanjutan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan (kognitif) saja, melankan juga mencakup dimensi keteramp[ilan dan nilai atau sikap.

1.         Langkah-Langkah Evaluasi
Tyler mengembangkan langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan sebuah evaluasi. Langkah-langkah tersebut meliputi:
a.         Menentukan tujuan seluas-luasnya atau sasaran-sasaran.
b.        Mengklasifikasikan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran.
c.         Menegaskan sasaran dalam bentuk perilaku.
d.        Menemukan situasi-situasi dalam pencapaian tujuan yang dapat dilihat.
e.         Mengembangkan atau memilih teknik pengukuran.
f.         Mengumpulkan hasil data.
g.        Membandingkan hasil data dengan perilaku berdasarkan tujuan.

Goodlad (1979) mencatat bahwa Tyler menggambarkan enam kategori dari tujuan pendidikan di Amerika yang meliputi:
a.         Tambahan informasi.
b.        Perkembangan dari kebiasaan kerja dan kemampuan belajar.
c.         Perkembangan cara berfikir yang efektif.
d.        Internalisasi sikap, minat, apresiasi, dan sensitivitas social.
e.         Pemeliharaan kesehatan fisik.
f.         Perkembangan filosofi hidup.

Dalam Handbook Education Variables membagi perkembangan siswa tingkat dasar dan siswa tingkat dua dalam tujuh kategori, meliputi:
a.         Kecerdasan
b.        Emosi
c.         Fisik dan Rekreasi
d.        Estetis dan Kebudayaan
e.         Moral
f.         Kejuruan
g.        Social

Pendekatan berorientasi tujuan telah mendominasi pikiran dan perkembangan dari evaluasi sejak tahun 1930 di USA dan wilayah lain. Bloom dan Krathwohl memengaruhi perbaikan pendekatn evaluasi berorientasi tujuan dengan penelitian mereka tentang taksonomi tujuan pendidikan yang memiliki tiga ranah, meliputi ranah kognitif, afektif dan konatif.

2.         Kelebihan Dan Keterbatasan Model Evaluasi Goal Attainment
Model evaluasi Goal Attainment merupakan model evaluasi yang sederhana.Penekanan evaluasi hanya pada aspek hasil saja membuat evaluasi lebih mudah dipahami, diikuti dan diimplementasikan.Model evaluasi ini sudah disimulasikan selama bertahun-tahun sehingga menghasilkan tindakan dan instrument yang sudah diperhalus.Leteratur evaluasi berorientasi tujuan banyak, serta diisi dengan ide kreatif untuk mengaplikasikan pendekatan ini.
Meskipun memiliki banyak kelebihan, akan tetapi model evaluasi goal attainment ini juga memiliki kekurangan. Beberapa kekurangan tersebut meliputi:
a.         Mengabaikan aspek perencanaan dan proses pada proses pembelajaran.
b.        Banyak kekurangan standar penilaian yang penting untuk diobservasi.
c.         Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya.
d.        Pengabaian nilai tujuan pendekatan evaluasi itu sendiri.
e.         Mengabaikan alternative-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program.
f.         Melalaikan konteks yang memiliki wewenang evaluasi.
g.        Mengabaikan hasil penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari kegiatan)
h.        Mengabaikan fakta-fakta dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri.

B.       MODEL EVALUASI FORMATIVE DAN SUMMATIVE
Scriven mendefinisikan evaluasi sebagai proses mengumpulkan dan mengkombinasikan data performance dengan seperangkat tujuan yang telah ditetapkan. Definisi Scriven ini, tidak hanya memberikan tekanan pada pencapaian hasil, akan tetapi juga memberikan perhatian pada aspek proses.
1.         Evaluasi Formatif
Scriven mendefinisikan evaluasi formatif sebagai suatu evaluasi yang biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Sementara Weston, McAlpine dan Bordonaro menjelaskan bahwa tujuan evaluasi formatif adalah untuk memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan suatu produk atau program. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Worthen dan Sanders bahwa evaluasi formatif dilakukan untuk memberikan informasi evaluative yang bermanfaat untuk memperbaiki program.
Dalam konteks bimbingan dan konseling, evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan data untuk menentukan keberhasilan atau menilai tentang kelebihan dan kelemahan suatu program ketika program tersebut masih dalam tahap pengembangan. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk merevisi program layanan yang sedang dikembangkan dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai metode dan alat pengumpulan data tertentu.
Evaluasi formatif terdiri dari beragambentuk dan dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Adapun teknik dalam evaluasi formatif ini meliputi :

a.        Review Ahli.
Yakni evaluasi dimana ahli mengkaji ulang program layanandengan atau tanpa kehadiran evaluator. Ahli ini bias ahli materi, ahli teknis, perancang, atau instruktur. Proses ini adalah merupakan proses dimana seorang atau beberapa ahli melakukan review terhadap muatan program layanan yang masih kasar atau masih dalam rancangan untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya.
Review ahli memiliki kelebihan, antara lain: (1) Review menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil, atau uji lapangan, (2) kadang-kadang ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah.
Sedangkan kelemahannya antara lain: (1) Review ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa, (2) Review ahli memerlukan biaya yang tinggi jika orang ahli harus didatangkan dari wilayah yang jauh.
Informasi yang dapat digali dari pelaksanaan review ahli antara lain: (1) informasi yang berkaitan dengan materi seperti kelengkapan, akurasi, kepentingan, serta kedalaman, (2) informasi yang berkaitan dengan desain instruksional seperti kesesuaian dengan karakteristikdan dan, tugas perkembangan siswa, kesesuaian antara tujuan-materi-evaluasi, ketepatan pemilihan media, ketertarikan bagi siswa, (3) informasi yang berkaitan dengan implementasi seperti kemudahan penggunaan, kesesuaian dengan lingkungan belajr sebenarnya, kesesuaian dengan lingkungan, (4) informasi kualitas teknis seperti kualitas layout, grafis, audio, visual, dll.

b.        Evaluasi Satu-Satu
Evaluasi satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview draft kasar program layanan yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang evaluator. Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi ini memberikan informasi dari sudut pandang siswa.
Informasi yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek, antara lain: (1) materi, seperti tingkat kesulitan, kejelasan, daya tarik, serta kekinian materi, (2) desain instruksional, seperti kejelasan tujuan, kelogisan sistematika penyampaian materi, (3) implementasi, seperti tingkat kesulitan penggunaan, tingkat kemudahan dana, kemungkinan kesulitan yang dihadapi, (4) kualitas teknis, seperti kualitas animasi, video, serta layout.
Menurut Tessmer, untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa karakteristik yang bias dijadikan patokan, yakni:
1)       Pengetahuan siswa; meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan diberikan. Ini dapat dilakukan dengan hasil tes kemampuan awal atau penilaian guru BK.
2)    Kemampuan siswa; apakah siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi yang menunjukkan bahwa dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat.
3)  Minat siswa; meliputi apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk memelajari dan mereview program layanan yang sedang dikembangkan.
4)  Keterwakilan siswa; seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yangt memiliki kemampuan, keterampilan, dan motivasi.
5)   Kepribadian siswa; apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya selama evaluasi.

c.         Uji Lapangan
Uji lapangan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu program layanan yang sudah selesai dikembangkan, tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir.Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi akhir, memperoleh pendapat akhirdan menguji keefektifan serta kemampuan untuk diimplementasikan terhadap program layanan yang sudah dalam tahap akhir pengembangan.
Salah satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi ini akan diperoleh informasi apakan program layanan dengan menggunakan metode tertentu akan benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Tessmer ada beberapa focus penggalian informasi yang perlu dijadikan patokan dalam uji lapangan, diantaranya adalah:
1)        Kemampuan untuk dilaksanakan; seperti Dapatkah program layanan tersebut digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan? Apakah penggunanya memerlukan pelatihan khusus? Apakah diperlukan perangkat pendukung lain?
2)        Kesinambungan; seperti factor-faktor apa saja yang memungkinkan program layanan tidak digunakan? Akankah materi yang diberikan sudah kedaluarsa?
3)        Efektivitas; seperti apakah revisiyang telah dilakukan sebelumnya dapat meningkatkan pencapaian tujuan sebelumnya? Apakah siswa dapat mengaplikasikan materi yag diberikan?
4)        Kecocokan dengan lingkungan; seperti apakah program layanan tersebut dapat digunakan dalam beberapa variasi lingkungan (seperti di rumah, di kelas)?
5)        Hal-hal apa saja yang menyebabkan program layanan itu membosankan?

2.         Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang menilai hasil program atau akibatnya.Evaluasi sumatif adalah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya kegiatan belajar mengajar.Pola evaluasi ini dilakukan kalau guru bermaksud untuk mengetahui tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau penguasaan materi yang telah dicapai oleh siswa. Beberapa keuntungan dari evaluasi sumatif meliputi:
a.        Mereka bias, jika dirancang dengan tepat, menyediakan bukti untuk sebuah hubungan sebab-akibat
b.        Menilai efek jangka panjang.
c.         Menyediakan data mengenai dampak program.

C.      MODEL EVALUASI RESPONSIF
Evaluasi menurut Stake adalah usaha mendeskripsikan program-program dan memberikan judgement kepadanya.Evaluasi responsive adalah sebuah pendekatan untuk evaluasi pendidikan dan program lainnya.Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, evaluasi responsive lebih berorientasi pada aktivitas, keunikan dan keragaman social dari program.
Evaluasi responsive ditandai oleh cirri-ciri penelitian kualitatif naturalistic.Evaluasi responsive percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu mencari pengertian isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dalam program.Bentuk laporan evaluasi ialah studi kasus atau gambaran yang deskriptif. Focus utama evaluasi responsive adalah menunjukkan perhatian dan isu peserta/stakeholders.
Stake mencatat bahwa ia tidaklah mengusulkan suatu pendekatan baru k evaluasi, “evaluasi responsive memberikan focus pada orang-orang yang terlibat dalam evaluasi, dilakukan pada setting yang alamiah, dimana evaluator mengamati dan bereaksi.
Tujuan, kerangka, dan focus (dari dan tenang) evaluasi responsive muncul dari interaksi dengan unsure, dan pengamatan terhadap interaksi. Kondisi ini mengakibatkan evaluasi berkembang secara progresif artinya isu dalam evaluasi responsive berkembang sepanjang evaluasi dilakukan, sepanjang data-data dikumpulkan.Kunci dalam evaluasi responsive adalah evaluator harus mau mendengarkan audience-nya.

1.         Model Judgement Dari Stake
Evaluasi menurut Stake adalah usaha mendeskripsikan dan memberikan judgement pada program-program. Model evaluasi ini bukan hanya menekankan pada keputusan yang dibuat sepanjang evaluasi, tetapi juga menambahkan dimensi lain yaitu deskripsi. Model ini berpandangan bahwa kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan, peristiwa, kejadian atau objek, melainkan harus sampai kepada judgement mengenai baik-buruknya, efektif tidaknya proses dan akhirnya pada program. Stake mengatakan bahwa evaluasi tidak sempurna jika tidak memberikan judgement.Dalam memberikan judgement dapat digunakan standar atau criteria absolute (mutlak) atau relative.
Stake menawarkan tiga fase dalam evaluasi, yakni antecedent (pendahuluan atau persiapan), transaction-process (transaksi, proses implementasi) dan outcomes (keluaran atau hasil).
a.  Antecedent dimaksudkan untuk menilai sumber/modal/input, seperti tenaga keuangan, karakteristik siswa dan tujuan yang ingin dicapai.
b.   Tahap transaksi dimaksudkan untuk menilai rencana kegiatan dan proses pelaksanaannya, termasuk ke dalamnya urutan kegiatan, penjadwalan waktu, bentuk interaksi yang terjadi dan seterusnya.
c.         Outcomes dimaksudkan untuk menilai efek dari program setelah selesai dilaksanakan.
Untuk lebih ringkasnya perhatikanlah table berikut ini:

Fase evaluasi menurut Stake

Tahap
Deskripsi
Judgement
Antecedent
1.     Tujuan (merupakan tujuan/sasaran dan efek-efek yang diinginkan)
2.     Mengumpulkan data tentang aktivitas dan kejadian selama tahap ini, mendeskripsi kondisi yang ada.

1.     Standar criteria yang antecedent (persiapan) digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.     Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
Transaksi
1.    Tujuan (melaksanakan program)
2.    Observasi (perilaku nyata sehari-hari dari peserta, pelaksana termasuk penggunaan media, tes, dst).

1.    Standar kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.    Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).
Outcomes
1.    Tujuan (hasil-hasil apakah yang dirumuskan atau diramalkan)
2.    Observasi mengumpulkan data
1.     Standar kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.     Judgement (proses membandingkan tujuan, observasi dan standar).

Kriteria dalam sebuah evaluasi responsive berasal dari pokok persoalan dari semua stakeholdersyang terkait. Stakeholders adalah sekelompok orang yang tertatik pada kekuasaan. Di dalam evaluasi responsive stakeholders seharusnya berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi tersebut, hal tersebut meliputi perumusan pertanyaan, seleksi peserta, dan interpretasi penemuan.
Fase-fase evaluasi responsive yang telah dikembangkan oleh Stake adalah sebagai berikut:
a.         Pendahuluan, transaksi, hasil.
b.        Penanaman “tema”: mempersiapkan evaluasi dan studi kasus.
c.         Pengesahan/Konfirmasi.
d.        Memisahkan format yang digunakan untuk audience.
e.         Memasan laporan formal, jika ada.
f.         Bicara dengan klien, staf program dan audience.
g.        Identifikasi bidang program.
h.        Meninjau aktivitas program.
i.          Menemukan tujuan dan focus pada tujuan.
j.          Mengkonsep persoalan dan masalah.
k.        Identifikasi kebutuhan dan mengulang persoalan pokok.
l.          Memilih observasi, memutuskan dan pemberian instrument (jika ada)

2.         Kelebihan Dan Kekurangan
Kelebihan pendekatan responsive adalah kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan, dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigu dan tidak focus. Demikian juga evaluasi responsive dapat mendorong proses perumusan masalah dengan cara menyediakan informasi yang dapat membantu kita memahami isu secara lebih baik.
Keterbatasan pendekatan responsif adalah keengganannya membuat prioritas atau penyederhanaan informasi untuk pemegang keputusan dan kenyataan yang praktis tidak mungkin menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok. Evaluator dalam pendekatan responsif ini, harus dapat menempatkan diri di posisi orang lain. Dia tidak boleh membuat kesimpulan kepastian pada sumber data primer.Evaluator bertindak sebagai konselor, menolong peserta program, memperjelas pengertian mereka tentang programnya sendiri.Evaluator harus dilatih melakukan teknik-teknik penelitian kualitatif. Ini termasuk strategi open ended atau strategi akhir terbuka untuk pengumpulan data, seperti observasi dan wawancara yang semi-struktur. Ini termasuk juga teknik mengorganisir dan analisis data kualitatif.


D.      MODEL EVALUASI CIPP
Stufflebeam merumuskan evaluasi as a process of providing useful information for decision making.Definisi tersebut kemudian sedikit direvisi pada tahun 1973 yang menjelaskan bahwa evaluasi sebagai “the process of delineating, obtaining, dan providing useful information for judging decision alternative. Definisi ini memberikan tekanannya pada tiga hal, pertama bahwa evaluasi merupakan proses sistematis yang terus menerus, kedua bahwa proses ini terdiri atas tiha langkah yaitu (1) menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban dan informasi yang spesifik untuk digali, (2) membangun data yang relevan, (3) menyediakan informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan, dan ketiga bahwa evaluasi memberikan dukungan pada proses mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternative pilihan dan melakukan tindak lanjut atas keputusan tersebut.
Stufflebeam berpendapat bahwa evaluasi seharusnya memiliki tujuan untuk memperbaiki (to improve) bukan untuk membuktikan (to prove).Dengan demikian evaluasi seharusnya dapat membuat suatu perbaikan, meningkatkan akuntabilitas, serta pemahaman yang lebih dalam mengenai fenomena.
Pada akhirnya, ia melihat terdapat empat komponen evaluasi yang juga merupakan tahapan dalam evaluasi. Keempat komponen tersebut adalah context, input, process, serta product.
1.         Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu objek, seperti institusi, program, populasi target, atau orang, dan juga untuk menyediakan arahan untuk perbaikan. Objektifitas utama dari tipe ini adalah untuk menelaah status objek secara keseluruhan, untuk mengidentifikasikan kekurangan, untuk mengidentifikasikan kekuatan yang dimiliki yang dapat gunakan untuk memperbaiki kekurangan, untuk mendoagnosis masalah sehingga dapat ukan solusi yang dapat memperbaikinya, dan secara umum untuk memberikan gambaran karakteristik lingkungan/setting program.
Tujuan evaluasi konteks dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional bagi konselor dan administrator dalam menentukan tujuan dan kompetensi siswa, yang mana semua itu akan membantu membentuk program dan highlight berbagai elemen struktur dalam kebutuhan akan perhatian.
2.         Evaluasi Input (Input Evaluation)
Orientasi utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan program yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan. Evaluasi input mempermasalahkan apakah strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat. Evaluasi ini dilakukan dengan menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang relevan yang dapat digunakan.
Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas system, alternative strategi program, desain prosedur di mana strategi akan diimplementasikan. Evaluasi input ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia, baik guru bimbingan konseling, ataupun material, strategi solusi, relevansi desain prosedur, kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan berdasarkan telaah literatur, atau dengan mengunjungi program yang telah berhasil, atau berdasarkan ahli.
3.         Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan program sesuai dengan strategi yang telah direncanakan. Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasikan atau memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur atau implementasinya. Evaluasi proses juga bertujuan untuk menyediakan informasi sebagai dasar memperbaiki program, serta untuk mencatat, dan menilai prosedur kegiatan dan peristiwa.
Evaluasi proses ini dapat dilakukan dengan memonitor kegiatan, berinteraksi terus-menerus, serta dengan mengobservasi kegiatan, dan staf.
4.         Evaluasi Produk (Product Evaluation)
Evaluasi produk adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan, dan menilai pencapaian program. Evaluasi produk juga bertujuan mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan semua itu dengan objektif, konteks, input, dan informasi proses serta untuk menginterpretasikan kelayakan dan keberhargaan program.
Keempat komponen evaluasi CIPP bukanlah komponen yang berdiri sendiri-sendiri akan tetapi komponen yang saling berinteraksi secara dinamis. 


Berdasarkan alur yang ada pada diagram diatas, dapat dipahami bahwa evaluasi konteks merupakan evaluas yang dilakukan untuk merencanakan keputusan melalui penelaahan kebutuhan untuk menetapkan tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, maka untuk menstrukturisasikan keputusan dalam arti agar tujuan dapat tercapai maka diperlukan strategi. Menentukan strategi yang tepat dilakukan melalui evaluasi input. Strategi yang telah dirancang kemudian diterapkan dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang membuat dalam diagram terdapat keterangan bahwa evaluasi konteks dan evaluasi produk dilakukan secara simultan. Evaluasi proses untuk melihat implementasi dari strategi yang dipilih, sedangkan evaluasi produk untuk melihat apakah tujuan telah tercapai. Evaluasi produk ini kemudian menjadi dasar untuk menentukan keputusan mengenai program.

Tidak ada komentar: