SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Rabu, 22 Mei 2013

Pribadi Muslim Dalam Menemukan Pasangan Hidup


Setiap manusia pasti memiliki naluri untuk hidup, naluri adalah kepekaan terhadap sesuatu yang begitu dibutuhkan oleh diri individu. Juga manusia dibekali Allah Swt suatu naluri untuk mempertahankan eksistensi kehidupannya di dunia, yaitu naluri untuk berpasang-pasangan. Masing-masing makhluk memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya. Sepertinya, tidak ada satu naluri yang lebih dalam dan kuat dorongannya daripada bertemu dengan lawan jenis, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina, positif dan negatif, dsb.


Sebagaimana agama yang memahami fitrah manusia, Islam telah mensyariatkan pernikahan bagi setiap manusia. Dengan pernikahan, seseorang dapat memenuhi kebutuhan fitrahnya secara benar sebagai suami istri. Selain itu, mereka juga memperoleh pahala, karena telah melaksanakan ibadah yang sesuai dengan syariat-Nya.

Dalam pandangan Islam, menikah bukan sekedar formalisasi hubungan suami istri, pergantian status, atau upaya pemenuhan kebutuhan biologis manusia. Pernikahan bukan sekedar upacara sakral yang termasuk bagian daur hidup manusia. Menikah merupakan ibadah yang syariatkan oleh Allah Swt melalui rasul-Nya. Atas dasar ini pula pernikahan menjadi bukti ketundukan seseorang kepada Allah Swt dan rasul-Nya.

Penting sekali untuk diingat bahwa pernikahan itu adalah ibadah, jadi yang namanya ibadah itu telah ada tuntunannya sebagaimana ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, puasa, zakat, atau haji. Oleh karena itu, apabila pernikahan dinodai oleh bid’ah (hal-hal yang tidak diajarkan oleh Rasulullah saw) dan khurafat (ajaran yang tidak masuk akal, takhayul), maka tercabutlah status aktivitas tersebut dari ibadah dan malah bisa menjadi dosa. Sebagaimana firman Allah Swt :
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (TQS. Yaasiin; 36).

Ayat di atas menunjukkan tentang law of sex atau hukum berpasangan yang diletakkan oleh Allah Swt, terhadap segala sesuatu. Dengan demikian, pernikahan atau keinginan memiliki pasangan merupakan sunnatullah. Artinya, ketetapan tersebut diberlakukan oleh-Nya terhadap semua makhluk.

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, baik secara lahir maupun bathin, tanpa bantuan orang lain. Sehingga, diperlukan kerjasama serta interaksi harmonis antarindividu. Meski demikian, semakin dekat hubungan, semakin banyak tuntutan dan tidak mudah memeliharanya, misalnya hubungan pernikahan yang pada realitasnya tidak mudah dipertahankan. Pengalaman hidup dan dinamika kejadian dalam berinteraksi dengan orang lain membuktikan betapa sulitnya hubungan antar manusia. Namun ketika kita mampu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan sesama manusia lainnya, sebenarnya pada saat itu kita juga telah memenuhi kebutuhan dasar kita, yaitu kebersamaan.

Setiap orang pada umumnya pasti senang memiliki pasangan, tapi pernahkah kita bertanya mengapa demikian dan untuk apa sebenarnya?. Pasangan merupakan benteng sekaligus pendukung kita. Bahkan, ia menjadi representasi diri kita yang berada di luar. Oleh karena itu, dalam kehidupan berumah tangga, tidak ada istilah problem pribadi, tapi wajib dipandang sebagai problem bersama. Kebersamaan dalam ikatan pernikahan merupakan puncak penyatuan jiwa, akal, harapan, dan cita-cita. Kebersamaan tersebut merupakan kebersamaan yang paling mendukung lahirnya ketenangan dan ketentraman hidup. Tidak ada satu kebersamaan pun yang melebihi kebersamaan dalam pernikahan.

Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, lalu menjadi dorongan yang sulit dibendung ketika dewasa. Kesendirian dan keterasingan dapat menghantui manusia. Sebab pada dasarnya, manusia memiliki sifat ketergantungan pada orang lain.

Ketika Anda Memilih Pasangan Hidup

Menurut pandangan Islam, pernikahan bukan hanya persoalan pribadi, namun juga persoalan sosial yang paling besar. Oleh karenanya, segala hal yang ditimbulkan oleh kesalahan dalam memilih pasangan tidak hanya berdampak pada pasangan suami istri, tetapi juga bisa meluas dan merambat ke masyarakat. Sehingga muncullah penyakit-penyakit sosial sebagai dampak perceraian, karena komponen dalam masyarakat itu sendiri terdiri dari beberapa keluarga.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. Rasulullah Saw, bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat hal; harta, keturunan, dan agamanya. Pilihlah atas dasar agama, tentu kamu akan bahagia.” (HR. Bukhari).

Dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr. Rasulullah Saw, bersabda : “Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya. Sebab, boleh jadi kecantikan itu akan membinasakannya. Dan, janganlah kamu menikahi mereka karena hartanya. Sebab, boleh jadi harta tersebut akan menjadikannya sombong. Tetapi, nikahilah perempuan karena agamanya. Budak yang hitam kulitnya, tetapi taat beragama, ia adalah lebih utama.” (HR. Ibn Majah, Bazzar, & Baihaqi).

Ketika Rasulullah Saw, mengatakan, “Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya. Sebab, boleh jadi kecantikan itu akan membinasakannya”, hal itu bukan merupakan larangan mempertimbangkan kecantikan atau ketampanan calon pasangan hidup. Tetapi, merupakan larangan agar tidak menjadikan wajah sebagai satu-satunya alasan atau motivasi untuk menikahi seseorang. Sebab, kecantikan atau ketampanan kadang membawa petaka dan menimbulkan fitnah jika tidak dijaga dengan akhlak mulia. Jadi, bijaksanalah anda bila memilih pasangan hidup, selalu minta perlindungan Allah Swt dari tipu muslihat setan laknatullah yang selalu menghasut serta menggoda kita menuju jurang kesesatan dan kenistaan. Pilihlah yang cantik, namun cantik bukan segala-galanya.

Dalam memilih pasangan yang benar dan baik, kita perlu mengetahui ciri-ciri juga kriteria pria/ wanita yang memiliki kualitas pribadi muslim yang bagus. Ada cukup banyak perbedaan di masyarakat dalam mempersepsikan pribadi muslim. Banyak orang menganggap bahwa pribadi muslim hanya terdapat pada orang yang rajin menjalankan Islam dalam hal ubudiah semata. Padahal, ubudiah hanya salah satu bagian dari beberapa bagian lainnya yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Jika disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter yang mencerminkan pribadi muslim, antara lain sebagai berikut :

a.       Salimul Akidah (akidah yang benar)
    Akidah merupakan persoalan yang sangat penting dalam diri setiap muslim. Dengan akidah yang benar, seorang muslim mampu memiliki ikatan yang kuat dengan Allah Swt, sehingga tidak akan terjerumus pada kesesatan dan penyimpangan.

b.      Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Seorang pasangan yang ideal adalah pasangan yang betul-betul mengedepankan tata cara beribadahnya, taat terutama dalam urusan shalat. Rasulullah Saw bersabda; “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Berdasarkan hadist tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap ibadah harus merujuk pada sunnah beliau yang benar.

c.       Mathinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda; “Jika kalian didatangi oleh laki-laki yang kalian ridha terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini, serta kerusakan yang luas”. Akhlak yang kuat merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim baik kepada Allah Swt, maupun terhadap makhluk-Nya. Dengan akhlak mulis, manusia bisa bahagia dalam hidup di dunia dan akhirat.

d.      Qawiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Kekuatan jasmani juga menjadi salah satu ciri pribadi muslim. Seorang muslim yang memiliki kekuatan jasmani mempunyai daya tahan tubuh, sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisik yang kuat. Shalat, puasa, dan haji merupakan beberapa bentuk ibadah yang pelaksanaannya memerlukan fisik yang sehat dan kuat. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus menjadi perhatian anda pula dalam memilih pasangan hidup.

e.       Mutsaqqoful Fikri (cerdas dalam berpikir)
Kecerdasan pikiran termasuk salah satu komponen pembentuk kepribadian muslim. Cerdas juga adalah salah satu sifat rasul, yaitu fathanah (cerdas). Sebagaimana pula dijelaskan di dalam Al-Qur’an, misalnya seperti ayat berikut : “... Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 219). Islam menganjurkan setiap muslim untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Dengan demikian, seorang muslim dengan pribadi muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.

f.       Mujahadatul Linafsihi (berjihad melawan hawa nafsu)
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat buruk. Sehingga, seorang muslim harus selalu berjuang dan melawann hawa nafsu yang mengajak pada keburukan. Perjuangan tersebut menuntut adanya kesungguhan dan tindakan yang nyata. Hawa nafsu dalam setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak beriman seorang dari kamu, hingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam).” (HR. Hakim).

g.      Harishun ’ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Setiap muslim dituntut untuk pandai mengelola waktu, sehingga dengan begitu waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif dan mengurangi tindakan sia-sia. Rasulullah Saw, selalu memperingatkan kaum muslim untuk memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara yaitu; waktu hidup sebelum waktu mati, sehat sebelum sakit, waktu muda sebelum datangnya waktu tua, senggang sebelum sibuk, dan kaya sebelum miskin. Jadi, pertimbangkanlah pasangan hidup anda yang pandai dalam menggunakan waktunya dengan tujuan baik.

h.      Munadzamun fi Syu’unihi (teratur dalam urusan)
Dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan ubudiah maupun muamalah, setiap urusan harus diselesaikan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka harus dikerjakan sama-sama dengan tuntas dan baik. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan, dan berbasis ilmu pengetahuan dalam setiap pekerjaan yang dia lakukan, perihal tersebut merupakan hal-hal yang wajib diperhatikan secara serius sebagai seorang muslim.

i.        Qadirun ‘alal Kasbi (memiliki kemampuan untuk mandiri)
Karakter lain yang harus ada dalam diri seorang muslim adalah kemampuan berusaha sendiri (mandiri). Sebab, mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkan nilai-nilai kehidupan dibutuhkan sikap kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Perlu anda ingat, sosok seorang pribadi muslim tidak selalu miskin, seorang muslim wajib dan harus kaya agar bisa menunaikan ibadah haji, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Dengan tujuan menciptakan kemandirian itulah, seorang muslim wajib memiliki keahlian apa saja, asalkan baik dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, serta orang lain.

j.        Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Bermanfaat bagi orang lain merupakan tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud adalah manfaat yang baik, sehingga di mana pun ia berada, orang di sekitar dapat merasakan manfaatnya. Ini berarti setiap muslim itu harus berpikir, mempersiapkan diri, dan berupaya semaksimal mungkin agar bisa memberikan manfaat dan mengambil peran dalam masyarakat. Rasulullah Saw, bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy).

Kita adalah makhluk dengan kesempurnaan yang Allah berikan dengan sebaik-baik kepada makhluk-Nya, juga kita telah diciptakan untuk berpasang-pasangan di muka bumi ini. Mungkin saat ini dari anda ada yang sudah menemukan pasangannya, ada juga yang belum. Mungkin anda ada yang merasa belum menemukan pasangan hidup yang pas, padahal anda telah memiliki pasangan. Mungkin juga ada dari anda yang bingung atau bahkan tidak tahu bagaimana cara untuk menemukan pasangan yang cocok bagi anda. Perlu sekali anda ingat bahwa, pasangan anda adalah cerminan dari perilaku anda. Jadi, apabila anda ingin menemukan pasangan yang baik, anda harus terlebih dahulu menjadikan diri anda baik dan bermanfaat bagi orang banyak.

Billahi fii sabilil haq, Fastabiqul khairat.. wassalamualaikum wr. wb...!!
Baca SelengkapnyaPribadi Muslim Dalam Menemukan Pasangan Hidup