SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Sabtu, 16 Maret 2013

Bimbingan Konseling TK & SD : Konseling Untuk Anak


Konseling Pada Anak
Masa anak-anak adalah masa yang paling asyik, begitu sebagian bunyi slogan yang entah benar tidaknya karena masa anak-anak adalah masa-masanya manusia bebas untuk bermain jauh dari realita. Adapula masa anak-anak itu dianggap tidak penting, anak-anak dianggap sebagai bagian pasif dari budaya orang dewasa, sebagai objek kosong yang perlu diisi oleh beragam informasi dan nilai-nilai. Sehingga ada pernyataan mengatakan bahwa anak-anak itu hanya untuk dilihat, tidak usah didengar.
Sekarang barulah muncul gagasan-gagasan teoritik yang mengatakan bahwa masa anak-anak itu awal dari kehidupan dan masa pembentukan karakter yang paling krusial. Masa anak-anak yang sehat dianggap penting untuk perkembangan selanjutnya. Perkembangan konseling turut serta dalam kajian tentang masa anak-anak, awalnya konseling dianggap tidak diperlukan karena anak-anak belum memiliki masalah-masalah yang berarti. Namun sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi sehingga anak-anak merupakan target konseling yang sangat penting.


Sifat Dasar Anak
Masa kanak-kanak merupakan masa yang unik, masa belajar yang sangat penting bagi perkembangan seorang individu. Konselor untuk anak yang baiknya haruslah memahami perkembangan anak yang normal sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi anak-anak yang memiliki masalah. Rousseau (Baruth dan Robinson III, 1987) mengatakan bahwa orang dewasa harus dipandang sebagai orang dewasa, dan anak sebagai anak, dan jalan menuju kesejahteraan jiwa adalah memberi anak-anak tempatnya masing-masing.
Menurut Maslow (1968) ada delapan karakteristik umum dari anak yang sehat yaitu :
1.      Spontan, ingin berinteraksi dengan lingkungan dan mengekspresikan keterampilan yang dimilikinya.
2.      Sehat secara fisik, tidak didominasi rasa takut dan merasa cukup aman untuk mengambil sebuah resiko.
3.      Pengalaman dengan lingkungan diperoleh secara kebetulan atau dengan bantuan orang lain/ orang dewasa.
4.      Cukup aman dan percaya diri dalam melakukan interaksi dan menerima berbagai konsekuensinya.
5.      Akan mengulangi pengalaman-pengalaman yang menurutnya berhasil.
6.      Kemudian berkembang ke arah pengalaman yang lebih kompleks.
7.      Pengalaman-pengalamannya yang sukses akan meningkatkan self-esteem dan perasaan mampu, memberi kekuatan, serta kontrol diri.
8.      Memilih untuk terus tumbuh dan maju.

Karakteristik Konseling Pada Anak-Anak
Anak-anak merupakan penonton atau cermin pada dunia orang dewasa, karena segala kebutuhannya untuk hidup masih sangat tergantung pada orangtua dan orang dewasa. Anak-anak terpaksa harus mengikuti, mereka belum mampu mengubah lingkungannya. Dalam hal konseling pada anak, peran konselor sebagai konsultan dan agen perubahan yang utama, konselor dapat melakukan hal-hal seperti ; mencoba mengubah anak sehingga lebih cocok dengan lingkungannya, mencoba mengubah lingkungan agar anak dapat berlaku dengan baik, atau gabungan dari kedua usaha tersebut.
Konseling pada anak haruslah memperhatikan pola pikir mereka yang masih cenderung egosentris yaitu sangat terpaku pada pola pikirnya sendiri. Anak-anak juga lebih intuitif dan konkret dalam berpikir sehingga sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak. Pada anak-anak yang lebih kecil, orientasi mereka adalah masa sekarang, karena itulah pertemuan konseling sedapat mungkin dilakukan minimal dua kali seminggu agar mereka memperoleh manfaatnya. Proses konseling akan lebih bermakna bila anak memperoleh kesempatan untuk melakukan ekplorasi secara konkret, misalnya membuat sesuatu, bermain dengan sesuatu, dan lain-lain yang memberi kesempatan untuk mengeksplorasi secara konkret dunianya.


Konseling Anak Usia Dini (2-5 Tahun)
Bagi anak-anak usia dini, jarang sekali dilakukan konseling secara langsung, lebih tepatnya bisa disebut konsultasi, yaitu konselor melakukan intervensi kepada orang dewasa yang dekat dengan kehidupan anak dan dapat membantu masalah yang dihadapi anak. Konsultasi bisa dilihat sebagai suatu aktivitas di mana konselor bekerja dengan pihak ketiga untuk membantu klien. Fokusnya dari konsultasi adalah untuk prevensi dari faktor-faktor lingkungan. Konsultasi dapat dilakukan dengan cara-cara dan pada taraf yang berbeda, seperti sebagai berikut :
1.  Konsultasi Individual; konselor mengadakan konsultasi dengan orang-orang yang dekat dengan anak. Misalnya : orangtua, guru, anggota keluarga lain.
2. Konsultasi Kelompok; konselor melakukan konsultasi dengan sekelompok individu yang dapat mempengaruhi populasi anak secara umum. Misalnya : guru-guru yang ingin meningkatkan keterampilan di bidang hubungan interpersonal, dan orangtua yang ingin meningkatkan pemahaman tentang perkembangan anak.
3.   Konsultasi Organisasi; konselor menjadi konsultan dari suatu organisasi atau institusi yang memberi jasa kepada populasi anak, seperti misalnya : sekolah, panti asuhan atau yang lain sebagainya.
4.     Konsultasi Masyarakat; merupakan fokus terbesar dari konsultasi yang memiliki cakupan dan dampak yang luas atau menyeluruh. Misalnya : penyuluhan sosial yang di integrasikan dengan pendidikan atau kesehatan kepada masyarakat dalam suatu wilayah atau yang lebih luas lagi.

§  Tahapan-Tahapan Konsultasi
1.    Preentry. Mengklarifikasi nilai-nilai, kebutuhan dan asumsi-asumsi konsultan tentang manusia dan organisasi, juga melakukan asesmen terhadap kemampuan konsultasi.
2.  Entry. Mendefinisikan dan menetapkan hubungan konsultasi, aturan permainan, juga pernyataan tentang problem.
3.      Pengumpulan data. Mengumpulkan data untuk membantu klarifikasi masalah.
4.      Mendefinisikan masalah. Menggunakan informasi yang ada untuk menentukan sasaran perubahan.
5.   Menentukan solusi. Melakukan analisis dan sintesis dari informasi untuk mencari solusi terbaik terhadap masalah.
6.      Implementasi rencana.
7.      Evaluasi. Pemantauan aktivitas (evaluasi proses) sampai ke hasil (evaluasi hasil).
8.    Terminasi. Menyetujui untuk menghentikan kontak langsung dengan konsultan, dengan pemikiran bahwa efek konsultasi diharapkan akan tetap berlanjut.

§  Karakteristik Hubungan Konsultasi
1.      Merupakan suatu hubungan sukarela, yang awalnya bisa dicari oleh konsultan ataupun konsulte (orang atau instansi yang akan menerima konsultasi).
2.      Kedua belah pihak mempunyai hak untuk mundur dari hubungan ini pada suatu saat.
3.     Difokuskan pada membantu konsulte memenuhi peranannya sebagai mahasiswa, orangtua, guru dan lain-lain dengan cara yang lebih produktif yang akan memberi manfaat pada populasi klien.
4.    Merupakan hubungan yang sifatnya kooperatif, baik konsultan maupun konsulte bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah atau untuk mencapai sasaran.
5.   Merupakan sesuatu yang berorientasi pada proses, konsultan memberi model tingkah laku efektif dan berusaha mengembangkan keterampilan konsulte sehingga konsulte dapat lebih baik menanggulangi masalah yang serupa di kemudian hari.


Konseling Anak Pada Middle Childhood (5-9 Tahun)
Secara umum, anak-anak usia ini menghadapi masalah pada empat area (Baruth & Robinson III, 1987) :
1.      Sekolah:
·         Memahami guru dan dipahami guru,
·         Takut bertanya di kelas,
·         Menghadapi tugas-tugas yang terlalu sulit,
·         Ingin lebih baik pada mata pelajaran tertentu,
·         Tidak menyukai bidang tertentu,
·         Dibebani pekerjaan yang terlalu mudah.

2.      Keluarga:
·         Ingin lebih dekat dengan orangtua,
·         Merasa orangtua terlalu ketat dan berharap terlalu banyak,
·         Ingin punya relasi lebih baik dengan saudara sekandung,
·         Ingin mempunyai lebih banyak kebersamaan dengan orangtua.

3.      Hubungan dengan orang lain:
·         Ingin punya lebih banyak teman,
·         Bahan ejekan teman,
·         Membuat teman yang disukai mau bermain dengannya,
·         Takut bicara dengan orang,
·         Belajar menyesuaikan dengan orang lain; untuk menjadi bagian dari sesuatu dan diterima.

4.      Diri sendiri:
·         Tidak bahagia,
·         Merasa tidak akurat secara fisik, sosial atau pribadi,
·         Belajar bagaimana mengelola perasaan,
·         Belajar menangani perasaan malu (shyness) atau perasaan sepi (lonesome).


Beberapa Teknik yang Dapat Digunakan
Konseling Melalui Bermain
Menurut Baruth dan Robinson III (1987), salah satu bentuk konseling yang sering digunakan untuk anak usia sekolah ini adalah konseling melalui bermain. Cara ini didasarkan pada fakta bahwa bermain merupakan cara natural bagi anak untuk mengekspresikan diri. Jadi bermain anak memperoleh kesempatan untuk play out perasaan-perasaan dan masalahnya.

Friendship Group
Baruth dan Robinson III (1987) menyebutkan suatu cara lain, yaitu dengan pelatihan “kelompok pertemanan”. Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk menjajaki hubungan teman sebaya (peer) yang positif. Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen (laki, perempuan, berbagai etnik, dan lain-lain). Pemilihan anggota kelompok ini berdasarkan pada minta dan rujukan oleh guru, asesmen dilakukan oleh konselor untuk memilih setiap anggota kelompok dalam satu kelompok. Pada dasarnya melalui kelompok ini anak belajar mengenai arti persahabatan serta aturan-aturan penting dalam hubungan persahabatan. Mereka diminta untuk mengobservasi teman kelompoknya, bermain peran, berdiskusi mengenai minat dan kelebihan masing-masing dan kemudian ditutup dengan pengungkapan kesan-kesan dari pertemuan mereka selama ini dalam pesta perpisahan.

Eksplorasi dari Isi Mimpi
Anak-anak pada dasarnya hidupnya banyak diselimuti mimpi, entah itu mimpi dalam arti bunga tidur maupun mimpi dalam arti impian, harapan atau cita-cita. Anak-anak yang menyangkal mimpi atau mengatakan tidak ingat isi mimpi mereka biasanya tidak menolak untuk mengarang sebuah mimpi atau berpura-pura bahwa mereka bermimpi. Isi dari “mimpi buatan” ini dapat memberi wawasan lebih lanjut tentang kehidupan fantasinya. Eksplorasi dari mimpi anak dapat menjadi sarana yang bemanfaat untuk masuk ke dalam pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari oleh anak.

Menggunakan Board Games dan Aktivitas Formal Lainnya
          Barker (1990), menggunakan board games (seperti ular tangga, halma, dll) untuk menjalin kontak dengan anak-anak yang enggan untuk bicara banyak tentang dirinya sendiri dalam percakapan dan tidak dapat bermain dengan bebas dengan mainan dan materi-materi bermain lainnya yang ada. Board games atau permainan berstruktur formal lainnya, bisa lebih daripada hanya sarana untuk menjalin rapport dan membuat anak merasa nyaman. Misalnya dapat dilihat rasa percaya diri anak, kemauannya untuk bermain sesuai dengan peraturan dan tidak bermain curang. Rasa marah, sedih, putus asa, takut gagal, kemampuan menikmati permainan atau ekspresi untuk sukses dapat dilihat dari cara dan sikap anak dalam bermain.


Konseling Pra-Remaja (9-12 Tahun)
Usia ini seing disebut sebagai usia laten. Anak-anak usia ini cenderung berkelompok dengan teman sebaya dari jenis kelamin sama dan mempunyai ciri “ada dalam keadaan tidak aktif”, dan untuk orang dewasa sering tampak seperti ada dalam dunianya sendiri. Bentuk konseling yang dianjurkan adalah konseling bermain dan konseling dengan menggunakan media seperti seni, musik, drama, guided fantasy dan literatur.

Media Seni untuk Konseling
          Menurut Gumaer (Baruth & Robinson III, 1987). Seni dalam kegiatan konseling dapat bermanfaat bagi anak dalam hal seperti :
1.     Seni melibatkan anak untuk menggunakan pikiran dan panca indranya. Seni menuntut anak untuk berpikir sebelum bertindak. Mereka dilatih untuk menggabungkan berbagai input untuk menjadi produk yang terintegrasi (misalnya lukisan, patung).
2.    Anak dapat mengekpresikan pikiran dan perasaannya yang berhubungan dengan masa lalu, saat ini, maupun memproyeksikannya ke dalam aktivitas di masa depan.
3.   Seni memungkinkan anak untuk melakukan katarsis dari emosi-emosi negatif dalam bentuk yang dapat diterima lingkungannya. Anak yang agresif terhadap orang lain seringkali karena mereka tidak mempunyai strategi alternatif untuk melepaskan ketegangan mereka.
4.   Seni merupakan produk hasil dari inisiatif diri dan dikontrol oleh anak sehingga meningkatkan perkembangan ego.
5.      Media seni, proses artistik, dan hasil jadinya memberikan perasaan telah berprestasi, kepuasan dan harga diri.
6.      Seni dapat membantu pembentukan rapport dengan anak-anak yang pemalu, ragu-ragu atau nonverbal.
7.   Melalui seni, terapis dapat menyentuh aspek-aspek bawah sadar pada anak tanpa harus berhadapan dengan mekanisme defensnya.
8.      Seni memberikan tambahan data diagnostik bagi informasi lain yang diperoleh dalam konseling.

Bibliocounseling
Dalam konseling dengan pra-remaja dapat pula digunakan buku, puisi, cerita rakyat, dan sebagainya. Beberapa manfaat dari bibliocounseling adalah :
1.      Memberi informasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
2.      Memberi instruksi dan petunjuk untuk pengembangan keterampilan.
3.      Mengidentifikasi dan memuaskan minat pribadi.
4.      Membantu membawa masalah yang direpresi ke alam kesadaran.
5.      Membantu pengkajian topik yang bersifat pribadi dan mengancam dengan memberi ide-ide dan cara-cara untuk mengomunikasikannya.
6.      Membantu pemahaman diri dan pemahaman tentang diri dalam hubungan dengan orang lain.
7.      Membantu proses sosialisasi dengan menstimulasi perasaan menjadi bagian dengan orang lain.
8.   Membantu timbulnya perasaan universalisasi, well-being, dan rasa aman dengan membantu anak-anak dengan memberi pemahaman bahwa orang-orang lain juga merasakan seperti mereka dan telah mengalami pengalaman serupa. Mengurangi perasaan sendiri dan terisolasi yang tipikal untuk anak-anak yang bermasalah.
9.      Membantu anak untuk rileks dengan mengurangi anxietas melalui kelegaan emosional.
10.  Membantu pengujian kembali sikap dan nilai.
11.  Memberi kesenangan dan hiburan melalui pengalaman estetik.
12.  Mengembangkan apresiasi kritis dan estetik mengenai nilai buku dan bentuk literatur lain (Gumaer ; Baruth & Robinson III, 1987).

Talk Therapy
          Barker (1990) menyebutkannya sebagai the talking interview. Tidak selamanya media perantara perlu digunakan dalam konseling. Sebagian anak-anak yang usianya lebih tua, lebih suka bicara langsung kepada konselor daripada menggunakan media perantara. Kepada anak-anak usia ini dapat dilakukan percakapan biasa seperti halnya pada remaja.

Melakukan konseling atau wawancara dengan anak merupakan suatu tantangan karena sangat membutuhkan keterampilan. Konselor harus siap untuk menghadapi berbagai macam rintangan. Anak-anak biasanya tidak asertif dan jarang yang menentang orang dewasa. Mereka biasanya akan memberi jawaban seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Anak-anak juga sanagat mudah untuk terdistraksi, konsentrasi dan fokus anak biasanya mudah terpecah dan mungkin tidak memahami maksud perkataan anda. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh konselor yang berbicara dengan anak-anak, mereka harus menjaga agar tidak terpancing oleh sikap anak. Bila anak ketakutan atau tertekan biasanya dia justru akan diam. Berbicara dengan anak memang adalah suatu tantangan, tetapi bisa sangat menyenangkan, karena semua itu adalah suatu seni dalam mendidik dan membimbing.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Daftar Rujukan
-          Barker, P (1990). Clinical interview with children and adolescent. New York: W. W. Norton & Co.
-          Baruth, L.G. & Robinson III, E.H. (1987). An introduction to the counseling profession. Englewood Cliffs, N.J: Prentice Hall.
-          Corey, G. (2001). Theory and practice of counseling and psychotherapy. Sixth Ed. Belmont, CA: Wadsworth.
-          Lesmana, J.M. (2005). Dasar-dasar konseling. Jakarta: UI.
Baca SelengkapnyaBimbingan Konseling TK & SD : Konseling Untuk Anak

Kamis, 14 Maret 2013

Makalah Konseling Kelompok Behavioral


BAB I
PENDAHULUAN

       A.    Latar Belakang Pembahasan
Individu-individu yang menempati wilayah tertentu merupakan suatu perkumpulan atau disebut dengan kelompok. Dengan demikian, kehidupan individu itu tidak terlepas dari kelompok, baik kelompok kecil seperti keluarga dan kelompok kerja, maupun kehidupan kelompok besar seperti masyarakat, bangsa, dan lain sebagainya.
Menurut Hernert Smith, kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi.
Jadi, dapat diambil pemahaman bahwa kelompok merupakan kumpulan individu yang mengadakan interaksi secara mendalam antara satu sama lain. Mereka memiliki kesatuan persepsi untuk bertingkah laku di dalam maupun di luar kumpulan mereka. Sementara itu, konseling kelompok adalah layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
Mengingat peranan konseling kelompok dalam kehidupan sekarang ini bukan hanya menjadi salah satu teknik penting dalam profesi Bimbingan dan Konseling khususnya di lingkungan pendidikan, namun telah menjadi salah satu teknik terapi dan peningkatan pengelolaan emosi dan tingkah laku yang efektif seperti yang sudah banyak dilakukan di negara-negara maju. Format konseling kelompok bisa mengurangi ketakutan untuk mengungkapkan emosi, dan menawarkan pelatihan ulang dalam pengungkapan emosi yang lebih sesuai.
Konseling kelompok yang dilakukan dengan baik sangat efektif dalam menangani masalah psikologis, misalnya masalah antarpribadi. Untuk dapat melakukan proses konseling kelompok yang baik sangat diperlukan pemahaman dan pengaktualisasikan teknik-teknik konseling yang ada ke dalam konseling kelompok secara tepat dan sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh konseli.
Teknik-teknik konseling yang dapat diterapkan dalam konseling kelompok cukup banyak, teknik-teknik tersebut ada yang berdasarkan pendekatan individual, teknik komunikasi, serta teknik-teknik terapan lainnya sehingga dalam melakukan kegiatan konseling kelompok, konselor hendaknya selalu mengaktualisasikan teknik dan kemampuannya. Jadi pemahaman teknik-teknik konseling yang baik sangat mendukung pelaksanaan konseling kelompok yang efektif dan efisien.

      B.     Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan latar belakang pembahasan yang sudah dijelaskan di atas, jadi kegiatan konseling kelompok itu dapat berjalan dengan baik apabila pemahaman tentang teknik-tekniknya diketahui dengan baik dan benar oleh penggunanya.
Mengingat teknik-teknik konseling konseling kelompok ada cukup banyak, jadi dalam makalah ini akan menjelaskan salah satu teknik konseling kelompok yaitu Teknik Konseling Behavioral, yang mana cakupan pembahasannya adalah:
1.      Sejarah dari konseling behavioral.
2.      Konsep dasar konseling behavioral.
3.      Peranan konselor dengan konseli dalam konseling kelompok.
4.      Serta prosedur dan proses melakukan konseling kelompok ini.

      C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :
1.     Untuk mengetahui sejarah, konsep, dan teknik pelaksanaan konseling behavioral dengan baik dan benar.
2.      Memahami metode dan ciri khas yang terdapat dalam pelaksanaan konsep teori behavioral dalam format konseling kelompok.
3.  Menjelaskan kajian-kajian dan peranan konselor dan konseli dalam proses konseling kelompok behavioral.
Adapun manfaat dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :
1.   Memberikan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan kajian teoritik juga berdasarkan kajian historik.
2.  Memberikan gambaran dan perbandingan dari teknik-teknik konseling yang ada dan penerapannya dalam kegiatan konseling yang sebenarnya.
3.   Mengembangkan wawasan para pelaku dan pelaksanaan konseling dalam memahami kegiatan konseling kelompok behavioral.



BAB II
PEMBAHASAN

      A.    Sejarah Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi : (1) belajar di waktu yang lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang sekarang, (2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungan, (3) perbedaan-perbedaan biologik baik genetik atau karena gangguan fisiologik.
Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan tersendiri mengenai perilaku, yaitu :
1.   Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
2.  Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi kencenderungan kelompok.
3.  Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri.
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1.      Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangasangan).
2.      Operant Conditioning
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu konseli untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang maladaptif (Gladding, 2004).
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu konseli yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi psikoseksual. Juga bermanfaat untuk membantu mengurangi gangguan yang diasosiasikan dengan anxietas, stres, asertivitas, dan interaksi sosial (Gladding, 2004).
Pandangan teori behavioral secara umum terhadap perilaku manusia menyatakan bahwa, antara lain :
·       Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan (reinforcement).
·    Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan kelompok.
·      Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan motivasi di dalam diri.
·     Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.

      B.     Konsep Dasar Konseling Behavioral
Menurut Skinner, perilaku manusia atas konsekuensi yang diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif, maka individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif (hukuman), maka individu akan menghindari atau menghentikan tingkah lakunya. Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari behavioral adalah proses belajar dan lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai ancangan yang pragmatis.
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku.
Corey (2001) mengatakan bahwa konseling behavioral yang modern tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultur. Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Corey melihat Skinner sebagai penganut teori tingkah laki yang radikal yang tidak mengakui kemungkinan diri sebagai penentu dan kebebasan diri. Kecenderungan sekarang adalah untuk mengajarkan pengendalian kepada konseli, dengan demikian meningkatkan kebebasan mereka. Modifikasi tingkah laku bertujuan meningkatkan keterampilan individu sehingga mereka mempunyai lebih banyak pilihan dalam memilih suatu tingkah laku.
Adapun ciri-ciri dari karakteristik konseling behavioral antara lain adalah, yaitu :
·         Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
·      Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan;  prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
·     Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “sosial modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
·      Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan  konseling yang diberikan.
·      Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus di desain untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah khusus.

      C.    Peran Konselor dan Konseli Dalam Konseling Behavioral
1.      Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).
Fungsi dan tuga konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan  prinsip  dari  mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif  dengan perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan  seseorang dari  perilaku yang  mengganggu  kehidupan  yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki  sepanjang sasaran itu  sesuai  dengan  kebaikan masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara lain adalah :
1)      Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang ditunjukan oleh konseli.
2)      Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
3)      Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.
4)      Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan.
5)      Konselor harus memberikan reinforcement.
6)     Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.
2.      Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya behavioral tidak harus berasal dari konseli yang mempunyai permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota kelompok. Di sini, ada semacam sharing pendapat di antara teman sebaya dalam memecahkan sebuah persoalan.
Adapun peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling kelompok behavioral, antara lain adalah :
1)      Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan menguatkan perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan.
2)      Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3)      Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral sangat terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
·         Konselor memahami dan menerima konseli.
·         Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.
·         Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.

      D.    Proses Konseling Kelompok Behavioral
Untuk memberikan gambaran singkat tentang proses konseling kelompok secara umum, berikut urutan proses pelaksanaannya :
1.      Konselor memperkenalkan diri, kemudian mempersilahkan masing-masing anggota kelompok untuk memperkenalkan diri mereka.
2.      Konselor menjelaskan aturan main dalam konseling kelompok.
3.      Konselor menyuruh setiap anggota kelompok mengemukakan persoalan yang saat ini dihadapi.
4.      Setelah semua anggota sudah menyampaikan permasalahan, maka konselor bersepakat dengan semua anggota kelompok untuk membahas satu permasalahan yang dianggap paling mendesak untuk dipecahkan.
5.      Mempersilahkan setiap anggota kelompok untuk menanggapi persoalan yang dibahas.
6.      Setelah menemukan solusi terhadap persoalan, konselor menanyakan kesanggupan anggota kelompok untuk melaksanakan kesepakatan bersama.
7.      Menutup pertemuan dengan kalimat yang baik dan doa.
Guna mencapai perubahan yang menjadi tujuan penyelenggaraan konseling behavioral, maka tahap-tahap pelaksanaan konseling harus sistematis. Hal ini disebabkan konseling behavioral berbasis pada tingkah laku khusus yang akan dirubah. Berikut merupakan tahapannya :
1.      Memulai Kelompok (Beginning The Group)
Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian kelompok, serta mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan memulai membangun sebuah kebersamaan kelompok.
2.      Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition of the Problem)
Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu.
3.      Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History)
Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dan konflik-konflik yang dialami.
4.      Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal)
Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral. Tujuan yang spefisik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah.
5.      Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change)
Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral yang spefisik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.
6.      Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired Behavior)
Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi di mana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tingkah laku adalah hasil belajar, manusia merupakan hasil dari lingkungan tetapi juga pencipta lingkungan. Tidak ada asumsi dasar yang dapat merangkum seluruh prosedur dalam pendekatan tingkah laku.
Teknik konseling kelompok behavioral sangat menitikberatkan kepada pengubahan tingkah laku dan tindakan, tidak terkecuali dalam sebuah kelompok. Konselor dapat menjadi pembimbing tiba-tiba kemudian bisa pula menjadi fasilitator atau juga supervisor dalam sesi-sesi konseling yang dilakukan.
Teknik-teknik pengubahan tingkah laku yang khusus dalam behavioral adalah ; Pelatihan Asertivitas, Latihan Respon, Relaksasi, Desensitisasi Sistematis, Implosion dan Flooding, yang mana teknik-teknik ini dapat digunakan sesuai kondisi dan tingkat keperluannya dalam proses konseling kelompok.
Proses konseling kelompok behavioral ini jarang sekali dapat dilakukan hanya sekali, perlu beberapa sesi untuk setiap konseli agar benar-benar puas dan mengubah tingkah lakunya sesuai dengan harapannya. Namun konseling behavioral sangat efektif untuk mengurangi tingkat dan kecenderungan seperti kecemasan, kegalauan, kekhawatiran, kebingungan dan lain sebagainya dalam lingkup singkat.


SUMBER RUJUKAN

-          Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
-          Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
-          Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
-          Prayitno. (1998).  Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang.
-          Taufik. 2002. Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP.
-          WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta.
-          Lesmana, Jeanette Murad (2005). Dasar-Dasar Konseling. Universitas Indonesia. Jakarta.
Baca SelengkapnyaMakalah Konseling Kelompok Behavioral