SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Sabtu, 27 Oktober 2012

Komunikasi Meta Model Dalam Konseling


Tantangan Meta-Model

Landasan Teoritis
    Prinsip penyampaian tantangan meta-model ditemukan oleh Ricard Bandler dan John Grinder (1975), setelah mereka mempelajari secara mendalam dan meneladani kecanggihan berwicara dua pelopor psikoterapi terkemuka, Frederick S. Perls (pelopor terapi Gestalt) dan Virginia Satir (pelopor terapi Family System Therapy).
   Bahasan ini difokuskan pada penguasaan kecanggihan berwicara untuk dilatih dan dipraktekkan agar menguasai konseling canggih, Learning Questions Model.


Pengkodean (Pencatatan) Pengalaman
Pengalaman dikodekan (dicatat) pada tingkat terdalam sebagai kode-kode neurologis (visual, auditoris, kinestetik, olfaktoris, gustatoris) pada sistem saraf-representasi (peta) internal pada tingkat neurologis.
Representasi internal neurologis itu dapat pula dimaknai dan dinyatakan kembali dengan menggunakan simbol yang disebut bahasa atau wicara-represntasi (peta) linguistik.

Sifat Abstrak Bahasa atau Wicara
Karena bahasa atau wicara adalah simbol yang digunakan untuk memaknai dan mempresentasikan pengalaman internal neurologis, maka ia bersifat abstrak.
·         Bahasa yang sensory-specific, bersifat kurang abstrak.
·         Bahasa yang non-sensory-specific, bersifat lebih abstrak.

Terjadinya Wicara yang Kurang Representatif
Perlu diketahui, otak manusia setiap detik dibebani hampir 2 juta bit (keping) informasi, maka secara otomatis otak atau jiwa akan “mengatasi” keadaan ini dengan menghapus (delete), memukul rata (generalisasi), dan mengubah seenak sendiri (mendistorsi) bagian-bagian informasi tersebut.
Proses “mengatasi” itu juga terjadi ketika manusia menerima informasi yang tidak menyenangkan, menyakitkan, atau tidak sesuai dengan keinginannya.
Pemodelan bahasa menghasilkan wicara yang kurang representatif proses “mengatasi” banjir informasi yang berlangsung secara sadar itu disebut juga pemodelan bahasa, umumnya terdiri dari tiga macam proses : 1.) Distortion, 2.) Generalization, 3.) Deletion.

Tiga Proses Utama Pemodelan Bahasa
1.      Distortions
·      Nominalization
·      Mind-Read
·      Cause-Effect
·      Complex Equivalence
·      presupposition
2.      Generalizations
·      Universial Quantifiers
·      Modal Operators
·      Lost Performative
3.      Deletions
·      Simple Deletions
·      Comparative Deletions
·      Lack of Referential Index (unspecified nouns)
·      Unspecified Verbs
Distortions
a.      Nominalization
Membekukan proses, pergerakkan, tindakan, gagasan, pemahaman, dan konsep dalam satu kata yang seolah-olah adalah kata benda (nomina) yang representatif.
Contoh kata-kata produk nominalization : pendidikan, penyakit, disiplin, persahabatan, keputusan, cinta, ketakutan, strategi, dan sensasi.
Secara linguistik, nominalization dapat diartikan sebagai mengubah sesuatu proses tingkat struktur dalam (misalnya : pergerakkan, tindakan, dll.) menjadi peristiwa statis pada struktur permukaan.
Tanggapan yang perlu disampaikan berupa ajakan untuk mengubah kata benda menjadi kata kerja, untuk memulihkan proses, tindakan, pergerakkan, dll.
Contoh kalimat yang mengandung nominalization dan tanggapan yang perlu disampaikan :
“hubungan saya dengan dia buruk”
= “ bagaimana anda melangsungkan hubungan yang buruk itu.?
= “ bagaimana anda bisa begitu sanggup menjalani hubungan seperti itu.?
= “ apa yang membuat anda mampu bertahan dengan hubungan seperti itu.?

Contoh ungkapan yang mengandung nominalization :
“hubungan saya buruk”
“perilakunya tidak bisa diterima”
“dia tidak memiliki rasa hormat pada saya”
“sistem pendidikan kita amburadul”
“komunikasi merupakan masalah dalam perkawinan kami”
“manajemen telah membuat keputusan yang keliru”

b.      Mind-Read
Menyatakan mengetahui pikiran, motif, maksud dan pengalaman internal orang lain, padahal sesungguhnya hal ini hanya cerminan atau proyeksi dari pengalaman internal pewicara. Contoh kalimatnya :
“saya mengetahui dengan tepat apa yang ia rasakan”
Mind-read dapat ditanggapi dengan pernyataan :
“bagaimana anda mengetahui ...?”, atau
“bagaimana detailnya (terinci) anda dapat mengetahui ...?”
Tanggapan itu disampaikan untuk mengajak pewicara mempertanyakan asumsi yang ia gunakan, untuk menemukan sumber yang sebenarnya, dan untuk menemukan proses yang berlangsung.

Contoh ungkapan yang mengandung mind-read :
“dia tahu lebih banyak”
“saya yakin ia menyadarinya”
“saya tahu dia tidak peduli”
“dapat ku tegaskan bahwa ia tidak menyukaiku”
“mereka tidak tertarik”
“saya tahu kamu bingung”

c.       Cause-Effect
Menyatakan hubungan sebab-akibat tanpa deskripsi yang memadai, sehingga menjadi begitu sempit dan terbatas, namun dianggap berlaku sepenuhnya, tanpa kemungkinan atau pilihan lain.
Kata-kata yang mengindikasikan cause-effect :
Karena, menjadikan, membuat, dengan demikian, jika, karena, maka.....
“dia membuatku bingung”
Ungkapan yang mengandung cause-effect perlu ditanggapi dengan pertanyaan tentang proses, untuk mengetahui perincian peristiwa atau mekanisme yang menerangkan penyebab, dan untuk memperluas.
Contoh ungkapan yang mengandung cause-effect beserta tanggapan yang perlu disampaikan :
“dia membuatkuku marah”
= “bagaimana mungkin perbuatannya membuatmu marah?.”
= “perbuatannya yang bagaimana yang membuatmu marah.?”
= “saya tidak dapat mengerjakan tugas ini karena depresi.?”

Contoh ungkapan yang mengandung cause-effect :
“saya terlambat karena kamu”
“jika anda percaya pada saya, saya dapat melakukannya”
“anda menjadikan saya merasa...”
“karena kamulah saya tidak lulus”
“saya tidak dapat melakukannya karena saya bodoh”

d.      Complex Equivalence
Menggunakan bagian dari suatu pengalaman (suatu aspek dari pengalaman eksternal) sebagai sesuatu yang sama maknanya (equivalent) dengan makna keseluruhan pengalaman tersebut (keseluruhan pengalaman individu).
Suatu isyarat eksternal digunakan untuk memaknai keseluruhan pengalaman. Menyamakan perilaku eksternal tertentu dengan pengalaman internal.
“pagi ini dia tidak mengatakan cinta padaku... dia memang sudah tidak cinta lagi”
Konstruk complex equivalence ditandai dengan penggunaan kata : berarti, sama dengan, maka.
Perlu ditanggapi dengan mempertanyakan bagaimana perinciannya (secara spesifik) suatu aspek pengalaman eksternal dapat memiliki makna yang sama dengan keseluruhan pengalaman internal.
Contoh ungkapan yang mengandung complex equivalence beserta tanggapan yang perlu disampaikan :
“kerenyitan keningnya menandakan dia menolakku”
= “pernahkah anda dapat menyamakan kernyitan dan perasaan ditolak?”
= “adakah hubungan antara kernyitan dengan perasaan ditolak?”

Contoh ungkapan yang mengandung complex equivalence :
“wajahnya memerah, itu berarti dia marah”
“keberadaanmu di sini berarti kamu akan berubah”
“tidur lebih awal maka anda akan lebih waspada”
“baca dengan seksama, maka anda akan mengerti”
“dengan duduk di kelas ini, anda belajar banyak”

e.       Presupposition
Menjadikan suatu asumsi sebagai kebenaran. Konstruknya mirip dengan read-mind, namun tanpa frase “saya tahu”.
Setiap bahasa yang bersifat non-sensory specific mengandung presupposition.
“pada dasarnya setiap manusia itu cinta damai”
Presupposition bisa berefek positif, namun ada pula yang negatif, terutama jika yang diawali dengan kata ; mengapa, jika, andaikan.
“mengapa dia tidak bekerja lebih keras, padahal ini kesempatan bagus”
(ini mengandung presupposition. “dia tidak bekerja keras”)
“seandainya saja dia mau berusaha, pasti sukses”
(ini mengandung presupposition. “dia tidak mau berusaha”)
Tanggapan yang perlu disampaikan berupa upaya mempertanyakan asumsi untuk mendapatkan kejelasan, terutama dengan mempertanyakan bagaimana pewicara menerangkan secara terperinci (spesifik) bahwa asumsi itu tepat.
Contoh ungkapan yang mengandung presupposition berikut tanggapan yang perlu diberikan :
“jika dia tahu pentingnya sekolah, dida akan belajar lebih rajin”
= “apa yang menjadikan anda mengira bahwa dia tidak mengetahui pentingnya sekolah?”
= “bagaimana anda tahu bahwa dia tidak rajin belajar?”
= “bagaimana anda yakin bahwa dia tidak tahu pentingnya sekolah?”

Generalizations
a.      Universal Quantifiers
Menyampaikan pernyataan yang memukul rata, biasanya dengan menggunakan kata : semuanya, setiap, tidak pernah, tidak seorangpun, selalu, dll.
Mengandung kemutlakan, tidak memberi ruang untuk kekecualian. Menggeneralisasi suatu partikulasi untuk keseluruhan hal tanpa referensi yang jelas dan tepat.
“semua laki-laki itu tidak setia”
(digeneralisasikan dari suatu pengalaman partikular ketidaksetiaan laki-laki)
Tanggapan yang perlu diberikan berupa upaya mempertanyakan pemukulrataan itu, atau menyampaikan contoh kekecualian, untuk mengungkapkan penyebab, perincian proses, dan kekecualian.
Dapat dilakukan dengan mengulang pertanyaan pewicara dengan nada tanya, misalnya seperti berikut :
“semua perilakuku buruk”
= “semua.?”
= “sepanjang setahun ini, adakah saat-saat anda menampilkan perilaku yang baik.?”
= “tentu ada saat di mana anda melakukan kebaikan, kapan anda melakukan hal itu.?”

Contoh ungkapan yang mengandung universal quantifier.
“semua orang munafik”
“setiap politikus itu pembohong”
“tidak ada seorangpun yang sempurna”
“siapapun tahu bahwa hal ini mudah dikerjakan”
“siapapun yang mengikuti kuliah ini bertumbuh kembang sebagai konselor profesional”

b.      Modal Operators
Menyatakan cara kerja yang sangat terbatas karena pembingkaian dengan gagasan bertema : “harus/ingin” atau “mungkin/tidak mungkin”. Ada dua macam modal operator ;
a)   Modal Operators of Necessity/ Desire
Penggunaan modal operator of necessity/ desire perlu ditanggapi dengan pertanyaan yang mengajak pewicara melihat apa yang terjadi jika gagasan”harus/ ingin” atau “tidak harus/ tidak ingin” dilanggar, untuk meluweskan cara kerja.
Contoh ungkapan yang mengandung modal operator of necessity/ desire berikut tanggapan yang perlu diberikan :
“saya harus merawat dia”
= “apa yang terjadi jika anda merawatnya ?”
= “apa yang terjadi jika anda tidak merawatnya ?”

Contoh ungkapan yang mengandung modal operator of necessity/ desire :
“saya harus berhasil !”
“saya pasti bisa !”
“saya wajib memenuhi panggilan itu”
“saya harus lulus dengan nilai tertinggi”
“saya tidak akan pacaran sampai lulus kuliah”

b)   Modal Operators of Possibillity/ impossibillity
Penggunaan modal operator of possibillity/ impossibillity perlu ditanggapi dengan pertanyaan yang mengajak pewicara melihat apa yang terjadi jika gagasan ”dapat/ tidak dapat” atau “mungkin/ tidak mungkin” dilanggar, untuk meluweskan cara kerja dan untuk menjernihkan penyebab.
Terapis Fritz Perls memberikan tanggapan meta-model untuk ungkapan :
“saya tidak bisa....”
Dengan mengatakan :
“jangan mengatakan ‘saya tidak bisa’, katakan ‘saya tidak ingin’”
Contoh ungkapan yang mengandung modal operator of possibillity/ impossibillity berikut tanggapan yang perlu diberikan :
“saya tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepadanya”
= “apa yang terjadi jika anda mengatakan yang sebenarnya ?”
= “apa yang terjadi jika anda tidak mengatakan yang sebenarnya ?”
= “apa yang menghalangi anda untuk mengatakan hal yang sebenarnya ?”

c.       Lost Perfomative
Menyatakan penghakiman atau penilaian tanpa menyebutkan siapa yang melakukan penghakiman atau penilaian itu.
Lost-perfomative perlu ditanggapi dengan ajakan untuk mencari sumber penghakiman atau penilaian dan menghimpun bukti.
Contoh ungkapan yang mengandung lost-performative berikut tanggapan yang perlu diberikan :
“kualitas barang ini jelek sekali”
= “siapa yang mengatakan itu jelek sekali ?”
= “menurut siapa itu jelek sekali ?”
= “bagaimana anda tahu itu jelek sekali ?”
= “ukuran apa yang anda gunakan untuk menilai itu jelek sekali ?”

Contoh ungkapan yang mengandung lost-perfomative :
“tidak seorangpun berhak menghakimi orang lain”
“hari ini hari yang baik”
“ini adalah kebodohan terbesar yang telah saya lakukan dalam hidup saya”
“dia memang orang baik yang pernah saya kenal”
Deletions
a.      Simple Deletions
Menghilangkan bagian penting dari gagasan, terutama tentang orang, benda, atau relasi. Simple deletions perlu ditanggapi dengan pernyataan yang mengatasi penghilangan bagian penting dari gagasan, biasanya dengan menanyakan ; kaitannya dengan apa atau siapa.
“saya takut”
= “takut terhadap apa ?”
= “takut dengan siapa ?”

Contoh ungkapan yang mengandung simple deletions :
“saya tertekan”
“saya malu”
“saya benci”
“saya tidak tahu”
“saya tidak berhasil”
“saya bahagia”

b.      Comparative Deletions
Menghilangkan bagian dari gagasan pada saat mengungkapkan perbandingan dengan menggunakan kata-kata ; lebih baik, lebih buruk, terbaik, terburuk, paing banyak, paling sedikit.
Bagian yang dihilangkan biasanya adalah orang, benda, hal yang dibandingkan, atau standar (ukuran) pembanding. Comparative deletions perlu ditanggapi dengan menyatakan pembanding itu antara siapa dengan siapa, antara apa dengan apa, dan dilakukan dengan ukuran ap, untuk memulihkan bagian yang dihilangkan.
Contoh ungkapan yang mengandung comparative deletions beserta tanggapan yang perlu disampaikan :
“dia orang yang tidak baik”
= “kurang baik jika dibandingkan dengan siapa ?”
= “kurang baik dalam hal apa ?”
= “kurang baik menurut ukuran siapa ?”

Contoh ungkapan yang mengandung comparative deletions :
“dia murid terpandai di kelasnya”
“di kelas ini saya paling bodoh”
“saya tidak pantas mendapatkan semua itu”
“dia paling bisa dipercaya”

c.       Lack of Referential Index
Menyatakan suatu tindakan atau keadaan tanpa memerinci secara jelas siapa pelakunya, dan siapa yang menerima tindakan atau keadaan itu. Pelaku atau penerima hanya dinyatakan dalam kata ganti seperti : seseorang, mereka, sesuatu, masyarakat, rakyat, tiada orang ...., ini, itu, dll.
Lack of referensial index perlu ditanggapi dengan pernyataan tentang siapa atau hal yang terkait langsung dengan tindakan atau keadaan yang dimaksudkan.
Contoh ungkapan yang mengandung lack of referensial index beserta tanggapan yang perlu disampaikan :
“mereka tidak mendengarkan saya”
= “siapa yang tidak mendengarkanmu ?”
“itu tidak dapat dimengerti”
= “apa yang tidak dapat dimengerti ?”

Contoh ungkapan yang mengandung lack of referensial index :
“tidak semua orang bisa melakukannya”
“rakyat menuntut”
“seluruh dunia mendukungnya”
“setiap orang pasti tahu”

d.      Unspecified Verbs
Menyampaikan ungkapan dengan menggunakan kata kerja yang mewakili suatu tindakan namun tidak disertai informasi tidak disertai informasi spesifik sehingga tindakan ini kabur, tidak jelas, tidak spesifik, dan dengan demikian penyampaian ungkapan itu tidak memungkinkan perbuatan representasi mental yang jelas tentang tindakan itu.
Contoh kata kerja yang digunakan seperti ; melukai, mengacaukan, menunjukkan, memperhatikan, memprihatinkan.
“dia melukai saya”
Pada ungkapan ini, tidak jelas apakah dia memukul orang itu, membiarkan orang itu menunggu lama di pasar, atau menghina orang itu. Unspecified verbs semacam ini perlu ditanggapi dengan mengajak pewicara menguraikan prosesnya secara terinci, misalnya dengan pertanyaan :
“bagaimana dia melukaimu ?”
“siapa melukaimu ?”
“bagian tubuhmu yang mana yang dillukai ?”
Contoh ungkapan yang mengandung unspecified verbs beserta tanggapan yang perlu disampaikan :
“dia tidak memedulikanku”
= “dapatkah kamu perjelas bagaimana dia tidak memedulikanmu ?”
= “tidak memedulikan seperti apa maksudmu ?”
= “bisa dijelaskan dengan cara apa dia tidak memedulikanmu ?”

Contoh ungkapan yang mengandung unspecified verbs :
“dia menggangguku”
“saya membuktikannya”
“saya memprihatinkan keadaannya”
“dia menunjukkan siapa dirinya”

KESIMPULAN
     Sering kali ungkapan-ungkapan konseli tidak lengkap atau berdistorsi, ibarat puzzle yang belum lengkap dan belum tepat. Konselor perlu melengkapi puzzle dan memperbaiki bagian-bagian yang berdistorsi, bukan dengan ‘mengarang’, bukan pula dengan ‘mengisi bagian-bagian yang kosong dan memperbaiki bagian-bagian yang berdistorsi dengan pikirannya sendiri’.
     Meta Model berangkat dari sebuah asumsi bahwa yang namanya kata-kata adalah merupakan surface structure dari deep structure yang dimiliki oleh seseorang. Dengan kata lain, kata-kata adalah sebuah simbol yang mewakili apa yang sebenarnya ada dalam benak sang pengucap. Karena fungsinya mewakili, maka ia tidak akan pernah sama dengan yang diwakili, yakni isi yang ada di benak sang pengucap tadi, alias deep structure. Deep structure sendiri sebenarnya juga merupakan sebuah simbol, yaitu simbol dari pengalaman asli yang dialami oleh seseorang.
     Hal yang perlu konselor lakukan adalah menanggapi ungkapan-ungkapan konseli dengan tanggapan-tanggapan meta-model kontekstual dan relevan. Dengan cara itu, konselor mengajak dan membimbing konseli untuk melengkapi dan memperbaiki sendiri ungkapan-ungkapan kisahnya.
      Konselor dan calon konselor perlu menguasai keterampilan menyampaikan tanggapan meta-model melalui latihan intensif dalam praktek konseling. Inti dari meta-model bukan hanya menghafal situasi percakapan dalam proses konseling, namun juga mengingat betul hal-hal apa yang sebaiknya konselor lakukan dalam beberapa situasi yang tidak terduga.
Baca SelengkapnyaKomunikasi Meta Model Dalam Konseling

Pengertian Stres Dalam Psikologi

A. Teori Stres
 
Stres merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi, dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial. Stres dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap individu. Positifnya adalah mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Negatifnya adalah menimbulkan rasa tidak percaya diri, penolakan, marah, depresi, yang memicu munculnya penyakit seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.

     Teori dasar tentang stres dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 530-532, James W. Greenwood III & James W. Greenwood Jr., 1979: 30). Berikut penjelasan ketiga variabel tersebut.
1.    Variabel Stimulus
Variabel ini dikenal pula dengan engneering approach (pendekatan rekayasa), yang mengonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stres dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal, baik sedikit maupun banyak.
2.    Variabel Respons
Variabel ini disebut pula dengan physiological approach (pendekatan fisiologis) yang di dasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Ia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor, yang ia namakan GAS (general adaption syndrome). GAS terdiri atas tiga tahap :
·      Pertama, reaksi alarm, yang terjadi ketika organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian meresponsnya dengan fight atau flight.
·      Kedua, resistance, yang terjadi apabila stres itu berkelanjutan, terjadi perubahan fisiologis yang mengimbangi sebagai upaya mengatasi ancaman.
·      Ketiga, exhaustion, yang terjadi apabila stres terus berkelanjutan di atas periode waktu tertentu, sehingga organisme mengalami sakit.
Selye mengemukakan bahwa stres merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stres tidak ada kehidupan, namun kegagalan dalam mereaksi stressor merupakan pertanda kematian.
3.    Variabel Interaktif
Variabel ini meliputi dua teori, yaitu interaksional dan transaksional, berikut penjelasan masing-masing.
a.    Teori Interaksional
Teori interaksional memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan.
b.    Teori Transaksional
         Teori transaksional memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam teori Lazarrus dan Folkman (1984) mendefinisikan stres sebagai hasil (akibat) dari ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan. Terkait dengan variabel respons terhadap stres, Walter Cannon (1932) mengemukakan pendapat bahwa manusia merespons peristiwa stres dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, mengatasi atau menghindari dari stres.
       Menurut Dadang Hawari (1997 : 44-45), istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan hidup, dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu, dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.
B.     Stres pada Setiap Periode Kehidupan
1.    Stres pada Masa Bayi
Situasi stres yang umumnya dialami oleh bayi merupakan pengaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar) dan adanya keharusan bagi bayi untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orang tua. Pada proses penyesuaian diri inilah bayi sering mengalami stres karena kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan.
2.    Stres pada Masa Anak
Stres pada anak-anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Dalam keluarga yang “broken home” misalnya, atau keluarga miskin, anak-anak cepat sekali merasa stres terhadap perubahan-perubahan yang tidak dikehendakinya. Dalam lingkungan sekolah, anak yang tidak naik kelas, atau bermasalah dengan teman-temannya, akan cepat stres dan stres yang terjadi pada masa ini, sangat berpengaruh terhadap masa depannya.
3.    Stres pada Masa Remaja
Sumber utama terjadinya stres pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi peraturan dan tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas atau Independence dari peraturan tersebut. Gejala-gejala umum tentang kesulitan remaja dalam menyesuaikan diri ini antara lain membolos, bersikap keras kepala, berbohong, dan lain sebagainya.
4.    Stres pada Masa Dewasa
Banyak faktor terjadinya stres pada masa dewasa, di antaranya adalah gagal pernikahan, ketidakharmonisan keluarga, kehilangan pekerjaan, ketidakpuasan dalam hubungan seks, perselingkuhan, keadaan hamil, dan lain sebagainya. Stres pada masa ini sangat berisiko mengakibatkan penyakit beruntun.

C.    Gejala Stres
     Gejala stres dapat diketahui dari gejala-gejala fisik maupun psikis. Gejala fisik di antaranya seperti sakit kepala, sakit lambung (mag), hipertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia, mudah lelah, kurang selera makan, dll.
     Gejala psikis dari stres meliputi gelisah atau cemas, sulit berkonsentrasi, sikap apatis, sikap pesimis, hilang rasa humor, sering melamun, bersikap agresif, dll. Gejala-gejala tersebut kecenderungan awal dari seseorang yang mengalami stres dalam hidupnya.

D.    Faktor-Faktor Penyebab Stres (Stressor)
1.    Stressor Fisik Biologis
Faktor-faktor penyebab stres dari segi fisik antara lain ; penyakit menahun, cacat fisik, wajah yang tidak cantik atau ganteng, postur tubuh kurang ideal, dll.
2.    Stressor Psikologis
Stressor psikologi ditandai dengan negative thinking atau berprasangka buruk, frustrasi (kekecewaan karena gagal dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan), perasaan cemburu, konflik pribadi, keinginan yang di luar kemampuan, dll.
3.    Stressor Sosial
·    Pertama, faktor keluarga, hubungan keluarga tidak harmonis (broken home), anak yang nakal, sikap dan perlakuan orang tua yang keras, tingkat ekonomi keluarga yang rendah.
·  Kedua, faktor pekerjaan, pengangguran, terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), perselisihan dengan atasan, pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan minat dan kemampuan yang dimiliki, penghasilan kerja yang belum mencukupi.
·      Ketiga, faktor lingkungan, dampak kriminalitas, tawuran antar kelompok, harga kebutuhan pokok yang mahal, polusi lingkungan, kemacetan lalu lintas, kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.
       
a.       Respons Emosional
        Stres dapat menimbulkan suasana hati yang negatif (tidak nyaman). Menurut Woolfolk dan Richardson (1978), reaksi emosi itu meliputi perasaan kesal, marah, cemas, takut, murung, sedih, dan duka cita.

b.      Respons Fisiologis
1) The fight or flight respons, yaitu reaksi fisiologis terhadap ancaman dengan memobilisasi organisme untuk melawan (fight) atau menghindari (flight) ancaman atau sesuatu yang membahayakan.
2)   The general adaption syndrome, yaitu respons tubuh terhadap stres, yang terdiri atas tiga tahap, alarm, resistance, dan exhaustion (Seiye, 1974).
3)  Brain-body pathway. Saat terjadi stres, otak mengirim sinyal ke sistem endocrine sepanjang dua jalan utama (Asteria, 1985, dalam Weiten dan L. Loryd). Kelenjar-kelenjar endocrine itu seperti pituitary, pineal, thyroid, dan adrenal.

c.       Respons Behavioral
        Respons behavioral (tingkah laku atau aktivitas) terhadap stres umumnya melibatkan coping, yaitu berbagai upaya untuk menuntaskan, mengurangi, atau menoleransi tuntutan-tuntutan yang menyebabkan stres. Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun luar, berikut penjelasan masing-masing.

1.      Faktor Biologis
a.    Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Apabila seorang ibu yang mengandung suka mengonsumsi alkohol, obat-obatan, atau makanan yang tidak sehat, maka semua itu akan merusak perkembangan sang bayi yang sedang dikandungnya.

b.    Pengalaman Hidup
Setiap individu memiliki sejarah atau pengalaman hidup (life experience) yang unik. Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu mulai masa anak sampai dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stres pada diri individu.

c.    Tidur (Sleep)
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur, oleh karena itu, apabila individu mengalami kurang tidur atau tidak nyenyak, maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya, seperti kurang semangat, mudah tersinggung, dan konsentrasi berkurang, dan mudah mengalami gangguan halusinasi.

d.   Diet
Kekurangan (malnutrisi) atau kelebihan nutrisi (seperti makanan yang berlebihan) cenderung mempengaruhi proses metabolisme tubuh yang normal, sehingga menimbulkan stres pada diri individu seperti, gangguan homeostasis, pola tidur yang tidak teratur, sakit hati, kanker, hingga stroke.

e.    Postur Tubuh
Postur merupakan fungsi dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur yang tidak sempurna akan mempengaruhi suasana psikologis individu dalam berinteraksi dengan individu lain. Sering kali, postur tubuh dipandang sebagai refleksi atau ekspresi dari sikap-sikap emosional individu tersebut.

f.     Kelelahan (Fatigue)
Secara teknis, kelelahan ini merupakan kondisi reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan atau kekuatan untuk merespons stimulus. Kelelahan yang terus-menerus akan menyebabkan gangguan tidur, ketegangan otot, kurang nafsu makan, dan berkurangnya fungsi postur untuk melakukan suatu kegiatan yang dilakukannya.

g.    Penyakit (Disease)
Dalam pandangan modern, penyakit bukan kondisi yang hanya disebabkan oleh salah satu penyebab (stressor), tetapi juga oleh lebih dari satu stressor. Semua penyakit mengganggu ritme biologis yang normal dan cenderung menghasilkan kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, dan gangguan lainnya yang kemudian berlanjut menjadi penyakit berbahaya.

h.    Adaptasi yang Abnormal
     Pertama, respons adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi), berbentuk sekresi yang tidak memadai dari anti hormon-hormon inflammatory, yang menyebabkan penyakit rematik, kulit dan mata, serta penyakit tulang.
· Kedua, respons adaptif yang eksesif (hyperadaptif), yang berbentuk over produksi hormon-hormon corticoid, yang menyebabkan penyakit jantung dan penyakit ginjal.
·   Ketiga, respons adaptif yang tidak tepat, yang terdiri atas sekresi hormonal atau respons terhadap stressor yang di luar kebiasaan. Kondisi ini dapat menyebabkan penyakit saraf atau mental, gangguan seksual, penyakit pencernaan, dan kanker.
Adaptasi yang abnormal ini dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respons yang normal terhadap stressor sehingga tubuh mudah terserang stres.

2.      Faktor Psikologis
·      Persepsi
Salah satu faktor yang terlibat dalam persepsi adalah sistem pancaindra. Ingatan, motivasi, gen keturunan, dan interpretasi dari sinyal yang diterima oleh pancaindra bersatu membentuk persepsi. Kebanyakan stres (executive stress) terjadi dikarenakan sesuatu yang kita lihat atau dengar. Selama kita bisa mengendalikan persepsi kita sendiri, kita juga dapat mengendalikan sumber stres.

·      Perasaan dan Emosi
§  Pertama, kecemasan = merupakan reaksi diri untuk menyadari suatu ancaman yang tidak menentu. Perasaan cemas yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, dan perilaku stres lainnya.
§  Kedua, bersalah dan rasa khawatir = merupakan kegelisahan karena suatu ancaman, sebagian orang akan menyalahkan atau bahkan membenci dirinya sendiri.
§  Ketiga, rasa takut = merupakan kecemasan berkaitan dengan peristiwa yang akan terjadi, tanggapan terhadap ancaman tertentu. Rasa takut yang tak terkendali dapat menjadi perilaku yang mengakibatkan stres.
§  Keempat, marah = emosi kuat yang ditandai dengan adanya reaksi sistem saraf yang akut dan dengan adanya sikap melawan. Menahan marah dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan gangguan psikosomatik lainnya dan hal ini dapat menyebabkan frustrasi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan stres.
§  Kelima, cemburu = keinginan untuk menguasai, mengendalikan, atau mempermudah seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.
§  Keenam, kesedihan dan kedukaan = rasa sakit atau pilu yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan yang tidak disukainya. Kesedihan atau rasa duka dapat menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stres.

·      Situasi
Situasi yang dapat menimbulkan stres :
§  Ancaman = keadaan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan diri akibat kejahatan, kecelakaan, kerusakan, kehilangan, dll.
§  Frustrasi = gangguan dalam serangkaian usaha individu untuk mencapai tujuan tertentu, atau individu mengalami keterlambatan dalam mencapai tujuannya. Frustrasi yang berkepanjangan dapat menimbulkan stres.
§  Konflik = pertentangan pandangan dengan tujuan, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi konflik dapat menyebabkan stres.

·      Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup meliputi keseluruhan kejadian psikologis seorang individu selama hidupnya.
§  Pertama, perubahan hidup. Pengalaman hidup itu bersifat kumulatif, dan kemampuan setiap individu untuk mengatasinya dibatasi oleh waktu. Setiap stres yang dialami oleh individu akan mengurangi kemampuan beradaptasi yang dimilikinya.
§  Kedua, masa transisi kehidupan. Dalam kehidupan individu, ada saatnya masa stabil, dan ada juga masa labil. Pada masa muda atau remaja, masalah-masalah baru muncul terkait dengan penggunaan waktu, identitas diri, dan pembaruan diri selalu mendesaknya. Jika remaja tidak siap terhadap perubahan-perubahan yang dapat terjadi, atau mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi, dapat menyebabkan stres.
§  Ketiga, krisis kehidupan. Sesuatu yang dilihat oleh seseorang sebagai perubahan yang radikal (krisis kehidupan) dapat dilihat sebagai awal untuk melangkah bagi orang lain. Krisis kehidupan tergantung pada kesadaran dan penilaian setiap individu, ketidakmampuan dalam mengubah krisis tersebut dapat menyebabkan stres.

·      Keputusan Hidup
Teori analisis transaksional menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan, setiap orang akan berada dalam salah satu dari empat posisi kehidupan. Hubungan interpersonal individu dapat berjalan dengan lancar atau stres, jika tidak mampu mengatur posisi tersebut secara wajar atau normal maka ia cenderung mengalami stres.

·      Perilaku (behavior)
Perilaku secara umum didefinisikan sebagai semua output dari setiap tingkatan hierarki dari sistem saraf, seperti sensasi, perasaan, emosi, kesadaran, penilaian, dan lain sebagainya.

·      Respons Perlawanan dan Melepaskan atau Melarikan Diri
Perilaku agonistic adalah aktivitas penyesuaian diri terhadap suatu penderitaan atau ancaman bahaya. Sikap menghindari bahaya merupakan sifat dasar semua makhluk, khususnya manusia.

·      Reaksi Perlawanan (fight reacton)
Sikap melawan, agresi, menyerang dan bertahan adalah sikap yang paling umum dilakukan oleh seseorang terhadap suatu penderitaan atau stimulus yang menyakitkan. Semua perilaku agonistic cenderung menolak pengaruh orang atau hal lain yang telah atau kelihatannya dapat menimbulkan stimulus yang menyakitkan.

·      Reaksi Melepaskan Diri (flight reaction)
Keberhasilan reaksi melepaskan diri akan menolong pelakunya keluar dari gejala stres. Tetapi, keadaan ini diikuti dengan perasaan marah, bersalah, cemas, dan gelisah dan perasaan lainnya terganggu oleh kondisi, tinjauan, dan reaksi diri saat stres. Pola emosi serta efek fisik dan psikologis yang dihasilkan sama, baik itu oleh respons perlawanan atau melepaskan diri.

·      Diam (immobility)
Immobility psikologis dapat berupa penolakan untuk membuat suatu keputusan (bimbang), atau ketidakmampuan untuk membuat keputusan. Immobility psikologi meliputi interupsi siklus biologis dalam tubuh yang dapat mengakibatkan frustrasi dan hal merugikan lainnya. Immobility psikologi yang lama dan berkepanjangan dapat mengakibatkan perasaan ketergantungan patologis dan perasaan ketidakberdayaan.

3.      Faktor Lingkungan
·     Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi cuaca, peristiwa alam, suasana tempat yang tidak nyaman, dan lingkungan yang kotor atau polutif.

·      Lingkungan Biotik
Penyakit-penyakit seperti bakteri dan virus yang menyebabkan kerusakan pada tubuh, sehingga meningkatkan risiko stres.

·      Lingkungan Sosial
Manusia merupakan sumber stres, yaitu manusia dalam lingkungan kehidupan sosial yang lebih luas, permasalahan-permasalahan, konflik-konflik, dan aktivitas lainnya, sehingga menciptakan situasi rawan stres.
Baca SelengkapnyaPengertian Stres Dalam Psikologi