SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Sabtu, 04 Agustus 2012

Makalah Psikologi Umum : Teori Belajar


BAB I
PENDAHULUAN

      A.    LATAR BELAKANG
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat pundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya pada guru. Kekeliruan/ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang Berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghapalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi / materi pelajar. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Di samping itu, ada pula yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Persepsi ini biasanya akan merasa puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu, walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.

      B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis dalam makalah tentang belajar ini adalah :
1.      Pengertian masyarakat yang masih kurang tentang belajar secara teori ?
2.      Pengklasifikasian tentang kegiatan pembelajaran ?
3.      Proses dan inisiasi dalam kegiatan belajar menurut kriterianya ?


BAB II
PEMBAHASAN

      A.    TEORI DAN PENGERTIAN
Skiner, yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya educational psychology the teaching-learning process, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya B.F Skimer percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
Chaplin dalam dictionary of psychology membatasi belajar dengan dua macam Rumusan. Rumusan pertama berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman dalam bukunya menyatakan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
With dalam bukunya menyatakan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, biasanya sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif. Kedua belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperbuat. Dalam definisi ini terdapat empat macam Istilah yang esensial dan perlu disoroti untuk memahami proses belajar. 1.) Relatively permanent, yang secara umum menetap. 2.) Response potentiality, kemampuan bereaksi. 3.) Reinforce, yang diperkuat. 4.) Practice, Praktek atau latihan.
Biggs dalam Pendahuluan teaching for learning mendefinisikan belajar dalam tiga macam Rumusan, yaitu Rumusan kuantitatif, Rumusan institusional, Rumusan kualitatif.

      B.     TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.      Persoalan yang membedakan teori-teori pembelajaran
Setiap teori-teori pembelajaran pasti memiliki persoalan yang membedakan dengan teori yang lainnya, selain itu juga memiliki perubahan dari masa ke masa. Persoalan yang mendasar antara lain persoalan mengenai hakikat pembelajaran dan proses pembentukan teori (Hilner 1978). Delapan persoalan yang kontroversial antara lain : variabel perantara yang digunakan, hal-hal tertentu yang berperan sebagai variabel perantara dalam teori bersifat kognitif atau koneksionisme, penguatan yang digunakan dalam teori merupakan hakikat dasar dan inti dalam pembelajaran, suatu pembelajaran yang harus dianalisis pada level molar atau pada level molecular, persoalan selanjutnya yaitu apakah teori tersebut disajikan secara formal atau informal, luas cakupan teori tersebut, penekanan diberikan pada pengaruh aspek bawaan terhadap perilaku dan pada pengaruh batasan-batasan biologis (biological constraints) terhadap pembelajaran, dan persoalan yang terakhir yaitu mengenai kepraktisan teori tersebut.
Persoalan-persoalan teori tersebut diperdebatkan oleh para teoritis yaitu seperti Tolman, Hull, Skinner, Thorndike, Watson, Guthrie, Estes dan Miller. Mereka memperdebatkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori-teori yang mereka kemukakan.

2.      Kriteria teori yang ideal
Jenis teori ideal yang diperjuangkan oleh para teoritis yang paling ambisius adalah yang mirip dengan cita-cita yang digagas oleh Hull namun gagal diwujudkan yaitu: format, akurat, konsisten secara internal, namun sekaligus juga cukup luas cangkupannya sehingga meliputi seluruh topik mengenai pembelajaran dan motivasi. Teori ideal ini mengandung variabel-variabel perantara dan sebagai teori formal variabel-variabelnya dinyatakan secara eksplisit. Variabel-variabelnya jauh lebih kognitif dibandingkan pada teori-teori terdahulu yang ada di posisi tengah, variabel tersebut terkait dengan perolehan, penyimpanan, dan penggunaan informasi, keyakinan dan bukti-bukti yang mendasarinya, pikiran yang logis dan tidak logis.
Ada dua aspek pembelajaran yang perlu dipelajari, yang pertama, adalah hakikat memori. Sepanjang berfokus pada pengetahuan dan pembelajaran melalui pengamatan, nampaknya akan lebih konsisten bila kita membahas memori sebagai pemanggilan kembali informasi simpanan dari pada sebagai persaingan di antara respon-respon. Di sisi lain untuk keahlian-keahlian yang amat praktis, termasuk keahlian verbal, teori interferensi. Selain itu teori yang kompleks tidak dapat mengabaikan cara asimilasi pengalaman baru ke dalam schemata.
Aspek yang kedua yaitu, persepsi. Kebanyakan teoritis pembelajaran memandang persepsi sebagai hal yang tidak perlu dipersoalkan. Sementara itu kalangan Gestalt yang berfokus pada persepsi tergolong kelompok teoritis pembelajaran yang sekunder. Pembelajaran tidak bisa berlangsung melebihi input perceptual yang mendasarinya, sehingga persepsi tidak bisa diabaikan oleh semua teori yang dianggap komplit. Istilah register sensori yang dikemukakan Atkinson dan Shiffri adalah salah satu contoh konsep persepsi dalam teori pembelajaran (teori memori).

3.      Pentingnya teori belajar pada masa kini
Pada psikologi pembelajaran terapan memiliki arti penting bukan hanya sebagai cara menempatkan teori-teori dalam penggunaannya yang praktis melainkan juga sebagai cara untuk memperbaiki teori-teori. Di samping konstribusi lainnya, studi-studi terapan membantu kita memastikan kondisi-kondisi batasan yang ada pada teori. Jika sebuah teori yang bertolak dari data laboratorium digunakan untuk memprediksi sebuah situasi terapan dan prediksinya tidak terbukti, kejadian ini menunjukkan bahwa teori tersebut tidak sesuai untuk situasi tersebut. Sekalipun demikian teori tersebut mungkin tetap berhasil sempurna untuk memprediksi teori-teori lainnya. Selain itu studi-studi terapan memunculkan hukum-hukum baru yang nantinya bisa digunakan untuk memodifikasi teori lama atau membangun teori baru.
Bagi kita pada umumnya teori-teori pembelajaran memiliki dua arti penting yang pokok. Pertama, teori pembelajaran menyediakan kosa kata dan kerangka konseptual yang bisa kita gunakan untuk menginterpretasi contoh-contoh pembelajaran yang kita amati. Hal ini penting artinya bagi siapa saja yang hendak mengamati dunia secara seksama. Kedua, masih terkait dengan yang pertama, teori pembelajaran menuntun kita ke mana harus mencari solusi atas persoalan-persoalan praktis. Teori memang tidak memberikan kita solusi, namun teori mengarahkan perhatian kita kepada variabel-variabel yang bermanfaat untuk menemukan solusi.
Guthrie mengarahkan kita pada perlunya mempraktekkan respon yang hendak dipelajari dalam kondisi tertentu di mana respon tersebut akan digunakan, dan juga perlunya mempraktekkan respon tertentu dalam kondisi yang berbeda-beda agar respon itu tertanam kuat dalam diri kita. Skinner, memberi saran agar kita mencari tahu hal apa yang menguatkan tindakan tertentu, sehingga kita bisa menghadirkan penguat itu jika kita ingin tindakan itu terjadi atau menghilangkannya jika kita ingin menghapus tindakan tersebut.
Piaget dan Gagne menekankan bagaimana pembelajaran pada saat ini berkembang dari pembelajaran pada waktu sebelumnya. Tolman, Hull, Estes dan Anderson menawarkan banyak usulan serupa dengan bentuk-bentuk yang lebih teknis. Semua usulan ini membutuhkan kreativitas tertentu bila hendak diterapkan dalam penggunaan praktis. Masing-masing juga menekankan aspek tertentu dalam proses pembelajaran yang perlu kita pertimbangkan. Dengan demikian semuanya berfungsi memperkaya pemahaman kita terhadap situasi-situasi pembelajaran yang kita amati dan membantu kita menemukan solusi atas problema pembelajaran praktis yang kita hadapi. Meski banyak teoritis yang ingin memberikan konstribusi yang lebih besar dari semua ini, dan sampai kadar tertentu mereka berhasil melakukannya, kontribusi seperti ini saja sudah cukup menjadikan teori-teori mereka sebagai hal yang tidak ternilai harganya bagi studi mengenai pembelajaran.

         C.     BELAJAR DALAM PERSFEKTIF PSIKOLOGI DAN AGAMA
1.      Perspektif Psikologi
Menurut para ahli psikologi pendidikan khususnya yang tergolong cognitifist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori dan pengetahuan sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem Penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia.
Dalam otak kita ada yang dinamakan skema (skema kognitif) adalah semacam file yang berisi informasi dan pengetahuan sejenis seperti linguistic schema untuk memahami kalimat. Cultural skema untuk menafsirkan mitos dan kepercayaan adat dan seterusnya. Skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam sub sistem akal permanen manusia.
Menurut Best (1987) setiap informasi yang kita terima sebelum masuk dan diproses oleh sub sistem akal pendek (short term memory) terlebih dahulu di simpan sesaat atau Tepatnya lewat karena dalam waktu sepersekian detik yang disebut sensory memory alias sensory register yakni subsistem penyimpanan pada saraf indera penerima informasi dalam dunia kedokteran subsistem ini disebut “syaraf sensori” yang berfungsi mengirimkan influsi ke otak.

2.      Perspektif Agama
Islam menurut Dr. Yusuf Al Qadrawi (1984), adalah aqidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam Firman Allah SWT, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan Kecuali Allah” (Surat Muhammad: 19)
a)      Allah Berfirman, “….apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9)
b)      Allah Berfirman, “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui….” (Al-Isra:36)
c)      Dalam Hadits Riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena pengetahuan hanya didapat melalui belajar….” (Qordhawi, 1989)

         D.    PENGEMBANGAN TEORI
1.      Arti Penting Belajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap unsur pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tap pernah ada pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang Berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam menguasai prose perubahan manusia itu.
Belajar memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam perspektif keagamaan pun belajar merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
Seorang siswa yang menempuh proses belajar yang ideal yaitu ditandai munculnya pengalaman-pengalaman psikologi baru yang positif yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sikap, sifat dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan destruktif (merusak).

2.      Teori-Teori Pokok Belajar
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang Berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara banyak teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni; Connectionism, classical conditioning dan operant conditioning.
a)      Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R psychology of learning”.
b)      Pengkondisian Klasik
Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (terrace, 1973). Dalam eksperimennya Pavlor menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioning stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan Unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang dipelajari. CR adalah respon yang dipelajari itu sendiri. UCS adalah rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari. UCR adalah respon yang tidak dipelajari.
c)      Pengkondisian perilaku respons
Teori pembiasaan perilaku respon (operant conditioning) penciptanya bernama Burhus Fredic Skimer (lahir tahun 1904), seorang penganut behaviorism yang dianggap kontroversial. Tema yang mewarnai karyanya adalah bahwa tingkah kaku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987). Operant adalah sejumlah perilaku atau respon yang membawa efek yang sama terhadap tingkah lingkungan yang dekat (Reber, 1988).
d)     Teori Pendekatan Kognitif 
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting bagi sains kognitif yang telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi. Pendidikan sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan matematika, epistemology dan neuropsychological/ psikologi syaraf.
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif tingkah laku manusia tampak tidak dapat diukur dan diterbangkan tanpa melibatkan proses mental seperti; motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

3.      Proses dan Fase Belajar
a)      Definisi proses Belajar
Proses dari bahasa latin “processus" yang berarti “berjalan ke depan” menurut Chaplin (1972) proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam psikologi belajar proses berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hail-hasil tertentu (Reber, 1988). Jadi proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
b)      Fase-Fase dalam proses Belajar.
Menurut Jerome S. Bruner, salah seorang penentang teori S.R Bond dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase.
a. Fase informasi (tahap penerimaan materi)
b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam 3 tahapan.
a. Actuation (tahap perolehan/penerimaan informasi)
b. Storage (tahap penyimpanan informasi)
c. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)

         E.     ANALISIS TEORI BELAJAR
1.      Teori Belajar Behavioristik
Proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh pemahaman guru terhadap aliran atau teori belajar. Ada beberapa jenis aliran atau paham yang dapat dijadikan inspirasi untuk melakukan proses pembelajaran, salah satunya adalah teori behavioristik. Secara umum teori behavioristik lebih melihat sosok atau kualitas manusia dari aspek perilaku yang dapat dilihat. Tokoh teori behavioristik yang terkenal adalah Abraham maslow dan Carl Roger. Inti pikiran Maslow (dalam pembelajaran kontekstual : 2008) antara lain: individu sebagai keseluruhan, tidak relevan pemahaman manusia melalui penyelidikan hewan, manusia pada dasarnya memiliki pembawaan, pada hakekatnya manusia memiliki potensi kreatif, dan menekankan kesehatan psikologi manusia.
Pokok pikiran Roger (dalam pembelajaran kontekstual : 2008) antara lain yaitu: pandangannya yang sangat optimis manusia memiliki potensi untuk berkembang, penciptaan metode terapi yang terpusat Klin (Clin centered therapy) dalam menghadapi masalah pribadi yang dialami manusia. Selain Maslow dan Roger tokoh behavioris yang lain adalah Pavlov, Watson, Thorndike, dan Skinner. Thorndike (1874-1949) mengemukakan hubungan sebab akibat antara stimulus dan respon. Hubungan ini dikenal dengan hukum akibat, latihan, dan kesiapan. Hukum akibat menyatakan bahwa ketika stimulus dan respon dihargai secara positif akan terjadi penguatan dalam belajar.
Menurut Watson (1878-1958), seseorang dilahirkan dengan beberapa reflek serta reaksi emosional terhadap cinta dan kegusaran. Perilaku lainnya dapat dibangun melalui hubungan stimulus-respon dalam pengkondisian. Skinner (1904-1990) juga meyakini hubungan stimulus-respon, tetapi Skinner lebih menekankan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berpikir pada otak seseorang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori behavioristik menekankan perhatian pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah seseorang diberi perlakuan, perilaku dapat dikuatkan atau dihentikan melalui ganjaran atau hukuman, dan guru tidak perlu tahu pengetahuan apa yang telah diketahui dan apa yang terjadi pada proses berpikir seseorang. Proses pembelajaran menurut teori behavioristik adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behavioristik adalah terletak pada stimulus dan respon (S-R). Keberhasilan belajar menurut teori behavioristik ditentukan oleh adanya interaksi adanya stimulus dan respon yang diterima oleh manusia.

2.      Teori Belajar Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional/akal. Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimilki oleh orang lain.
Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Tokoh-tokoh alirn kognitif antara lain adalah Jean Piaget dan Jerome S. Brunner.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Oleh sebab itu, makin bertambahnya umur seorang siswa mengakibatkan semakin kompleks susunan sel-sel syaraf dan juga semakin meningkatkan kemampuan khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif). Tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget adalah, yaitu :
a)      Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun). Pada tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi sangat sederhana.
b)      Tahap pre-operasional (umur 2-7/8 tahun). Pada tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan simbol atau bahasa tanda. Dan juga mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c)      Tahap operasional konkret (umur 7/8 tahun- 11/12 tahun). Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan yang sistematis, logis, dan empiris. Pada tahap ini juga adalah tahap melakukan transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakan lebih efektif.
d)     Tahap operasional formal (umur 11/12- 18 tahun). Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berfikir abstrak dan logis, serta memiliki kemampuan menggunakan pola berfikir dan mampu berfikir ilmiah.

Tahapan perkembangan akan berjalan secara linier atau relevan dengan kualitas berpikir, makin tinggi tahap perkembangan kognitif membawa implikasi terhadap teraturnya dan semakin abstrak cara berpikir yang dilakukan oleh seorang anak.
Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitar. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar –gambar atau visualisasi verbal. Dan pada tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang dilakukan dengan menggunakan cara kerja dari sederhana/kecil ke arah yang lebih rumit atau luas.
Jadi teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.

3.      Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme juga bagian dari teori kognitif. Teori kognitif dalam belajar memiliki perbedaan dengan cara pandang teori konstruktivisme. Menurut cara pandang teori konstruktivisme belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam lapangan.
Pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa, sehingga model pembelajarannya dilakukan secara natural. Penekanan teori kontruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan. Belajar bukanlah proses teknologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. C. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang ada dalam diri siswa. Menurut C. Asri Budiningsih, ada dua macam proses adaptasi yaitu adaptasi yang bersifat autoplastis dan adaptasi aloplastis.
Adaptasi autoplastis adalah proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai dengan suasana lingkungan, adaptasi aloplastis adalah adaptasi dengan cara mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan dirinya sendiri. Paul Suparno SJ dalam buku Reformasi pendidikan menyatakan bahwa model pembelajaran yang dianggap tepat menurut teori konstruktivisme adalah model pembelajaran yang demokratis dan dialogis. Pembelajaran harus member ruang kebebasan siswa untuk melakukan kritik, memiliki peluang yang luas untuk mengungkapkan ide tau gagasannya, guru tidak memiliki jiwa otoriter atau diktaktor. Menurut pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme lebih menekankan pada pembelajaran yang nyata sesuai dengan situasi lingkungan yang ada.

4.      Teori Belajar Humanistik
Teori humanistik menjelaskan bahwa poses belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori humanistik sifatnya lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimiliki, baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Teori humanistik tidak bisa serta mampu menciptakan peserta didik menjadi sosok manusia yang ideal, dalam proses pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyebabkan manusia memiliki kebebasan untuk beraktualisasi, kebebasan untuk berpikir alternatif, dan kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.
Tokoh teori belajar humanisme antara lain: Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas. Menurut Kolb teori belajar dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap pengalaman konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif, tahap konseptualisasi, dan tahap eksperimentasi aktif. Pada tahap pengalaman konkret belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Pada tahap pengamatan aktif dan reflektif belajar harus memberi kesempatan kepada seluruh siswa melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Pada tahap konseptualisasi, setelah siswa diberi kebebasan melakukan pengamatan, maka selanjutnya siswa diberi kebebasan untuk merumuskan konseptualisasi hasil pengamatannya. Artinya siswa berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Sedangkan pada tahap eksperimen aktif, belajar harus mampu melakukan eksperimentasi secara aktif. Seseorang sudah mampu mengaplikasi konsep-konsep, teori-teori, atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Tahap-tahap teori ini tidak dapat dipisahkan, karena suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar.
Menurut pandangan Honey dan Mumford orang yang belajar digolongkan dalam empat macam kelompok, yaitu kelompok aktivis, golongan reflector, kelompok teoritis, dan golongan pragmatis. Cara kerja manusia ditentukan oleh dua dimensi yaitu dimensi kualitas berpikir abstrak (BA) dan kualitas kerja (KK). Semakin tinggi BA akan melahirkan manusia yang kritis dan idealis, semakin tinggi BA akan melahirkan sosok manusia yang pekerja tinggi. Habermas berpandangan bahwa belajar akan efektif jika ada proses interaksi antara individu/siswa dengan realitas sosial yang ada di sekitar dirinya. Keberhasilan pembelajaran jika guru mampu mengaitkan materi pelajaran dengan fenomena kehidupan sekitar.
Dapat disimpulkan bahwa teori belajar humanistik lebih mementingkan kepentingan peserta didik dari kepentingan lainnya, jadi dalam pembelajaran siswa lebih aktif sesuai dengan kemampuannya.

  

BAB III
PENUTUP

      A.    KESIMPULAN
Dari beberapa penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan baik masa lalu, masa kini, ataupun masa yang akan datang selalu mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Selain itu, dalam proses pembelajaran juga terdapat berbagai macam teori belajar yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran. Di antaranya adalah behavioris, kognitif, konstruktif, dan juga humanistik. Setiap teori memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga setiap teori tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada pengaruh dari teori yang lain. Dalam teori belajar terdapat pergeseran-pergeseran dari masing-masing teori.

      B.     SARAN
Berpikir dan mengingat merupakan cara yang baik dalam proses belajar. Oleh karena itu sebagai kaum pelajar kita harus mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam belajar kita perlu mengenal tujuan dan harapan apa yang kita inginkan dalam kegiatan belajar tersebut, sehingga kita mengerti makna sebenarnya dari belajar dalam kesadaran dan pemahaman diri sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

-           Fauzi, Ahmad.Drs. H. 1999. Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Penerbit: Pustaka Setia.
-           Hill, F, Wilfred. 2009.Theories of Learning. Terj. Teori-teori Pembelajaran. Bandung: Nusa Media.
-           Saekhan Muchith. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasail Media Group.
-           Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Pakar raya.
Baca SelengkapnyaMakalah Psikologi Umum : Teori Belajar