SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Selasa, 10 September 2013

Kontrak Cinta & Tuntunan Islami dalam Memilih Pasangan



Kontrak Cinta Dalam Kaidah Islami

Pada hakikatnya, kontrak merupakan bagian esensial dari akad, akad berarti ‘aqd artinya mempertemukan dua hal, atau mengukuhkan dua pihak, digunakan untuk menyebut transaksi jual beli (akad jual beli), perjanjian antara dua pihak, juga untuk menyebut pengukuhan dua orang dalam ikatan suami istri (akad nikah). Modern ini, akad adalah perjanjian yang tercatat atau kontrak yang dokumennya disebut piagam, akta atau sertifikat. Dari segi ajaran agama, akad nikah adalah ketentuan syari’at (rukun nikah) yang mengikat seorang lelaki dan perempuan dalam satu ikatan, yaitu ikatan perkawinan. Meski akad nikah merupakan transaksi kontrak tetapi juga memiliki sifat sakral, kesakralan ini karena dalam melafadzkannya (akad nikah) menggunakan nama Allah untuk menghalalkan persetubuhan (permainan cinta) antara lelaki dan perempuan. Secara sosial, akad nikah adalah suatu kontrak sosial dimana masing-masing pihak suami dan istri memiliki hak dan kewajiban, yang keduanya mengandung implikasi hukum.


Setiap muslim wajib memahami benar-benar makna kontrak cinta dalam kehidupan sesuai syar’i. Kita wajib mengenal proses, efek, efek samping, manfaat serta nilai-nilai ibadah yang terkandung dalam kontrak cinta Islami. Dalam Islam, berbicara mengenai cinta dengan lawan jenis harus memiliki tindakan nyata yang langsung to the point, artinya pernikahan adalah satu-satunya tindakan yang paling memungkinkan. Oleh karena itulah, kita wajib benar-benar memilih pasangan yang memiliki daya tarik bagi kita, karena setiap orang memiliki daya tarik tertentu disamping selera tertentu. Daya tarik ada yang bersifat lahir, kecantikan atau kegantengan misalnya, ada juga daya tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat atau nama besar, ada juga daya tarik yang bersumber dari dalam diri seseorang, seperti kelemah-lembutan, kesetiaan, keramahan, dan berbagai ciri kepribadiaan lainnya. Selera manusia juga berbeda-beda, ada yang lebih tertarik kepada rupa, ada yang sangat mempertimbangkan harta dan jabatan serta status sosial, disamping ada yang seleranya lebih kepada kualitas hati, dsb.

Sebelum orang melakukan transaksi jual beli, apalagi jika membeli sesuatu yang bernilai, pasti terlebih dahulu akan melakukan berbagai pertimbangan; kualitas, kegunaan, harga dan selera pribadi. Akad nikah adalah kontrak cinta seumur hidup antara dua individu dimana mereka berdua bukan saja akan selalu bersama dalam suka, tetapi juga dalam duka. Suami istri nantinya, setiap hari akan banyak melalui waktu-waktu yang harus dilakukan bersama-sama; makan bersama, duduk bersama, tidur bersama dan menghadapi masalah bersama-sama, memperoleh keberuntungan bersama dan menanggung resiko bersama-sama. Jika antara keduanya tidak memiliki kesamaan, maka kebersamaan ini terus menerus dalam waktu yang lama akan melahirkan kebosanan/ kejenuhan. Oleh karena itu sebelum penandatanganan kontrak akad nikah, calon suami dan calon istri harus benar-benar meneliti unsur-unsur yang akan mendukung kebersamaan, dan menandai betul unsur-unsur resistensi yang dapat mengganggu dan mengeruhkan keadaan. Calon suami dan calon istri masing-masing harus benar-benar meyakini persepsi atas pengenalannya terhadap calon suami atau istri.

Argumen Memilih Pasangan

Dalam cinta dengan lawan jenis, ada peranan rasa dan ada peranan ilmu, perasaan cocok sering lebih besar dan ‘benar’ dibanding pertimbangan ‘ilmiah’ dalam persoalan ini. Jika seorang wanita dalam pertemuan pertama dengan seorang lelaki langsung merasa bahwa lelaki itu terasa ‘sreg’ untuk menjadi suami, meski ia belum mengetahui secara detail siapa identitas si lelaki itu, biasanya faktor perasaan seperti ini akan menjadi faktor dominan dalam mempertimbangkan. Penampilan seringkali menipu indrawi, padahal bisa saja penampilan yang ‘wow’ ternyata bertolak belakang dengan harapan. Sementara juga apabila menggunakan pemikiran rasional dalam memilih pasangan, mungkin pada awalnya dapat memuaskan logika, tetapi mungkin juga dapat menimbulkan perasaan kering, karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi lebih mengarah persoalan perasaan. Misalnya saja, orang yang sama-sama kaya, laki-lakinya ganteng dan wanitanya cantik, mereka memutuskan untuk menikah dan hidup bersama karena melihat prospek mereka dalam berumah tangga. Namun karena mereka mengedepankan logika semata dan pernikahan mereka lebih bersifat formal dibandingkan ‘rasa’ hal seperti ini justru dapat menimbulkan suasana kering dan menjenuhkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Tuntunan dan Anjuran Memilih Pasangan

Manusia diciptakan Tuhan dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran; 14)

Adalah manusiawi jika banyak manusia tertarik kepada lawan jenis, bangga memiliki anak-anak yang banyak dan sukses, senang memiliki benda-benda berharga, kendaraan yang bagus, kebun luas dan binatang ternak, manusia fitrahnya menyukai kenikmatan, kebanggaan dan kenyamanan. Sepanjang syahwatnya ditunaikan secara benar dan syah (halal) maka hal itu bisa menjadi ibadah, atau sekurangnya mubah, tidak haram. Jika lelaki menginginkan memiliki istri yang cantik dan kaya, atau seorang wanita menginginkan memiliki suami yang ganteng dan kaya, maka syahwat seperti itu adalah syahwat yang wajar dan syah karena hal itu merupakan fitrah yang dilekatkan Tuhan kepada manusia.

Jika syahwat adalah wajar, lain halnya dengan hawa, manusia juga memiliki hawa disamping syahwat. Hawa atau dalam bahasa Indonesia disebut ‘hawa nafsu’ adalah dorongan kepada sesuatu yang bersifat rendah, segera, dan tidak menghiraukan nilai-nilai moral. Jika orang dalam memilih sesuatu lebih dipengaruhi oleh karena hawa, maka kecenderungannya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan sesaat, bukan pada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih mempertimbangkan sesuatu oleh karena tuntunan dan anjuran nurani dan Islam, maka pertimbangannya mengarah pada memilih kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terlebih dahulu fase-fase kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan kepahitan hidup. Ada empat pertimbangan yang secara sosial selalu diperhatikan pada calon pasangan yang akan dipilih, yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama.

“Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung.” (HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)

“Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun.” (HR. Ibnu Majah)

Memilih Pasangan dari Faktor Harta

Pada dasarnya, manusia menyukai materi adalah wajar dan manusiawi, memilih pasangan berdasarkan banyaknya hartanya bisa saja Anda lakukan namun pasti ada resiko dan konsekuensi. Hal ini tentu harus ada syarat dan anjuran yang memiliki keterkaitan dengan hal-hal lainnya. Jika orang memperoleh harta banyak dari usahanya yang halal, maka itu adalah karunia Tuhan, dan jika harta yang banyak itu digunakan untuk membuat kemaslahatan sebanyak-banyaknya bagi keluarga, masyarakat dan umat, maka itu adalah sebesar-besarnya ibadah. Maka dari itu, Anda bisa saja menjadikan faktor harta sebagai prioritas, namun perlu diketahui dengan sangat hati-hati, harta itu didapat dengan cara bagaimana, halal atau haram. Juga perlu diniatkan bahwa dengan harta yang banyak itu kelak Anda akan memberikan kekuatan dan kemampuan untuk membantu sesama muslim dan melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Adalah keliru, mengharapkan kebahagiaan abadi dalam rumah tangga semata-mata mengandalkan kesejahteraan materiil.

Memilih Pasangan dari Faktor Keturunan

Sebagaimana dikatakan oleh hadist Rasulullah bahwa setiap bayi lahir, ia dalam keadaan fitrah (kullu mauludin yuladu ‘ala al fithrah), yakni memiliki kapasitas potensi psikologis yang standar, bisa membedakan yang buruk dari yang baik, memiliki dorongan untuk mencari Tuhan dan memiliki peluang yang sama untuk menjadi apa dan siapa, bergantung kepada perjalanan hidupnya kemudian. Keutamaan keturunan bukan pada darah kebangsawanan atau bukan, tetapi lebih pada ‘darah’ karakter. Misalnya, ada orang yang secara sosial dipandang kecil, tidak punya status sosial, tinggal di ruang sempit, mengerjakan hal-hal yang nampaknya sederhana, tetapi ternyata ia memiliki obsesi yang besar melampaui status sosialnya, melampaui ruang dimana ia bertempat tinggal dan bahkan melampaui zaman dimana ia hidup. Dari ruang yang kecil itulah ia menatap dan memprogramkan membangun dunia yang besar, orang yang seperti inilah sosok orang besar yang akan mewariskan genetika (keturunan) besar kepada anak-anak dan keluarganya. Maka dari itu, Anda bisa saja memprioritaskan faktor keturunan, namun jangan hanya yang nampak di mata saja atau apa yang pasti saja, perlu juga pengamatan dan pengukuran tentang nilai-nilai karakter dan sifat pasangan yang Anda harapkan agar dapat mencapai membahagiakan kehidupan rumah tangga kedepannya.

Memilih Pasangan dari Faktor Kecantikan

Hakikatnya, manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang terindah (fi ahsani taqwim), fisik dan psikologis. Oleh karena itu manusia pun didesain Tuhan untuk mengerti keindahan dan bisa menikmati keindahan. Manusia yang mencintai keindahan secara benar pasti dicintai Allah, karena cinta keindahan juga merupakan sifat Allah, Innalloha Jamilun yuhibbal jamal. Sudah menjadi sunnatullah, lelaki tertarik kepada perempuan cantik dan sebaliknya, tetapi selera tentang kecantikan berbeda-beda setiap orang. Ada yang lebih tertarik kepada kecantikan lahir, ada yang lebih tertarik kepada kecantikan budi pekerti. Islam memberikan tuntunan dan anjuran agar tidak terlalu memprioritaskan kecantikan atau kegagahan sebagai pertimbangan dalam memilih pasangan, sebagaimana juga jangan terlalu menjadikan faktor harta atau keturunan saja sebagai faktor dominan.

Kadangkala, cinta yang menurut kita sudah terjalin dengan sangat baik, tidak menutupi kemungkinan bisa menjadi kebencian bahkan dendam. Pasangan cantik dan gagah yang semula hidup sangat mesra bisa juga berubah menjadi saling membenci, karena berbagai hal yang menuntut kesempurnaan. Di mata pasangan yang sedang saling membenci, kecantikan dan kegagahan sama sekali tidak berarti lagi, faktor kecantikan dan kegagahan justru menambah bahan bakar kebencian. Demikian pula dalam faktor keturunan yang dibanggakan atau harta yang dibanggakan, ketika dalam kebencian justru menjadi faktor utama yang mengobarkan semangat permusuhan pada pasangan suami istri. Hal ini sudah jauh-jauh Rasulullah peringatkan, “barang siapa memilih pasangan semata-mata karena kecantikan, atau karena semata-mata harta atau karena keunggulan keturunan, Allah akan membalikkan keadaan itu pada sesuatu yang sangat dibenci oleh mereka, dan mereka wajib bersabar dan mengikuti karena Allah”.

Memilih Pasangan dari Faktor Agama (keimanan)

Rasulullah menganjurkan kepada umatnya agar tidak mudah terperangkap tipu muslihat indrawi dan memprioritaskannya, pilihlah pasangan yang ‘dzatiddin’ yaitu orang-orang yang terang-terangan beriman kepada Allah swt, orang-orang yang tindakannya sesuai dengan ucapannya karena mengikuti syar’i atau dapat dilihat sifat-sifatnya sebagai orang yang mematuhi agama. Ketika Anda memprioritaskan faktor agama dalam memilih pasangan, niscaya akan dihindarkan dari dampak-dampak negatif. Orang yang tinggi keimanannya bukan berarti dia memiliki kesempurnaan lahiriah, namun akan terasa dalam berkomunikasi, dalam berinteraksi, dalam bertransaksi, subtansi beragamanya akan terasa menyejukkan, menentramkan, membangun semangat, susah dimusuhi, dan susah pula di provokasi. Bukan berarti pula, ketika Anda memprioritaskan faktor agama, lalu kehidupan Anda akan mudah dan nyaman. Memilih pasangan karena faktor keimanan mungkin saja tidak mudah, karena ada hukum kepantasan, bahwa orang yang beriman untuk orang yang beriman, jadi pantas-pantaskanlah diri Anda apabila menginginkan pasangan yang pantas. Kehidupan selalu akan diliputi oleh masalah, sederhananya bukan menghindari masalah tersebut, namun temukan dan hadapi bersama-sama dengan orang yang ikhlas membantu Anda, baik suka atau duka selalu dalam kebersamaan. Inilah yang dinamakan kebahagiaan dunia, menemukan pasangan ‘dzatiddin’ demi kebahagiaan abadi.

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah,dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya.”(HR. Hakim)

Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai (HR. Muslim).

Sesungguhnya kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku?Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Kudisaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku” (HR. Muslim)

Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya itu berkata, “Aku juga mencintaimu karena Allah.” Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencintai karena Allah.(HR. Muslim)

Kecintaan-Ku pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang-orang yang saling mengunjungi karena aku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling memberi karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan karena-Ku.(HR. Hakim)

Billahifii sabililhaq, fastabiqul khoirot..
Baca SelengkapnyaKontrak Cinta & Tuntunan Islami dalam Memilih Pasangan