SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Selasa, 10 September 2013

Kontrak Cinta & Tuntunan Islami dalam Memilih Pasangan



Kontrak Cinta Dalam Kaidah Islami

Pada hakikatnya, kontrak merupakan bagian esensial dari akad, akad berarti ‘aqd artinya mempertemukan dua hal, atau mengukuhkan dua pihak, digunakan untuk menyebut transaksi jual beli (akad jual beli), perjanjian antara dua pihak, juga untuk menyebut pengukuhan dua orang dalam ikatan suami istri (akad nikah). Modern ini, akad adalah perjanjian yang tercatat atau kontrak yang dokumennya disebut piagam, akta atau sertifikat. Dari segi ajaran agama, akad nikah adalah ketentuan syari’at (rukun nikah) yang mengikat seorang lelaki dan perempuan dalam satu ikatan, yaitu ikatan perkawinan. Meski akad nikah merupakan transaksi kontrak tetapi juga memiliki sifat sakral, kesakralan ini karena dalam melafadzkannya (akad nikah) menggunakan nama Allah untuk menghalalkan persetubuhan (permainan cinta) antara lelaki dan perempuan. Secara sosial, akad nikah adalah suatu kontrak sosial dimana masing-masing pihak suami dan istri memiliki hak dan kewajiban, yang keduanya mengandung implikasi hukum.


Setiap muslim wajib memahami benar-benar makna kontrak cinta dalam kehidupan sesuai syar’i. Kita wajib mengenal proses, efek, efek samping, manfaat serta nilai-nilai ibadah yang terkandung dalam kontrak cinta Islami. Dalam Islam, berbicara mengenai cinta dengan lawan jenis harus memiliki tindakan nyata yang langsung to the point, artinya pernikahan adalah satu-satunya tindakan yang paling memungkinkan. Oleh karena itulah, kita wajib benar-benar memilih pasangan yang memiliki daya tarik bagi kita, karena setiap orang memiliki daya tarik tertentu disamping selera tertentu. Daya tarik ada yang bersifat lahir, kecantikan atau kegantengan misalnya, ada juga daya tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat atau nama besar, ada juga daya tarik yang bersumber dari dalam diri seseorang, seperti kelemah-lembutan, kesetiaan, keramahan, dan berbagai ciri kepribadiaan lainnya. Selera manusia juga berbeda-beda, ada yang lebih tertarik kepada rupa, ada yang sangat mempertimbangkan harta dan jabatan serta status sosial, disamping ada yang seleranya lebih kepada kualitas hati, dsb.

Sebelum orang melakukan transaksi jual beli, apalagi jika membeli sesuatu yang bernilai, pasti terlebih dahulu akan melakukan berbagai pertimbangan; kualitas, kegunaan, harga dan selera pribadi. Akad nikah adalah kontrak cinta seumur hidup antara dua individu dimana mereka berdua bukan saja akan selalu bersama dalam suka, tetapi juga dalam duka. Suami istri nantinya, setiap hari akan banyak melalui waktu-waktu yang harus dilakukan bersama-sama; makan bersama, duduk bersama, tidur bersama dan menghadapi masalah bersama-sama, memperoleh keberuntungan bersama dan menanggung resiko bersama-sama. Jika antara keduanya tidak memiliki kesamaan, maka kebersamaan ini terus menerus dalam waktu yang lama akan melahirkan kebosanan/ kejenuhan. Oleh karena itu sebelum penandatanganan kontrak akad nikah, calon suami dan calon istri harus benar-benar meneliti unsur-unsur yang akan mendukung kebersamaan, dan menandai betul unsur-unsur resistensi yang dapat mengganggu dan mengeruhkan keadaan. Calon suami dan calon istri masing-masing harus benar-benar meyakini persepsi atas pengenalannya terhadap calon suami atau istri.

Argumen Memilih Pasangan

Dalam cinta dengan lawan jenis, ada peranan rasa dan ada peranan ilmu, perasaan cocok sering lebih besar dan ‘benar’ dibanding pertimbangan ‘ilmiah’ dalam persoalan ini. Jika seorang wanita dalam pertemuan pertama dengan seorang lelaki langsung merasa bahwa lelaki itu terasa ‘sreg’ untuk menjadi suami, meski ia belum mengetahui secara detail siapa identitas si lelaki itu, biasanya faktor perasaan seperti ini akan menjadi faktor dominan dalam mempertimbangkan. Penampilan seringkali menipu indrawi, padahal bisa saja penampilan yang ‘wow’ ternyata bertolak belakang dengan harapan. Sementara juga apabila menggunakan pemikiran rasional dalam memilih pasangan, mungkin pada awalnya dapat memuaskan logika, tetapi mungkin juga dapat menimbulkan perasaan kering, karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi lebih mengarah persoalan perasaan. Misalnya saja, orang yang sama-sama kaya, laki-lakinya ganteng dan wanitanya cantik, mereka memutuskan untuk menikah dan hidup bersama karena melihat prospek mereka dalam berumah tangga. Namun karena mereka mengedepankan logika semata dan pernikahan mereka lebih bersifat formal dibandingkan ‘rasa’ hal seperti ini justru dapat menimbulkan suasana kering dan menjenuhkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Tuntunan dan Anjuran Memilih Pasangan

Manusia diciptakan Tuhan dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran; 14)

Adalah manusiawi jika banyak manusia tertarik kepada lawan jenis, bangga memiliki anak-anak yang banyak dan sukses, senang memiliki benda-benda berharga, kendaraan yang bagus, kebun luas dan binatang ternak, manusia fitrahnya menyukai kenikmatan, kebanggaan dan kenyamanan. Sepanjang syahwatnya ditunaikan secara benar dan syah (halal) maka hal itu bisa menjadi ibadah, atau sekurangnya mubah, tidak haram. Jika lelaki menginginkan memiliki istri yang cantik dan kaya, atau seorang wanita menginginkan memiliki suami yang ganteng dan kaya, maka syahwat seperti itu adalah syahwat yang wajar dan syah karena hal itu merupakan fitrah yang dilekatkan Tuhan kepada manusia.

Jika syahwat adalah wajar, lain halnya dengan hawa, manusia juga memiliki hawa disamping syahwat. Hawa atau dalam bahasa Indonesia disebut ‘hawa nafsu’ adalah dorongan kepada sesuatu yang bersifat rendah, segera, dan tidak menghiraukan nilai-nilai moral. Jika orang dalam memilih sesuatu lebih dipengaruhi oleh karena hawa, maka kecenderungannya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan sesaat, bukan pada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih mempertimbangkan sesuatu oleh karena tuntunan dan anjuran nurani dan Islam, maka pertimbangannya mengarah pada memilih kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terlebih dahulu fase-fase kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan kepahitan hidup. Ada empat pertimbangan yang secara sosial selalu diperhatikan pada calon pasangan yang akan dipilih, yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama.

“Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung.” (HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)

“Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun.” (HR. Ibnu Majah)

Memilih Pasangan dari Faktor Harta

Pada dasarnya, manusia menyukai materi adalah wajar dan manusiawi, memilih pasangan berdasarkan banyaknya hartanya bisa saja Anda lakukan namun pasti ada resiko dan konsekuensi. Hal ini tentu harus ada syarat dan anjuran yang memiliki keterkaitan dengan hal-hal lainnya. Jika orang memperoleh harta banyak dari usahanya yang halal, maka itu adalah karunia Tuhan, dan jika harta yang banyak itu digunakan untuk membuat kemaslahatan sebanyak-banyaknya bagi keluarga, masyarakat dan umat, maka itu adalah sebesar-besarnya ibadah. Maka dari itu, Anda bisa saja menjadikan faktor harta sebagai prioritas, namun perlu diketahui dengan sangat hati-hati, harta itu didapat dengan cara bagaimana, halal atau haram. Juga perlu diniatkan bahwa dengan harta yang banyak itu kelak Anda akan memberikan kekuatan dan kemampuan untuk membantu sesama muslim dan melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Adalah keliru, mengharapkan kebahagiaan abadi dalam rumah tangga semata-mata mengandalkan kesejahteraan materiil.

Memilih Pasangan dari Faktor Keturunan

Sebagaimana dikatakan oleh hadist Rasulullah bahwa setiap bayi lahir, ia dalam keadaan fitrah (kullu mauludin yuladu ‘ala al fithrah), yakni memiliki kapasitas potensi psikologis yang standar, bisa membedakan yang buruk dari yang baik, memiliki dorongan untuk mencari Tuhan dan memiliki peluang yang sama untuk menjadi apa dan siapa, bergantung kepada perjalanan hidupnya kemudian. Keutamaan keturunan bukan pada darah kebangsawanan atau bukan, tetapi lebih pada ‘darah’ karakter. Misalnya, ada orang yang secara sosial dipandang kecil, tidak punya status sosial, tinggal di ruang sempit, mengerjakan hal-hal yang nampaknya sederhana, tetapi ternyata ia memiliki obsesi yang besar melampaui status sosialnya, melampaui ruang dimana ia bertempat tinggal dan bahkan melampaui zaman dimana ia hidup. Dari ruang yang kecil itulah ia menatap dan memprogramkan membangun dunia yang besar, orang yang seperti inilah sosok orang besar yang akan mewariskan genetika (keturunan) besar kepada anak-anak dan keluarganya. Maka dari itu, Anda bisa saja memprioritaskan faktor keturunan, namun jangan hanya yang nampak di mata saja atau apa yang pasti saja, perlu juga pengamatan dan pengukuran tentang nilai-nilai karakter dan sifat pasangan yang Anda harapkan agar dapat mencapai membahagiakan kehidupan rumah tangga kedepannya.

Memilih Pasangan dari Faktor Kecantikan

Hakikatnya, manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang terindah (fi ahsani taqwim), fisik dan psikologis. Oleh karena itu manusia pun didesain Tuhan untuk mengerti keindahan dan bisa menikmati keindahan. Manusia yang mencintai keindahan secara benar pasti dicintai Allah, karena cinta keindahan juga merupakan sifat Allah, Innalloha Jamilun yuhibbal jamal. Sudah menjadi sunnatullah, lelaki tertarik kepada perempuan cantik dan sebaliknya, tetapi selera tentang kecantikan berbeda-beda setiap orang. Ada yang lebih tertarik kepada kecantikan lahir, ada yang lebih tertarik kepada kecantikan budi pekerti. Islam memberikan tuntunan dan anjuran agar tidak terlalu memprioritaskan kecantikan atau kegagahan sebagai pertimbangan dalam memilih pasangan, sebagaimana juga jangan terlalu menjadikan faktor harta atau keturunan saja sebagai faktor dominan.

Kadangkala, cinta yang menurut kita sudah terjalin dengan sangat baik, tidak menutupi kemungkinan bisa menjadi kebencian bahkan dendam. Pasangan cantik dan gagah yang semula hidup sangat mesra bisa juga berubah menjadi saling membenci, karena berbagai hal yang menuntut kesempurnaan. Di mata pasangan yang sedang saling membenci, kecantikan dan kegagahan sama sekali tidak berarti lagi, faktor kecantikan dan kegagahan justru menambah bahan bakar kebencian. Demikian pula dalam faktor keturunan yang dibanggakan atau harta yang dibanggakan, ketika dalam kebencian justru menjadi faktor utama yang mengobarkan semangat permusuhan pada pasangan suami istri. Hal ini sudah jauh-jauh Rasulullah peringatkan, “barang siapa memilih pasangan semata-mata karena kecantikan, atau karena semata-mata harta atau karena keunggulan keturunan, Allah akan membalikkan keadaan itu pada sesuatu yang sangat dibenci oleh mereka, dan mereka wajib bersabar dan mengikuti karena Allah”.

Memilih Pasangan dari Faktor Agama (keimanan)

Rasulullah menganjurkan kepada umatnya agar tidak mudah terperangkap tipu muslihat indrawi dan memprioritaskannya, pilihlah pasangan yang ‘dzatiddin’ yaitu orang-orang yang terang-terangan beriman kepada Allah swt, orang-orang yang tindakannya sesuai dengan ucapannya karena mengikuti syar’i atau dapat dilihat sifat-sifatnya sebagai orang yang mematuhi agama. Ketika Anda memprioritaskan faktor agama dalam memilih pasangan, niscaya akan dihindarkan dari dampak-dampak negatif. Orang yang tinggi keimanannya bukan berarti dia memiliki kesempurnaan lahiriah, namun akan terasa dalam berkomunikasi, dalam berinteraksi, dalam bertransaksi, subtansi beragamanya akan terasa menyejukkan, menentramkan, membangun semangat, susah dimusuhi, dan susah pula di provokasi. Bukan berarti pula, ketika Anda memprioritaskan faktor agama, lalu kehidupan Anda akan mudah dan nyaman. Memilih pasangan karena faktor keimanan mungkin saja tidak mudah, karena ada hukum kepantasan, bahwa orang yang beriman untuk orang yang beriman, jadi pantas-pantaskanlah diri Anda apabila menginginkan pasangan yang pantas. Kehidupan selalu akan diliputi oleh masalah, sederhananya bukan menghindari masalah tersebut, namun temukan dan hadapi bersama-sama dengan orang yang ikhlas membantu Anda, baik suka atau duka selalu dalam kebersamaan. Inilah yang dinamakan kebahagiaan dunia, menemukan pasangan ‘dzatiddin’ demi kebahagiaan abadi.

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah,dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya.”(HR. Hakim)

Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai (HR. Muslim).

Sesungguhnya kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku?Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Kudisaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku” (HR. Muslim)

Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya itu berkata, “Aku juga mencintaimu karena Allah.” Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencintai karena Allah.(HR. Muslim)

Kecintaan-Ku pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang-orang yang saling mengunjungi karena aku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling memberi karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan karena-Ku.(HR. Hakim)

Billahifii sabililhaq, fastabiqul khoirot..
Baca SelengkapnyaKontrak Cinta & Tuntunan Islami dalam Memilih Pasangan

Selasa, 27 Agustus 2013

Memahami Seni Melalui Sejarah Islam

Sekilas kita bisa memikirkan dari judul yang tertulis, istilah “seniman” yang bermakna pelaku atau orang yang memiliki kemampuan seni. Lantas kemudian apakah makna seni berarti ? mungkin Anda memiliki persepsi masing-masing, karena hakikat seni adalah perihal mendasar yang sudah menjadi fitrah manusia. Wujud fitrah itu bisa kita pandang pada diri kita masing-masing. Misalnya, seberapa besar pengetahuan dan kemampuan Anda dalam menyusun alunan-alunan bunyi hingga menjadi sebuah instrumen ? mungkin kemampuan kita bervariasi, ada yang mampu dan ada yang tidak mampu. Namun, seberapa besar kemampuan Anda dalam mengamati, mendengar atau mungkin merasakan alunan-alunan, gambaran-gambaran yang seakan-akan mampu kita simpulkan suasananya ? mungkin rata-rata kita mampu melakukannya walau sesuai dengan kadar masing-masing dalam menafsirkannya.

Itulah fitrah dasar dari manusia, mampu merasakan kemudian meresapi dan menghayati apa yang dilihat dan didengar walau belum memahami sumber dan kaidah asal perihal tersebut. Lalu apa yang bisa kita simpulkan dari penjelasan singkat di atas ? mari kita sama-sama simak wacana di bawah ini..!!

Apa yang Anda pikirkan dengan seseorang yang menjadi Artis, Selebritis atau Musikus yang menggambarkan diri sebagai seorang seniman ? bagaimana pola pikirnya atau gaya hidupnya ? bagaimana moralitasnya atau spiritualitasnya ? semua ini percaya tidak percaya sudah Anda generalisasikan dalam alam bawah sadar Anda dengan satu jawaban pembenaran, yaitu “kemewahan dan kegemerlapan”. Semua ini adalah stereotip para seniman dewasa sekarang ini, apapun jenisnya.

Bila jawaban Anda mengacu kepada kedua hal di atas, maka itu adalah kesalahan mendasar Anda, juga tidak lepas dari kesalahan sebagian orang dalam menafsirkan makna “seni”. Sebelum saya terangkan apa sebenarnya seni, ada sebuah syair yang secara eksklusif menerangkan makna seni ; “Keindahan ini pertama-tama adalah abadi, ia tidak tidak pernah diwujudkan maupun dimatikan, tak mengalami pasang-surut, kemudian ia bukan indah sebagian dan jelek sebagian, bukan indah pada satu saat dan jelek pada saat lain, bukan indah dalam kaitannya dengan hal ini dan jelek dengan hal itu, tidak beraneka menurut keragaman pemerhatinya, tidak pula keindahan ini akan tampil di dalam imajinasi seperti kecantikan seraut wajah atau tangan atau sesuatu pemikiran atau ilmu pengetahuan, atau seperti keindahan yang bersemayam di dalam sesuatu di luar dirinya sendiri, apakah itu makhluk hidup atau bumi atau langit atau apa pun lainnya, dia akan melihatnya sebagai yang absolut, ada sendirian di dalam dirinya, unik, abadi.” (Socrates).

Seni adalah “keindahan”, begitu menurut Socrates, seorang guru besar filsuf Yunani kuno yang pada abad keemasan Islam, buku-bukunya banyak diterjemahkan ke bahasa Arab dan dipelajari secara umum. Ciri-ciri keindahan adalah unik, abadi, dan mutlak. Secara mendasar, Socrates ingin mengajak orang-orang pada masanya untuk memikirkan seni, melalui seni-lah hukum-hukum akan dijalankan dan sarana individu untuk menghayati keberadaan/ kebesaran Tuhan. Jadi, pengertian seni bukanlah seperti yang khalayak awam katakan, bahkan mereka yang mengaku-ngaku sebagai seniman namun perbuatannya masih jauh dari nilai-nilai seni, patutlah kita pertanyakan siapa mereka.

Kita kembalikan sejarah pada masa-masa yang banyak dilupakan, yaitu masa-masa keemasan Islam, pada zaman kejayaan Daulah Khilafah Islamiyah, negara Islam bukanlah sebuah negara yang dingin dan kaku. Di sana, selain terdapat banyak ulama mujtahid yang membuat hidup jadi terarah, lalu para ilmuwan dan insinyur yang membuat hidup lebih mudah, juga bertebaran para seniman yang membuat hidup lebih indah. Dan yang paling utama para seniman ini adalah orang-orang yang beriman, yang menjadikan iman sebagai poros hidupnya, bukan sebaliknya. Berbeda pada zaman sekarang, banyak mereka yang mengaku seniman, terjebak dengan aktivitas yang mereka anggap sebuah seni sehingga meninggalkan “keimanan” dan melupakan segala hal-hal yang mendasar dalam hidupnya.

Macam-Macam Seni dalam Dunia Islam

Secara umum, dunia seni dapat dibagi dalam lima macam; 1) seni rupa, 2) seni sastra, 3) seni suara (musik), 4) seni gerak (akrobat), 5) seni gabungan (treatikal). Ketika aliran naturalis yang menggambar atau membuat patung hewan atau manusia diharamkan dalam Islam, para perupa muslim dapat tetap menuangkan kreativitasnya dalam bentuk-bentuk abstrak yang memerlukan jiwa seni dan kemampuan matematis yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk kaligrafi yang rumit yang juga tertuang pada karpet atau keramik, arsitektur masjid yang canggih, atau taman kota yang simetri. Bentuk seni rupa yang membawa permisanya serasa mi’raj ke dimensi spiritual, dimensi ilahiyah.

Dunia sastra juga menggelora dengan karya-karya yang menggugah. Berbagai hikayat dari zaman pra-Islam dimodifikasi dan diberi semangat iman. Karya sastra yang paling legendaris tentu saja adalah “Kisah 1001 Malam”, yang mengisahkan seorang ratu Persia Syahrazad yang setiap malam tak lelah mendongeng kisah-kisah fantastis seperti Aladin, Ali Baba atau Sinbad ke suaminya Raja Syahriar, dan baru berhenti saat adzan subuh pada titik yang membuat orang penasaran. Setelah 1001 malam, ada perubahan sikap yang signifikan dari Raja Syahriar, yang semula dikenal sebagai raja yang paranoid, yang karena takut dikhianati selalu menyingkirkan istrinya pada hari kedua pernikahannya. Namun Syahrazad berhasil mengubah kebiasaannya itu dengan sebuah dongeng yang indah.


Karya sastra juga sering dipakai untuk memberikan pelajaran, Ibnu Malik membuat puisi 1000 bait yang dikenal dengan “Alfiah Ibnu Malik” untuk memberikan pelajaran bahasa Arab secara komprehensif. Barangsiapa hafal 1000 bait tersebut, dia telah belajar dan menguasai nahwu, shorof dan balaghah sekaligus.

Seni suara pada zaman daulah Islam mendapat tempat yang layak dan dapat digunakan untuk terapi mental. Bacaan al-Qur’an dapat dilantunkan dengan suara yang indah untuk suasana apapun, sedih ataupun gembira. Rasulullah membolehkan lagu dan musik dimainkan untuk mengiring acara gembira seperti walimah nikah. Semula yang berkembangadalah nasyid, konsert vokal tanpa instrumen (Accapella). Berbagai lirik nasyid yang penuh makna diciptakan untuk berbagai peringatan, misalnya maulid Nabi. Konon Salahuddin al-Ayyubi mengadakan sayembara untuk itu, agar masyarakat ingat kembali pada Sirah Nabawiyah dengan cara yang indah dan menyenangkan. Kiat ini dilakukan untuk memperkuat kembali kaum muslim dalam menghadapi tentara salib.

Dalam instrumen musik, umat Islam tak hanya mengenal rebana sebagai satu-satunya alat musik yang sudah dikenal di zaman Nabi. Khilafah Islam mewarisi berbagai alat musik bangsa-bangsa yang ditaklukannya sekaligus memerkayanya dengan alat-alat musik baru. Saklipun ada ikhtilaf di antara para fuqoha dari yang menghalalkan dan mengharamkan musik, tokoh Al-Farabi tetap meneliti dan menciptakan berbagai alat musik yang sebelumnya tidak dkenal, seperti piano. Dia juga menemukan hubugan matematis antara tinggi tiap nada dan hubungan ritme dengan kejiwaan seseorang. Islam tidaklah melarang seseorang untuk memainkan musik atau bernyanyi selalma apa yang dia lantunkan tidak berkaitan dengan kemunkaran dan syirik, serta tidak menimbulkan kelalaian terhadap diri sendiri dan orang lain.

Dalam seni gerak, seni akrobat sudah diterima oleh Rasulullah, bahkan beliau telah menyaksikan pertunjukan suatu tim dari Habasyah bersama Ummul Mukminin Aisyah di masjid. Seni gerak ini kemudian berkembang pesat di kalangan shufi, seperti halnya Darwish di Turki, yang mendapatkan semacam perasaan “ectasse” ketika berputar-putar ratusan kali sambil berdzikir. Sedangkan untuk seni teater dikenal baik yang dimainkan oleh orang maupun dalam bentuk boneka, yang di Indonesia kemudian berkembang dalam bentuk wayang. Seni ini sudah dikenal di masa Abbasiyah kira-kira 1000 tahun yang lalu dengan mengambil alur cerita dari sejarah Islam. Para khalifah Utsmaniyah, termasuk Sulaiman al-Qanuni juga dikenal sangat antusias menonton sandiwara boneka.

Seni Musik Seniman Muslim

Ketika Khilafah Islam jaya, seni musik dan seni-seni yang lainnya tidak pernah menjadi sesuatu yang melalaikan. Bahkan kaum muslimin pernah ikut berkontribusi dalam teknologi musik. Sejumlah besar alat musik yang dipakai di musik klasik Barat dipercaya berasal dari alat musik Arab. Lute berasal dari “al-‘ud”, rebec (violin) dari “rabab”, guitar dari “qitara”, naker dari “naqareh”, adufe dari “al-duff” alboka dari “al-buq”, anafil dari al-nafir”, exabeba (flute) dari “al-syabbaba”, atabal (bass drum) dari “al-tabl”, atambal dari “al-tinbal”, sonajas de azofar dari “sunuj al-sufr”, dan masih puluhan alat musik lainnya yang ternyata berawal dari alat musik Arab.


Kenyataan bahwa teori musik banyak ditemukan oleh orang Islam cukup berasal, Meninski dalam bukunya Thesaurus Linguarum Orientalum (1680) dan Laborde dalam tulisannya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780) sepakat bahwa asal muasal notasi musik Solfege (do, re, mi, fa, sol, la, si) diturunkan dari huruf-huruf Arab sistem “solmization” Durar-Mufassalat (dal, ro, mim, fa’, sod, lam, to’) yang bermakna “mutiara yang terpisah”. Setiap huruf memiliki frekuensi getar dalam perbandingan logaritmis dengan huruf sebelumnya.

Kehebatan musik dari negara Khilafah bertahan sampai abad-18 M, yakni ketika militer Utsmaniyah sebagai militer terkuat dunia memiliki marching band yang hebat bahkan dianggap sebagai marching band tertua di dunia. Orang barat menyangka bahwa semangat jihad yang menyala-nyala dari tentara Utsmaniyah ini ditunjang atau diciptakan oleh musik militernya. Padahal sejatinya, aqidah Islam dan semangat syahidlah yang membuat militer ini jadi hebat. Ketika belakangan aqidah dan semangat mencari syahid mengendur, militer ini tinggal marching-band-nya saja yang hebat.

Marching band berasal dari istilah Persia “Mehler”. Instrument yang digunakan oleh Mehler adalah Bass-drum (timpani), Kettledrum (nakare), Frame-drum (davul). Cumbals (zil), Oboes, Flutes, Zuma, “Boru”, Triangle dan “Cevgen”. Marching-band militer ini menginspirasi banyak bangsa barat, bahkan juga menginspirasi para komponis orkestra Barat seperi Wolfgang Amedeus Mozart (1756-1791) dan Ludwig van Beethoven (1770-1827), yang mungkin nama mereka tidak asing lagi bagi kita.


Perlu kita sadari khususnya sebagai Muslim kita belum sepenuhnya mengetahui bagaimana besar dan agungnya sejarah peradaban Islam pada masa-masa Khilafah. Kita sering bangga dengan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban Barat, memuja-muja kedikdayaan Barat, padahal kalau mau kita merinci bahwasanya sumber ilmu dan pengetahuan berawal dari cendikia-cendikia muslim, maka sepatutnyalah kita berbesar hati dan menanamkan semangat pembaharuan dan pantang menyerah. Islam adalah ajaran yang selalu terintegritas dengan seni, bahkan cakupan seni dalam Islam sangatlah luas, sehingga janganlah Anda menutupi bahkan membatasi usaha Anda tanpa meninggalkan dan melupakan syar’i dan iman sebagai Muslim. Billahi fi sabililhaq, fastabiqul khoirot..
Baca SelengkapnyaMemahami Seni Melalui Sejarah Islam

Kamis, 22 Agustus 2013

Cinta dalam Perspektif Islam

Ketika Kita berbicara tentang Cinta, banyak sekali penafsiran-penafsiran personal dari yang abstrak hingga yang konkrit, dari yang konvensional hingga ke fenomenal, subyektif atau objektif, dan memang Kita boleh berargumen sesuai kapasitas masing-masing. Cinta merupakan bagian penting dari isi Hati (qalb), karakteristik dari Cinta seseorang diwarnai oleh karakteristik hatinya. Orang yang hatinya baik maka ekspresi Cintanya juga bersifat positif, sebaliknya orang yang kualitas hatinya jelek maka dalam mengekspresikan Cintanya pun bersifat negatif. Hal ini bisa Kita perhatikan pada realita yang ada.


Setiap manusia normal, setiap kali mengerjakan sesuatu perbuatan pasti di balik perbuatan itu ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan itu terkadang hanya bersifat biologis, terkadang pemuasan kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilai-nilai tertentu sesuai keinginan masing-masing. Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Faktor-faktor yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah biasa disebut “Motif”. Dalam bahasa Arab, faktor-faktor penggerak tingkah laku itu disebut ad dawafi’an nafsiyyah yang artinya dorongan-dorongan yang bersifat psikologis. Salah satu motif yang paling kuat dalam mendorong nafs (jiwa) manusia adalah Motif Cinta. Pada tingkat tertentu Motif Cinta bisa mendorong orang mampu melakukan pekerjaan yang besar yang positif, juga dapat mendorong orang melakukan perbuatan luar biasa yang sangat destruktif.

Menurut Al-Qur’an, manusia diciptakan Tuhan berpasangan lelaki-perempuan dan kepada mereka dianugerahi perasaan Cinta dan Kasih Sayang, dan sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia ingin mencintai dan dicintai. Tercapainya kebutuhan Cinta itu bilamana ketika mengerjakannya dengan benar akan membuat manusia merasa tenteram, tenang dan bahagia, sebaliknya Cinta yang dikerjakan dengan cara yang salah akan mengantarkan pada penderitaan. Al-Qur’an memberikan perumpamaan perasaan Cinta antar laki-laki perempuan dengan istilah mawaddah, rahmah, syaghafa, mail, dan h­ubb-mahabbah.

Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalam dimana perbedaan karakteristik itu akan membawa implikasi pada perbedaan tingkah laku. Cinta itu sendiri diungkap dalam bahasa Arab dengan tiga kelompok karakteristik, yaitu; 1) apresiatif (ta’dzim), 2) penuh perhatian (ihtimaman) dan 3) cinta (mahabbah). Ketiga kelompok karakteristik itu terkumpul dalam ungkapan mahabbah, orang yang disebut habib, habibah atau mahbub. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an ada beberapa istilah, sebagai berikut :

      1.      Cinta mawaddah, artinya adalah jenis Cinta yang menggebu-gebu, membara, keinginan untuk selalu              berdua-duaan, romantis, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya.
      2.      Cinta rahmah, artinya adalah jenis Cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap             melindungi. Orang yang memiliki jenis Cinta ini, biasanya lebih memperhatikan orang yang dicintainya             daripada dirinya sendiri. Dia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan        kekasihnya.
     3.      Cinta mail, artinya adalah jenis Cinta yang menyedot perhatian. Begitu menyilaukan sehingga membuat          orang yang terkena Cinta ini akan cenderung melalaikan hal-hal lainnya yang juga berharga.
     4.      Cinta syaghaf, artinya adalah Cinta yang mendalam, alami dan memabukkan. Orang yang terserang Cinta      ini bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dia lakukan.
      5.   Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih sayang yang bersumber dari rasa iba dan kasihan, rasa sayang ini bisa              cenderung membuat orang lain lupa dengan norma-norma kebenaran.
    6.     Cinta shobwah, yaitu Cinta buta yang mendorong perilaku penyimpangan tanpa sanggup mengelak. Orang     yang terkena Cinta ini, sanggup melakukan apa saja demi hasrat dan gejolaknya terluapkan.
    7.      Cinta syauq, adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan                 kobaran Cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha       fi qalb al muhibbi. Cinta ini berarti adalah perasaan rindu yang menggebu-gebu tak terbendung dan             menyesak dada orang yang mencinta.
   8.     Cinta kulfah, yakni perasaan Cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski          sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya untuk mandiri. Cinta seperti ini cenderung menginginkan          orang yang dicintainya bisa melakukan apa yang dia pikirkan/ kehendaki.

Menurut hadist, orang yang sedang jatuh Cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Rasulullah, orang bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa ‘abduhu). Kata Rasul pula, ciri dari Cinta sejati ada tiga : 1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, 2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan 3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/ diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh Cinta kepada Tuhan, maka ia lebih suka berbicara dengan Tuhan, dengan membaca firman-Nya, lebih suka bercengkerama dengan Tuhan dalam I’tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Tuhan daripada perintah yang lain.

Menurut Imam Gazali, ada empat tingkat kualitas Cinta; 1) Cinta diri, semua hal yang berhubungan dengan Cinta diukur dengan kesenangan diri sendiri, 2) Cinta transaksional, yakni Cinta kepada orang lain sepanjang orang yang dicintainya itu membawa keuntungan bagi dirinya, seperti cintanya pedagang kepada pembeli, 3) Cinta kepada orang baik meski tak memperoleh keuntungan langsung, seperti Cinta orang kepada ulama dan pemimpin, ia sanggup berkorban demi orang baik yang dicintainya, 4) Cinta kepada kebaikan, terlepas dari siapa yang memiliki kebaikan itu, bahkan kebaikan yang ada pada musuhnya. Cinta jenis terakhir inilah yang bisa mengantar manusia ke tingkat Cinta kepada Tuhan. Seperti Rabi’ah al Adawiyah, cintanya kepada Tuhan bahkan sudah tidak memberi ruang di dalam hatinya untuk membenci, bahkan untuk membenci syaitan.

Karena Cinta adalah motif atau faktor penggerak tingkah laku, maka kualitas cintanya akan memengaruhi kualitas perilakunya. Tidak bolehlah kita terlalu fanatik dengan Cinta yang subtansinya belum kita ketahui. Orang Islam diajarkan untuk selalu ikrar minimal lima kali dalam sehari kepada Tuhan, inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahirabbil’alamin, sesungguhnya shalatku, ibadahku, bahkan hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Karena Cinta bersifat indah, maka orang yang sedang dimabuk Cinta hatinya selalu berbunga-bunga, wajahnya berseri-seri, memersepsi alam (misalnya bulan, samudra, langit, bentangan alam dsb) sebagai dukungan atas cintanya, oleh karena itu ia mengerjakan pekerjaan dengan riang gembira.

Cinta merupakan fitrah isi hati maka perasaan Cinta tumbuh bersamaan dengan berfungsinya hati sebagai instrumen psikologis, hati (qalb) berfungsi cenderung mengikuti masa pertumbuhan dan usia. Pada masa puber pertama, (15-17 tahun) perasaan Cinta itu selalu muncul dan mencari-cari objek. Anak usia puber yang belum menemukan lawan jenis sebagai obyek cintanya akan didera rasa gelisah secara terus menerus, namun ketika menemukan obyek cintanya bahkan membuat hatinya makin mengelisah. Cinta puber sangat membara tetapi belum bisa dipastikan, oleh karena itu ia juga mudah putus dan mudah berganti. Ia indah, menggoda, tetapi penuh gejolak, jarang sekali cinta puber yang berakhir dengan pernikahan.

Setelah melewati masa puber pertama, sekitar usia 21-25, perasaan Cinta yang muncul sudah merupakan perasaan yang mapan. Ia muncul bisa oleh pandangan pertama, bisa juga karena pergaulan setiap hari.

Cinta Pandangan Pertama
Cinta seperti ini biasanya dipicu oleh bertemunya unsur daya tarik tertentu dan selera tertentu. Daya tarik itu bisa oleh sosok utuh seseorang, bisa juga oleh lirikan maut, bisa oleh senyumannya yang sangat menawan, bisa juga oleh suaranya yang sangat merdu atau perilaku khas dari orang itu yang sangat mengesankan, daya tarik khas mana kemudian bertemu dengan orang yang memiliki selera khas pula. Cinta sulit dianalisa secara ilmiah, karena ini berhubungan dengan perasaan. Sebagaimana sulit menerangkan rasa manisnya gula, demikian juga sulit menguraikan gemuruh Cinta. Bagi orang yang sudah merasakan manisnya gula, meski tidak sanggup menguraikan secara ilmiah, tetapi manisnya gula sudah menjadi “haqqulyaqin” yang tidak tergoyahkan oleh argumen apapun yang mengatakan bahwa gula tidak manis. Demikian pula orang yang telah merasakan manisnya Cinta, ia tidak pernah mau mendengar penilaian orang lain yang menggugat berdasarkan analitik.

Cinta Karena Biasa
Perasaan Cinta juga bisa tumbuh karena berlangsungnya komunikasi yang lama, misalnya Cinta yang tumbuh antara dua orang yang kuliah bersama, atau antara teman sekerja, atau teman seperantauan, teman sependeritaan, dsb. Bisa juga terjadi antara dua orang yang tadinya saling membenci, setelah bergaul lama, terutama pergaulan senasib dan sependeritaan, atau jujur, atau setia atau sebaliknya. Pengenalan dalam kehidupan keseharian dalam waktu yang lama akan mengubah pengenalan kognitif menjadi pengenalan afektif sehingga seseorang sudah dikenali karakternya sebagai orang yang menawan hati maka kesejukan, keceriaan, ketenangan akan terasa dalam kebersamaan. Sebaliknya perasaan kehilangan dan kesepian akan muncul jika berpisah, dan jika masih harus menunggu, rasa rindu mendera hatinya. Proses psikologis itulah yang mengukir hati mereka berdua dalam keindahan perasaan, dan selanjutnya dalam diri masing-masing terbangun imajinasi masa depan yang penuh harapan.

Ilham Cinta
Perasaan Cinta juga bisa tumbuh melalui ilham, yang berarti adalah suatu gagasan yang tiba-tiba tertanam kuat di dalam hati. Ilham seperti ini bisa didahului oleh pertemuan, oleh pengenalan ide melalui bacaan, bisa juga oleh mimpi. Menurut sebuah tafsir Al-Qur’an, dulu zulaikha putri seorang gubernur Yaman akan dinikahkan dengan seorang pangeran, tetapi ia menolak karena ia bermimpi menikah dengan seorang menteri urusan pangan dari kerajaan fir’aun mesir. Singkatnya zulaikha dipertemukan dengan sang menteri, namun zulaikha sangat terkejut ketika ia dipertemukan dengan calon suaminya itu, karena orangnya berbeda dengan yang ia jumpai dalam mimpi. Menteri yang dijumpai dalam mimpinya itu ganteng dan masih muda, sementara menteri yang akan menikahinya itu duda tua. Sang menteri pun menikahi zulaikha, sang menteri syahdan, sudah sekian tahun belum juga dikaruniai putra, dalam perjalanan mereka berdua mendapati seorang anak bernama yusuf yang dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya. Zulaikha usul kepada suaminya agar budak itu dibeli saja. Perjalanan hidup selanjutnya, yusuf tumbuh sebagai remaja cakep dalam asuhan zulakiha. Birahi zulaikha terusik oleh sosok yusuf yang sangat menawan, apalagi suaminya sudah tua. Rayuan zulaikha tidak berhasil, tetapi menurut tafsir itu selanjutnya yusuf dijebloskan ke penjara demi menjaga nama baik martabat ibu menteri. Sekian tahun akhirnya kebenaran terbuka, zulaikha mengakui kesalahannya. Singkat cerita, suami zulaikha pun meninggal, raja mesir melihat yusuf memiliki kecerdasan yang luar biasa, maka dia pun dianggap menjadi menteri menggantikan ayah angkatnya, lanjut cerita, sesungguhnya yusuf juga mencintai zulaikha, maka akhirnya keduanya menikah. Setelah yusuf benar-benar menjadi suaminya, zulaikha berkata, inilah orang yang aku lihat dalam mimpi ku dulu sewaktu masih gadis, jadi Cinta zulaikha sudah diilhamkan sejak yusuf masih anak-anak dab belum dikenalinya.

Cinta yang Mapan

Cinta itu ada yang menghanyutkan, ada yang bergelora, tetapi ada juga Cinta yang mapan dan stabil. Cinta seperti ini lebih menonjolkan rasa simpati dan kasihan dibanding rasa ingin memiliki. Sebab-sebab terjadinya, biasanya karena faktor merasa berhutang budi, simpati atau kagum atas perjuangan seseorang. Cinta yang mapan lebih mengutamakan kepolosan, ikhlas, dan keluguan serta jauh dari kesan konotasi seksual. Cinta seperti ini bisa terjadi pada siapa saja dalam kondisi yang bagaimana, tergantung orang itu mengartikan perasaan yang datang padanya dalam persepsi yang ideal baginya. Proses psikologis yang mengawali Cinta ini adalah nilai-nilai keadilan ketika melihat orang yang kita cintai dicurangi atau disakiti oleh orang lain. Sehingga kita merasa bertanggung jawab dan merasakan ketidakadilan terhadap orang itu adalah karena kita tidak melakukan apa yang harusnya dilakukan walau secara nalar, tidak ada hubungannya dengan tindakan kita.
Baca SelengkapnyaCinta dalam Perspektif Islam

Pendidikan Multibudaya

Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu diimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap. Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa. Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor sebagai pihak yang berkompeten perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan.


Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam. Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung seperti hanya teknik pengumpulan data,teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment metode studi kasus terus diperbarui. Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

PENDAHULUAN               
Bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku dan ras, yang mempunyai budaya, bahasa, nilai, dan agama atau keyakinan berbeda-beda. Bila bangsa ini ingin menjadi kuat dalam era demokrasi, diperlukan sikap saling menerima dan menghargai dari tiap orang yang beraneka ragam itu sehingga dapat saling membantu, bekerja sama membangun negara ini lebih baik. Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.

Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa, Untuk itu dipandang sangat penting memberikan pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan karena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

TEORI – TEORI TENTANG PENDIDIKAN MULTI BUDAYA
Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, riset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan lain lain.

Bill Martin Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128).

PRAKTEK PELAKSANAAN PENDIDIKAN MULTI BUDAYA
Agar pendidikan lebih multikultural, maka kurikulum, model pembelajaran, suasana sekolah, menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan yang ada , dan peran guru harus dibuat multicultural serta peran keluarga yang sangat penting untuk pelaksanaan multi budaya. Isi, pendekatan, dan evaluasi kurikulum harus menghargai perbedaan dan tidak diskriminatif. Isi dan bahan ajar di sekolah perlu dipilih yang sungguh menekankan pengenalan dan penghargaan terhadap budaya dan nilai lain.Pertama Misalnya, dalam semua bidang pelajaran, dimasukkan nilai dan tokoh-tokoh dari budaya lain agar siswa mengerti bahwa dalam tiap budaya, ilmu itu dikembangkan. Contoh-contoh ilmuwan dan hasil teknologi, perlu diambil dari berbagai budaya dan latar belakang termasuk gender. Kesamaan dan perbedaan antarbudaya perlu dijelaskan dan dimengerti. Siswa dibantu untuk kian mengerti nilai budaya lain, menerima dan menghargainya. Misalnya, dalam mengajarkan makanan, pakaian, cara hidup, bukan hanya dijelaskan dari budayanya sendiri, tetapi juga yang lain.

**Kedua Model pembelajaran dalam kelas pun perlu diwarnai multikultural, yaitu dengan menggunakan berbagai pendekatan berbeda-beda. Penyajian bahan, termasuk matematika, dalam memberi contoh, guru perlu memilih yang beraneka nilai. Buku-buku yang ditulis dalam pelajaran pun perlu disusun untuk menghargai budaya lain dan penghargaan gender.

**Ketiga Suasana sekolah amat penting dalam penanaman nilai multibudaya. Sekolah harus dibangun dengan suasana yang menunjang penghargaan budaya lain. Relasi guru, karyawan, siswa yang berbeda budaya diatur dengan baik, ada saling penghargaan. Anak dari kelompok lain tidak ditolak tetapi dihargai.

**Keempat dengan menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan yang ada, baik dari segi budaya, agama, nilai, dan lain-lain. Sikap saling menerima, menghargai nilai, budaya, keyakinan yang berbeda tidak otomatis akan berkembang sendiri. Apalagi karena dalam diri seseorang ada kecenderungan untuk mengharapkan orang lain menjadi seperti dirinya.

**Kelima Dengan sikap saling menerima dan menghargai akan cepat berkembang bila dilatihkan dan dididik pada generasi muda dalam sistem pendidikan nasional. Dengan pendidikan, sikap penghargaan terhadap perbedaan yang direncana baik, generasi muda dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain bahkan melatihnya dalam hidup sehingga sewaktu mereka dewasa sudah mempunya sikap itu. Di sini pemerintah dan tiap sekolah perlu memikirkan model dan bentuk yang sesuai.

**Keenam lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

PERAN GURU DAN KELUARGA DALAM PELAKSANAAN MULTI BUDAYA
Peran guru dalam pendidikan multikultur juga amat penting. Guru harus mengatur dan mengorganisir isi, proses, situasi, dan kegiatan sekolah secara multikultur, di mana tiap siswa dari berbagai suku, jender, ras, berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan saling menghargai perbedaan itu.

Guru perlu menekankan diversity dalam pembelajaran, antara lain dengan1) mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa; dan 2) mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apa pun ternyata juga menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain. Dalam pengelompokan siswa di kelas mapun dalam kegiatan di luar kelas guru diharapkan memang melakukan keanekaan itu. Usaha untuk mengembangkan sikap penghargaan ini masih panjang, terlebih karena kadang ada kecurigaan terhadap budaya lain. Semoga kita makin mengusahakannya, meski banyak tantangan. Semoga bangsa ini kian kuat bekerja sama, bukan saling menghancurkan.

Didalam peran keluarga adalah peran yang sangat penting bagi pendidikan multi budaya karena Peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain. Serta didalam keluarga, orang tua juga menanamkan dan memberi contoh perilaku agar kita bisa mencintai, menjaga ,memahami dan melestarikan rasa kebudayaan, ras, agama, bahasa yang beraneka ragam yang kita miliki.

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTI BUDAYA
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.

Pendidikan multikulturalisme/multibudaya sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita, dan juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda. Untuk itu, anak didik perlu diajak melihat nilai budaya lain, sehingga mengerti secara dalam, dan akhirnya dapat menghargainya. Bukan dengan menyembunyikan budaya lain, atau menyeragamkan sebagai budaya nasional, sehingga budaya lokal hilang.
Baca SelengkapnyaPendidikan Multibudaya