SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Selasa, 27 November 2012

Psikologi Agama & Tingkah Laku Keagamaan


A.     Psikologi Agama dalam Islam
     Secara terminologi, memang psikologi agama tidak dijumpai dalam kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya bersumber dari literatur barat. Namun sudah sejak lama Al-qur’an menginformasikan bahwa manusia makhluk ciptaan Tuhan memiliki sosok diri yang terbentuk dari unsur fisik dan non-fisik (biologi dan psikologi).
     Manusia menurut terminologi Al-qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya, sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang dimilikinya manusia disebut al-insan. Konsep al-insan menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang dikaitkan dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya (QS 2:30 dan QS 23:12-14). Selain itu, konsep al-insan juga menunjukkan potensi yang dimiliki manusia seperti kemampuan untuk mengembangkan ilmu (QS 96:4-5). Di samping itu, konsep ini juga menggambarkan sejumlah sifat-sifat dan tanggung jawab manusia seperti lupa, khilaf, tergesa-gesa, suka membantah, kikir, tidak bersyukur, dan sebagainya. Namun, kepadanya dibebankan amanah dan tanggung jawab untuk berbuat baik (QS 29:8).
     Kemudian manusia juga disebut al-Nas yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga dibebankan tanggung jawab sosial, baik dalam bentuk lingkungan sosial yang paling kecil (keluarga) maupun yang lebih besar seperti masyarakat, etnik, maupun bangsa. Manusia pun disebut sebagai al-Ins untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya. Dalam bentuk pengertian umum, al-qur’an menyebut manusia sebagai “Bani Adam”. Bani Adam menggambarkan tentang kesamaan dan persamaan manusia, yang ditekankan pada aspek fisik.
     Selanjutnya, manusia menurut pandangan Islam juga dipandang sebagai makhluk psikis. Unsur-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Konsep tentang manusia dalam Islam menjadikan pendekatan Islam berbeda dengan pendekatan psikologi pada umumnya. Dengan demikian, psikologi agama sebagai telaah terhadap kesadaran dan pengalaman agama melalui pendekatan psikologi akan jadi berbeda pula dalam memandang manusia dalam kehidupannya.
   Pendekatan-pendekatan psikologi yang ada pada umumnya, belum dapat menggambarkan konsep manusia secara utuh dan lengkap. Melalui pendekatan konsep Islam tentang manusia, terungkap bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki hubungan Makhluk-Khalik secara fitrah. Untuk menjadikan agar hubungan tersebut berjalan normal, maka manusia dianugerahkan berbagai potensi yang dipersiapkan untuk kepentingan pengaturan hubungan tersebut. Berangkat dari pandangan ini terungkap bahwa manusia merupakan makhluk terpola oleh fitrah ciptaannya, dan sikap ketundukan kepada Penciptanya merupakan salah satu unsur yang termuat dalam pola tersebut. Potensi ini pula yang merupakan benih dari rasa keberagamaan yang terdapat pada diri manusia.

B.     Ciri-Ciri dan Sikap Keberagamaan
     William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu. Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, William James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu :

1.    Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami sebelumnya, mereka yang pernah mengalami penderitaan ini terkadang secara mendadak dapat menunjukkan sikap yang taat hingga ke sikap fanatik terhadap agama yang diyakininya. Penderitaan tersebut disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor intern dan faktor ekstern :
a.    Faktor intern yang menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah :
1) Temperamen, merupakan salah satu unsur pembentuk kepribadian, tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang.
2)  Gangguan Jiwa, orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
3)   Konflik dan Keraguan, konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya. Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat, fanatik ataupun agnostis hingga ke ateis.
4) Jauh dari Tuhan, orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Perasaan ini mendorongnya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sikap keagamaan pada dirinya.

Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap :
a)   Pesimis, dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima.
b)   Introvert, segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
c)  Menyenangi paham yang Ortodoks, dorongan untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
d)   Mengalami proses keagamaan secara Nograduasi, timbulnya keyakinan beragama pada mereka melalui proses pendadakan dan perubahan yang tiba-tiba.
b.  Faktor ekstern yang turut mempengaruhi sikap keberagamaan secara mendadak, adalah :
1) Musibah, terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang. Keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia dalam berbagai macam tafsiran.
2)  Kejahatan, terkadang mereka yang hidup dalam garis kejahatan akan merasakan dirinya itu berdosa karena perbuatannya tersebut, sehingga dapat mengguncang batinnya menuju perubahan.

2.    Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology adalah :
a.    Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa selalu menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Segala bentuk musibah dan penderitaan bukan berarti itu karena Tuhan marah, namun lebih kepada kesalahan dan keteledoran sendiri. Mereka yakin bahwa Tuhan bersifat pengasih dan penyayang, mereka selalu dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpanya.
b.    Ekstrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis tindakannya. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama, sehingga akibatnya, mereka kurang senang mendalami ajaran agama, dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru.
c.     Menyenangi ajaran setauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung :
1)  Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2)  Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3)  Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
4)  Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
5)  Selalu berpandangan positif.
6)  Berkembang secara graduasi (meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar dan benar)

     Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan keteguhan dalam pendirian, ketetapan dalam kepercayaan, baik dalam bentuk positif, maupun negatif, namun dalam kenyataan yang ditemui masih banyak juga orang dewasa yang berubah keyakinan dan kepercayaan.

C.      Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
     Sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu (Mar’at 1982: 19). Rumusan umum tentang sikap adalah :
1.         Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan (attitudes are learned).
2.         Sikap selalu dihubungkan dengan objek seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide (attitudes have referent).
3.     Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat, ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan (attitudes are social learning).
4.    Sikap sebagai wujud kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek (attitudes have readiness to respons).
5.    Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif, seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu (attitudes are affective).
6.   Sikap memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu yakni kuat atau lemah (attitudes are very intensive).
7.      Sikap bergantung kepada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai, sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok (attitudes have ­a time dimension).
8.    Sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu (attitudes have duration factor).
9.         Sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu (attitudes are complex).
10.   Sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan (attitudes are evaluations).
11.   Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahkan tidak memadai (attitudes are inferred).

     Merujuk kepada rumusan di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang. Tiga komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi, konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Dengan demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berpikir, merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap sesuatu objek.
     Bagaimana bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, dan konasi seseorang dengan masalah-msalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak ditentukan oleh hubungan sesaat, melainkan sebagai hubungan proses, sebab, pembentukan sikap melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman. Pembentukan sikap itu sendiri ternyata tidak hanya tergantung sepenuhnya kepada faktor eksternal, melainkan juga dipengaruhi oleh kondisi faktor internal seseorang.
     Mata rantai hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan faktor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata pada diri seseorang atau kelompok. Dalam hubungan ini tergambar bahwa pembentukan sikap keagamaan dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan.
     Para ahli didik melihat peran sentral orang tua sebagai pemberi dasar jiwa keagamaan kepada anaknya. Pandangan ini merujuk kepada adanya potensi bawaan manusia yaitu fitrah, yang diartikan sebagai potensi untuk bertauhid. Kajian psikologi transpersonal berpendapat bahwa jiwa keagamaan sebagai potensi dan daya psikis manusia, mereka mengakui adanya potensi-potensi luhur (the highest potensials) dan fenomena kesadaran (states of consciousness) manusia. Telaah psikologi agama tampaknya sudah mulai menyadari potensi-potensi dan daya psikis manusia yang berkaitan dengan kehidupan spiritual.
     Bila disimpulkan telaah dan pandangan yang ada bahwa jiwa keagamaan sebenarnya merupakan bagian dari komponen intern psikis manusia. Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada hakikatnya tak lebih dari usaha untuk menumbuh dan mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun yang menjadi permasalahan krusial adalah bagaimana usaha yang dilakukan agar bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakikat potensial yang luhur tersebut.
     Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan, barangkali pemahaman sifat-sifat dasar yang merupakan ciri khas yang ada pada manusia dapat dikaitkan dengan konsep fitrah dalam pandangan Islam. Jika hal ini dapat diterima, maka pembentukan sikap dan tingkah laku keagamaan dapat dilakukan sejalan dengan fitrah tersebut bila situasi lingkungan dibentuk sesuai dengan ketentuan ajaran agama yang prinsipil, yaitu ketauhidan.
Baca SelengkapnyaPsikologi Agama & Tingkah Laku Keagamaan

Senin, 26 November 2012

Psikologi Dalam Agama : Metode & Kejiwaan Keagamaan

A.     Pengertian Psikologi Agama
     Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaluddin, et al 1979:77). Menurut Robert H. Thouless (1992:3), psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia.
      Agama adalah sebagai bentuk keyakinan, walau sulit didefinisikan dengan tulisan, secara definitif menurut Harun Nasution, agama adalah :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3.  Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4.   Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5.   Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib di luar kemampuan manusia.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7.  Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul (Harun Nasution:10).
     
    Selanjutnya Harun Nasution merumuskan empat unsur yang terdapat dalam agama, yaitu :
a.  Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia. Di dorong oleh kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan gaib tersebut.
b. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan nasib buruk manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara.
c. Respons yang bersifat emosional dari manusia. Respons ini dalam realisasinya terlihat dalam bentuk penyembahan karena di dorong oleh perasaan takut (agama primitif) atau pemujaan oleh manusia yang di dorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya.
d.  Paham akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini adakalanya berupa kekuatan gaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun tempat-tempat tertentu (Harun Nasution:11).
     
    Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1970:11), psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
     Psikologi agama dengan demikian merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan psikologi. Jadi penelaahan tersebut merupakan kajian empiris.

B.     Metode-Metode dalam Psikologi Agama
     Psikologi agama memiliki metode penelitian ilmiah, namun karena agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara seksama, terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektivitas.
     Dalam meneliti ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, antara lain sebagai berikut :
1.    Dokumen Pribadi (Personal Document)
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Mengumpulkan informasi tentang seseorang berupa autobiografi, biografi, tulisan ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. Selain itu juga digunakan daftar pertanyaan kepada orang-orang yang akan diteliti.
Dalam penerapannya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu. Di antara yang banyak digunakan adalah :
a.    Teknik Nomotatik
Nomotatik merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum dari hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari perbedaan-perbedaan individu, individu memiliki sifat dasar yang secara umum sama, perbedaan masing-masing hanya dalam derajat atau tingkatan saja.
Nomotatik yang digunakan dalam studi tentang kepribadian adalah mengukur perangkat sifat seperti, kejujuran, ketekunan, dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu kelompok. Sikap individu tergantung dari situasi yang dihadapinya, namun dalam sikap yang ditampilkan terlihat adanya sifat-sifat dasar manusia secara umum.
Nomotatik membantu dalam penelitian psikologi agama, antara lain untuk melihat sejauh mana hubungan sifat dasar manusia dengan sikap keagamaan yang dimilikinya.
b.    Teknik Analisis Nilai (Value Analysis)
Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statistik, data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik statistik digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yang dapat dibahas dengan menggunakan bantuan ilmu eksakta, terutama dalam mencari hubungan antara sejumlah variabel.
c.     Teknik Idiography
Merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar manusia yang dipusatkan pada hubungan antara sifat dasar manusia dengan keadaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang. Ideografi sebagai pelengkap dari teknik nomotatik untuk mempelajari sifat-sifat dasar manusia secara individu yang berada dalam satu kelompok.
d.    Teknik Penilaian terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut, kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama.

2.    Kuesioner dan Wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Kelebihan-kelebihan metode ini adalah, yaitu :
a. Dapat memberikan kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang cepat dan segera.
b. Hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang serta dapat pula dijadikan data nomotatik.
Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti berikut ini :
a)  Pengumpulan Pendapat Masyarakat (Public Opinion Polls). Cara mendapatkan data melalui pengumpulan pendapat masyarakat, data tersebut selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi yang sudah dibuat berdasarkan kepentingan penelitian.
b) Skala Penilaian (Rating Scale). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok.
c)  Tes (Test). Digunakan dalam upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu dan bentuk tes sudah disusun secara sistematis.
d) Eksperimen. Digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
e) Observasi melalui Pendekatan Sosiologi dan Antropologi (Sociological and Anthropological Observation). Dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi perorangan atau kelompok, unsur-unsur budaya dan benda spiritual yang dinilai ada hubungan dengan agama.
f)   Studi Agama berdasarkan Pendekatan Antropologi Budaya. Digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan dengan menggunakan pendekatan psikologi untuk mengetahui tolak ukur suatu kebudayaan dengan pendekatan psikologi.
g)  Pendekatan terhadap Perkembangan (Development Approach). Digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya.
h) Metode Klinis dan Proyektivitas (Clinical Method and Projectivity Technique). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan terhadap seseorang untuk usaha penyembuhan secara klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dengan agama.
i) Metode Umum Proyektivitas. Penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu. Peneliti memperhatikan reaksi yang muncul dari responden untuk menafsirkan gejala-gejala yang diteliti.
j) Apersepsi Nomotatik (Nomothatic Apperception). Pemberian gambaran dan bentuk samar kepada seseorang yang diharapkan dapat membantu seseorang tersebut membentuk ide baru yang dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian.
k) Studi Kasus (Case Study). Dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai bahan penyembuhan, menanamkan pengertian, menggambarkan masalah yang berhubungan dengan psikologi, hingga penggolongan dan penyimpulan mengenai kasus-kasus tertentu.
l)  Survei. Digunakan untuk penelitian sosial, metode ini dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.

Metode kuesioner wawancara dengan berbagai tekniknya seperti dikemukakan di atas, biasanya digunakan untuk tujuan-tujuan seperti :
1)  Untuk mengetahui latar belakang keyakinan agama.
2)  Untuk mengetahui bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya.
3)  Untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi.
   
   Penggunaan metode-metode dalam penelitian psikologi agama sebenarnya dapat dilakukan dengan beragam, tergantung kepada kepentingan dan jenis data yang akan dikumpulkan. Dengan banyaknya metode yang mungkin digunakan, terlihat bahwa metode yang dipakai dalam penelitian psikologi agama tidak berbeda dengan metode yang dipakai dalam penelitian ilmiah dalam cabang ilmu pengetahuan lain.

C.      Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama
     Pada dasarnya kebutuhan manusia bukan hanya sekedar kebutuhan jasmaniah, namun kebutuhan rohaniah sangat besar dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Manusia ingin mengabdikan dirinya kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Berikut beberapa teori yang mengangkat sumber kejiwaan agama antara lain :
1.    Teori Monistik
Teori monistik berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah satu sumber kejiwaan, beberapa pendapat yang dikemukakan oleh :
a.   Thomas van Aquino. Pendapatnya bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah berpikir. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya, kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri.
b.   Frederick Hegel. Pendapatnya bahwa agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi, agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
c.    Frederick Schleimacher. Pendapatnya bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak, dengan adanya rasa tersebut itu manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya dan yang paling kuasa tertinggi.
d.   Rudolf Otto. Menurutnya bahwa sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari “hal yang lain sekali”. Perasaan semacam itulah yang menimbulkan rasa keagamaan sebagai sumber dari kejiwaan agama pada manusia, ­nominous adalah sumber kejiwaan yang esensial.
e.   Sigmund Freud. Pendapatnya bahwa unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah ­libido sexuil (naluri seksual). Dari libido itu timbullah ide tentang ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui proses karena rasa bersalah dan dosa.
1)  Oedipoes Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka oedipoes membunuh ayahnya. Setelah ayah mereka mati, maka timbullah rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak tersebut.
2)  Father Image (citra bapak), setelah pembunuhan ayah mereka tersebut, mereka terus dihantui rasa bersalah. Dari rasa bersalah inilah timbul suatu cara untuk menebus kesalahan mereka dengan cara memuja arwah tersebut, sehingga menimbulkan kebiasaan pemujaan dan penuhanan.
Jadi, menurut Freud agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia.
f.    William Mac Dougall. Pendapatnya bahwa sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa instink. Pada diri manusia terdapat 14 macam instink, maka agama muncul dari dorongan instink secara terintegrasi.
2.    Teori Fakulti
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain :
a.    Cipta (Reason), merupakan fungsi intelektual jiwa manusia.
b.    Rasa (Emotion), suatu tenaga dalam jiwa manusia untuk menunjang cipta.
c.     Karsa (Will), merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia.
Ketiga hal tersebut berfungsi, antara lain :
1)  Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
2)  Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.
3)  Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis.
Beberapa pemuka teori fakulti :
a.   G.M. Straton. Pendapatnya tentang teori “konflik”, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia. Seperti Sigmund Freud berpendapat, bahwa dalam setiap organis terdapat dua konflik kejiwaan yang mendasar, yaitu :
1)  Life-urge ; ialah keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari keadaan yang terdahulu agar terus berlanjut.
2)  Death-urge ; ialah keinginan untuk kembali pada keadaan semula sebagai benda mati (anorganis).
Selanjutnya, G.M. Straton berpendapat, konflik yang positif tergantung atas adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar (basic-urge), sebagai keadaan timbulnya konflik tersebut.
b.   Zakiah Daradjat. Pendapatnya bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok selain jasmani dan rohani, manusia pun membutuhkan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.
Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
1)  Kebutuhan akan rasa kasih sayang, adalah kebutuhan yang menyebabkan manusia mendambakan rasa kasih.
2)  Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan yang mendorong manusia mengharapkan adanya perlindungan.
3)  Kebutuhan akan rasa harga diri, adalah kebutuhan yang bersifat individual yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain.
4)  Kebutuhan akan rasa bebas, adalah kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi da situasi rasa lega.
5)  Kebutuhan akan rasa sukses, merupakan kebutuhan manusia yang menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya.
6)  Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal), adalah kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik, maka kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses, dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.
c.    W.H. Thomas. Melalui teori The Four Wishes-nya ia mengemukakah, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu :
1)   Keinginan untuk keselamatan (security). Keinginan ini untuk memperoleh perlindungan atau penyelamatan dirinya baik berbentuk biologis maupun non-biologis.
2)   Keinginan untuk mendapatkan penghargaan (recognation). Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan dikenal orang lain.
3)   Keinginan untuk ditanggapi (response). Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencinta dan di cinta dalam pergaulan.
4)   Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).  Keinginan ini menyebabkan manusia mengeksplorasi dirinya untuk mengenal sekelilingnya dan mengembangkan dirinya.

Didasarkan atas keempat keinginan dasar itulah pada umumnya manusia menganut agama menurut W.H. Thomas. Melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan dasar itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdikan diri kepada Tuhan, keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.
Baca SelengkapnyaPsikologi Dalam Agama : Metode & Kejiwaan Keagamaan