SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Senin, 17 Desember 2012

Karakteristik Konseling


A.    Konseling Sebagai Bantuan
     Tidak ada seorang manusia pun yang tidak membutuhkan bantuan dari orang lain. Menurut Lewis, alasan-alasan pokok seorang selalu membutuhkan konseling, yaitu :
1.    Seseorang mengalami semacam ketidakpuasan pribadi, dan tidak mampu mengatasi atau mengurangi ketidakpuasan tersebut.
2.    Seseorang memasuki dunia konseling dengan kecemasan, cemas memandang proses konseling itu sebenarnya seperti apa, bagaimana, dan macam-macam dugaan.
3.    Seseorang yang membutuhkan konseling itu sebenarnya tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang sesuatu yang mungkin terjadi.


     Konseling sebagai sebuah proses pemberian bantuan kepada individu dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Tujuannya adalah tetap memberikan konseling dengan cara-cara yang lebih menarik, interaktif, dan tidak terbatas oleh tempat, tetapi juga tetap memperhatikan asas-asas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling. Konseling mengandung makna proses antar pribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non-verbal.
     Konseling berbeda dengan bimbingan, namun memiliki tingkat kesesuaian yang tercakup dalam bimbingan konseling. Bimbingan adalah relasi yang bertujuan menolong individu dari ketidakpahaman dan ketidaktahuannya dalam menghadapi sebuah permasalahan. Sedangkan konseling bertujuan menyelesaikan permasalahan setuntas-tuntasnya, agar individu mendapatkan informasi dan orientasi dari langkah yang akan dilakukan dalam menghadapi permasalahannya baik itu masalah pribadi, sosial, pekerjaan, pendidikan, karier, dan masih banyak lagi lainnya. Kesamaannya terletak pada tujuan untuk semakin mengembangkan individu tersebut dalam setiap aspek-aspek kehidupannya.
     Pelayanan BK di sekolah lebih menekankan pada cinta kasih, dengan cinta kasih, seorang konselor lebih empati kepada kliennya. Relasi menjadi lebih baik, hangat, penuh penerimaan antara konselor dengan klien sehingga peserta didik mudah untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan sekolahnya. Memang, nilai BK tidak dicantumkan dalam rapor, tetapi hasil dari proses pelayanan BK di sekolah dapat dilihat pada perubahan diri seseorang, baik sikap, perilaku, pikiran, dan perasaannya yang menjadi lebih baik.

B.    Konseling Untuk Perubahan Tingkah Laku
     Seorang klien yang datang dengan kondisi psikologis tidak stabil, cenderung bersifat destruktif. Kondisi psikologis yang buruk menyebabkan cara berpikirnya pun irasional. Selanjutnya, manifestasi dari pikiran irasional menyebabkan tingkah laku yang irasional pula. Maka, di sinilah seorang konselor berperan mengubah tingkah laku irasional menjadi rasional kembali.
     Perubahan tingkah laku merupakan proses yang aktif dan bereaksi dalam semua situasi yang ada pada klien. Itu berarti bahwa proses perubahan tingkah laku diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui situasi yang ada pada klien. Ada beberapa teori perubahan tingkah laku berdasarkan pada aliran psikologi yang melandasinya, seperti berikut ini :
1.    Teori Perubahan Tingkah Laku Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan dalam memahami perilaku individu. Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam belajar. Teori perubahan tingkah laku behaviorisme ini merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan klien mempunyai pengalaman baru.
2.    Teori Perubahan Tingkah Laku Kognitif
Menurut Piaget, perubahan tingkah laku akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Konselor hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, serta mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
3.    Teori Perubahan Tingkah Laku Gestalt
Transfer dalam perubahan tingkah laku adalah pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer perubahan tingkah laku terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat. Konselor hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
4.    Teori Perubahan Tingkah Laku Konstruktivisme
Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itulah manusia harus mengembangkan skema pikiran yang lebih umum atau rinci. Proses perkembangan tersebut meliputi beberapa hal berikut :
a.    Skema, yakni struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam berinteraksi dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk mengidentifikasi rangsangan yang akan datang dan terus berkembang.
b.    Asimilasi, yakni proses kognitif dalam bentuk perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
c.    Akomodasi, yaitu proses pembentukan skema, atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d.   Equilibrium, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

C.    Hubungan Konseling
     Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa, melainkan sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Hubungan yang bersifat membantu ini akan berhasil dengan baik apabila klien percaya sepenuh hati kepada konselor bahwa konselor adalah orang yang tepat bisa mengatasi masalahnya. Tanpa adanya kepercayaan dari klien terhadap konselor, jangan diharap adanya keterbukaan dari klien tentang permasalahannya kepada konselor.
     Untuk menciptakan hubungan yang baik, seorang konselor perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik. Ada beberapa keterampilan komunikasi yang mungkin bisa dikembangkan oleh seorang konselor, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.    Rapport, yaitu hubungan baik yang perlu diciptakan oleh konselor dalam keseluruhan proses konseling. Konselor perlu menjelaskan tujuan dan rambu-rambu konseling yang perlu disepakati bersama klien. Konselor perlu memahami harapan klien dalam konseling, dan sebaliknya klien juga perlu memahami harapan konselornya.
2.    Empati, konselor harus menciptakan kebersamaan dengan klien, berjalan bersama-sama, mengikutinya, mengarahkan, dan membimbingnya dalam menghadapi masalah. Konselor juga wajib bersifat hangat, terbuka, bersahabat, peduli dan jujur, serta objektif dalam memandang permasalahan klien.
3.    Acceptance, konselor senantiasa menerima dan menghargai klien apa adanya dan tanpa syarat. Konselor memiliki pandangan positif tentang klien bukan berarti bahwa konselor setuju dan menerima begitu saja nilai-nilai dan pandangan hidup klien. Tetapi, yang utama adalah kemampuan konselor menerima klien apa adanya, menghargainya sebagai pribadi, tidak menghakimi perilakunya, dan tidak mencoba mempengaruhi klien dengan pandangan dan nilai-nilai hidup konselor.
4.    Congruence, konselor harus bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya, memiliki harmoni dalam keseluruhan aspek hidupnya, menyadari keterbatasan diri, tidak berpura-pura dalam bersikap, dan tidak mencoba menutupi kenyataan tentang dirinya. Bersikap jujur terhadap diri sendiri dan klien, serta konsisten antara kata dan perbuatan.
     Konselor diharapkan pula dapat memiliki sense of humor, self discipline, self responsibility, dan positive self concept. Selain itu, konselor harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan pemahaman tentang karakteristik perkembangan manusia, berpikir dan bersikap kreatif, dan bersikap aktif dalam mengembangkan komunikasi.

D.    Konselor- Klien Sebagai Tim Kerja
     Tahap awal konseling, biasanya menjadi tahap paling sulit, baik bagi konselor maupun klien. Ketika itu, untuk pertama kalinya mereka saling bertemu dalam relasi, yang dalam arti tertentu bisa dikatakan formal dan tidak alamiah. Agar terjalin hubungan yang baik, semestinya konselor tidak enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari klien tentang diri konselor agar klien merasa dekat dengan konselor. Pada tahap awal konseling, konselor harus fokus pada usaha membentuk relasi dengan klien, ini mencakup usaha yang melibatkan klien dalam suatu kerja sama untuk memulai proses konseling.
     Konselor perlu menanamkan pemahaman tentang “berusahalah mengenal klien, dan usahakan agar dia menyukai anda”. Apabila pertemuan pertama berjalan lancar, dan klien merasa senang terhadap konselor, maka intervensi lebih jauh lagi dapat dilakukan. Agar dapat bekerja sama secara efektif dengan klien, konselor harus memperlihatkan sikap bahwa ia tertarik pada masalah klien, dan sedang berusaha bekerja sama dengan klien, penting bagi klien untuk merasakan kehadiran konselor di sisinya. Ini dapat diwujudkan dengan memperlihatkan minat yang mendalam kepada klien.
Baca SelengkapnyaKarakteristik Konseling