SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Sabtu, 27 Oktober 2012

Pengertian Stres Dalam Psikologi

A. Teori Stres
 
Stres merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi, dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial. Stres dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap individu. Positifnya adalah mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Negatifnya adalah menimbulkan rasa tidak percaya diri, penolakan, marah, depresi, yang memicu munculnya penyakit seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.

     Teori dasar tentang stres dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 530-532, James W. Greenwood III & James W. Greenwood Jr., 1979: 30). Berikut penjelasan ketiga variabel tersebut.
1.    Variabel Stimulus
Variabel ini dikenal pula dengan engneering approach (pendekatan rekayasa), yang mengonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stres dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal, baik sedikit maupun banyak.
2.    Variabel Respons
Variabel ini disebut pula dengan physiological approach (pendekatan fisiologis) yang di dasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Ia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor, yang ia namakan GAS (general adaption syndrome). GAS terdiri atas tiga tahap :
·      Pertama, reaksi alarm, yang terjadi ketika organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian meresponsnya dengan fight atau flight.
·      Kedua, resistance, yang terjadi apabila stres itu berkelanjutan, terjadi perubahan fisiologis yang mengimbangi sebagai upaya mengatasi ancaman.
·      Ketiga, exhaustion, yang terjadi apabila stres terus berkelanjutan di atas periode waktu tertentu, sehingga organisme mengalami sakit.
Selye mengemukakan bahwa stres merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stres tidak ada kehidupan, namun kegagalan dalam mereaksi stressor merupakan pertanda kematian.
3.    Variabel Interaktif
Variabel ini meliputi dua teori, yaitu interaksional dan transaksional, berikut penjelasan masing-masing.
a.    Teori Interaksional
Teori interaksional memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan.
b.    Teori Transaksional
         Teori transaksional memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam teori Lazarrus dan Folkman (1984) mendefinisikan stres sebagai hasil (akibat) dari ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan. Terkait dengan variabel respons terhadap stres, Walter Cannon (1932) mengemukakan pendapat bahwa manusia merespons peristiwa stres dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, mengatasi atau menghindari dari stres.
       Menurut Dadang Hawari (1997 : 44-45), istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi karena satu sama lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan hidup, dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu, dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.
B.     Stres pada Setiap Periode Kehidupan
1.    Stres pada Masa Bayi
Situasi stres yang umumnya dialami oleh bayi merupakan pengaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar) dan adanya keharusan bagi bayi untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orang tua. Pada proses penyesuaian diri inilah bayi sering mengalami stres karena kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan.
2.    Stres pada Masa Anak
Stres pada anak-anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Dalam keluarga yang “broken home” misalnya, atau keluarga miskin, anak-anak cepat sekali merasa stres terhadap perubahan-perubahan yang tidak dikehendakinya. Dalam lingkungan sekolah, anak yang tidak naik kelas, atau bermasalah dengan teman-temannya, akan cepat stres dan stres yang terjadi pada masa ini, sangat berpengaruh terhadap masa depannya.
3.    Stres pada Masa Remaja
Sumber utama terjadinya stres pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi peraturan dan tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas atau Independence dari peraturan tersebut. Gejala-gejala umum tentang kesulitan remaja dalam menyesuaikan diri ini antara lain membolos, bersikap keras kepala, berbohong, dan lain sebagainya.
4.    Stres pada Masa Dewasa
Banyak faktor terjadinya stres pada masa dewasa, di antaranya adalah gagal pernikahan, ketidakharmonisan keluarga, kehilangan pekerjaan, ketidakpuasan dalam hubungan seks, perselingkuhan, keadaan hamil, dan lain sebagainya. Stres pada masa ini sangat berisiko mengakibatkan penyakit beruntun.

C.    Gejala Stres
     Gejala stres dapat diketahui dari gejala-gejala fisik maupun psikis. Gejala fisik di antaranya seperti sakit kepala, sakit lambung (mag), hipertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia, mudah lelah, kurang selera makan, dll.
     Gejala psikis dari stres meliputi gelisah atau cemas, sulit berkonsentrasi, sikap apatis, sikap pesimis, hilang rasa humor, sering melamun, bersikap agresif, dll. Gejala-gejala tersebut kecenderungan awal dari seseorang yang mengalami stres dalam hidupnya.

D.    Faktor-Faktor Penyebab Stres (Stressor)
1.    Stressor Fisik Biologis
Faktor-faktor penyebab stres dari segi fisik antara lain ; penyakit menahun, cacat fisik, wajah yang tidak cantik atau ganteng, postur tubuh kurang ideal, dll.
2.    Stressor Psikologis
Stressor psikologi ditandai dengan negative thinking atau berprasangka buruk, frustrasi (kekecewaan karena gagal dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan), perasaan cemburu, konflik pribadi, keinginan yang di luar kemampuan, dll.
3.    Stressor Sosial
·    Pertama, faktor keluarga, hubungan keluarga tidak harmonis (broken home), anak yang nakal, sikap dan perlakuan orang tua yang keras, tingkat ekonomi keluarga yang rendah.
·  Kedua, faktor pekerjaan, pengangguran, terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), perselisihan dengan atasan, pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan minat dan kemampuan yang dimiliki, penghasilan kerja yang belum mencukupi.
·      Ketiga, faktor lingkungan, dampak kriminalitas, tawuran antar kelompok, harga kebutuhan pokok yang mahal, polusi lingkungan, kemacetan lalu lintas, kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.
       
a.       Respons Emosional
        Stres dapat menimbulkan suasana hati yang negatif (tidak nyaman). Menurut Woolfolk dan Richardson (1978), reaksi emosi itu meliputi perasaan kesal, marah, cemas, takut, murung, sedih, dan duka cita.

b.      Respons Fisiologis
1) The fight or flight respons, yaitu reaksi fisiologis terhadap ancaman dengan memobilisasi organisme untuk melawan (fight) atau menghindari (flight) ancaman atau sesuatu yang membahayakan.
2)   The general adaption syndrome, yaitu respons tubuh terhadap stres, yang terdiri atas tiga tahap, alarm, resistance, dan exhaustion (Seiye, 1974).
3)  Brain-body pathway. Saat terjadi stres, otak mengirim sinyal ke sistem endocrine sepanjang dua jalan utama (Asteria, 1985, dalam Weiten dan L. Loryd). Kelenjar-kelenjar endocrine itu seperti pituitary, pineal, thyroid, dan adrenal.

c.       Respons Behavioral
        Respons behavioral (tingkah laku atau aktivitas) terhadap stres umumnya melibatkan coping, yaitu berbagai upaya untuk menuntaskan, mengurangi, atau menoleransi tuntutan-tuntutan yang menyebabkan stres. Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun luar, berikut penjelasan masing-masing.

1.      Faktor Biologis
a.    Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Apabila seorang ibu yang mengandung suka mengonsumsi alkohol, obat-obatan, atau makanan yang tidak sehat, maka semua itu akan merusak perkembangan sang bayi yang sedang dikandungnya.

b.    Pengalaman Hidup
Setiap individu memiliki sejarah atau pengalaman hidup (life experience) yang unik. Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu mulai masa anak sampai dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stres pada diri individu.

c.    Tidur (Sleep)
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur, oleh karena itu, apabila individu mengalami kurang tidur atau tidak nyenyak, maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya, seperti kurang semangat, mudah tersinggung, dan konsentrasi berkurang, dan mudah mengalami gangguan halusinasi.

d.   Diet
Kekurangan (malnutrisi) atau kelebihan nutrisi (seperti makanan yang berlebihan) cenderung mempengaruhi proses metabolisme tubuh yang normal, sehingga menimbulkan stres pada diri individu seperti, gangguan homeostasis, pola tidur yang tidak teratur, sakit hati, kanker, hingga stroke.

e.    Postur Tubuh
Postur merupakan fungsi dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur yang tidak sempurna akan mempengaruhi suasana psikologis individu dalam berinteraksi dengan individu lain. Sering kali, postur tubuh dipandang sebagai refleksi atau ekspresi dari sikap-sikap emosional individu tersebut.

f.     Kelelahan (Fatigue)
Secara teknis, kelelahan ini merupakan kondisi reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan atau kekuatan untuk merespons stimulus. Kelelahan yang terus-menerus akan menyebabkan gangguan tidur, ketegangan otot, kurang nafsu makan, dan berkurangnya fungsi postur untuk melakukan suatu kegiatan yang dilakukannya.

g.    Penyakit (Disease)
Dalam pandangan modern, penyakit bukan kondisi yang hanya disebabkan oleh salah satu penyebab (stressor), tetapi juga oleh lebih dari satu stressor. Semua penyakit mengganggu ritme biologis yang normal dan cenderung menghasilkan kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, dan gangguan lainnya yang kemudian berlanjut menjadi penyakit berbahaya.

h.    Adaptasi yang Abnormal
     Pertama, respons adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi), berbentuk sekresi yang tidak memadai dari anti hormon-hormon inflammatory, yang menyebabkan penyakit rematik, kulit dan mata, serta penyakit tulang.
· Kedua, respons adaptif yang eksesif (hyperadaptif), yang berbentuk over produksi hormon-hormon corticoid, yang menyebabkan penyakit jantung dan penyakit ginjal.
·   Ketiga, respons adaptif yang tidak tepat, yang terdiri atas sekresi hormonal atau respons terhadap stressor yang di luar kebiasaan. Kondisi ini dapat menyebabkan penyakit saraf atau mental, gangguan seksual, penyakit pencernaan, dan kanker.
Adaptasi yang abnormal ini dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respons yang normal terhadap stressor sehingga tubuh mudah terserang stres.

2.      Faktor Psikologis
·      Persepsi
Salah satu faktor yang terlibat dalam persepsi adalah sistem pancaindra. Ingatan, motivasi, gen keturunan, dan interpretasi dari sinyal yang diterima oleh pancaindra bersatu membentuk persepsi. Kebanyakan stres (executive stress) terjadi dikarenakan sesuatu yang kita lihat atau dengar. Selama kita bisa mengendalikan persepsi kita sendiri, kita juga dapat mengendalikan sumber stres.

·      Perasaan dan Emosi
§  Pertama, kecemasan = merupakan reaksi diri untuk menyadari suatu ancaman yang tidak menentu. Perasaan cemas yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, dan perilaku stres lainnya.
§  Kedua, bersalah dan rasa khawatir = merupakan kegelisahan karena suatu ancaman, sebagian orang akan menyalahkan atau bahkan membenci dirinya sendiri.
§  Ketiga, rasa takut = merupakan kecemasan berkaitan dengan peristiwa yang akan terjadi, tanggapan terhadap ancaman tertentu. Rasa takut yang tak terkendali dapat menjadi perilaku yang mengakibatkan stres.
§  Keempat, marah = emosi kuat yang ditandai dengan adanya reaksi sistem saraf yang akut dan dengan adanya sikap melawan. Menahan marah dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan gangguan psikosomatik lainnya dan hal ini dapat menyebabkan frustrasi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan stres.
§  Kelima, cemburu = keinginan untuk menguasai, mengendalikan, atau mempermudah seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.
§  Keenam, kesedihan dan kedukaan = rasa sakit atau pilu yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan yang tidak disukainya. Kesedihan atau rasa duka dapat menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stres.

·      Situasi
Situasi yang dapat menimbulkan stres :
§  Ancaman = keadaan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan diri akibat kejahatan, kecelakaan, kerusakan, kehilangan, dll.
§  Frustrasi = gangguan dalam serangkaian usaha individu untuk mencapai tujuan tertentu, atau individu mengalami keterlambatan dalam mencapai tujuannya. Frustrasi yang berkepanjangan dapat menimbulkan stres.
§  Konflik = pertentangan pandangan dengan tujuan, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi konflik dapat menyebabkan stres.

·      Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup meliputi keseluruhan kejadian psikologis seorang individu selama hidupnya.
§  Pertama, perubahan hidup. Pengalaman hidup itu bersifat kumulatif, dan kemampuan setiap individu untuk mengatasinya dibatasi oleh waktu. Setiap stres yang dialami oleh individu akan mengurangi kemampuan beradaptasi yang dimilikinya.
§  Kedua, masa transisi kehidupan. Dalam kehidupan individu, ada saatnya masa stabil, dan ada juga masa labil. Pada masa muda atau remaja, masalah-masalah baru muncul terkait dengan penggunaan waktu, identitas diri, dan pembaruan diri selalu mendesaknya. Jika remaja tidak siap terhadap perubahan-perubahan yang dapat terjadi, atau mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi, dapat menyebabkan stres.
§  Ketiga, krisis kehidupan. Sesuatu yang dilihat oleh seseorang sebagai perubahan yang radikal (krisis kehidupan) dapat dilihat sebagai awal untuk melangkah bagi orang lain. Krisis kehidupan tergantung pada kesadaran dan penilaian setiap individu, ketidakmampuan dalam mengubah krisis tersebut dapat menyebabkan stres.

·      Keputusan Hidup
Teori analisis transaksional menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan, setiap orang akan berada dalam salah satu dari empat posisi kehidupan. Hubungan interpersonal individu dapat berjalan dengan lancar atau stres, jika tidak mampu mengatur posisi tersebut secara wajar atau normal maka ia cenderung mengalami stres.

·      Perilaku (behavior)
Perilaku secara umum didefinisikan sebagai semua output dari setiap tingkatan hierarki dari sistem saraf, seperti sensasi, perasaan, emosi, kesadaran, penilaian, dan lain sebagainya.

·      Respons Perlawanan dan Melepaskan atau Melarikan Diri
Perilaku agonistic adalah aktivitas penyesuaian diri terhadap suatu penderitaan atau ancaman bahaya. Sikap menghindari bahaya merupakan sifat dasar semua makhluk, khususnya manusia.

·      Reaksi Perlawanan (fight reacton)
Sikap melawan, agresi, menyerang dan bertahan adalah sikap yang paling umum dilakukan oleh seseorang terhadap suatu penderitaan atau stimulus yang menyakitkan. Semua perilaku agonistic cenderung menolak pengaruh orang atau hal lain yang telah atau kelihatannya dapat menimbulkan stimulus yang menyakitkan.

·      Reaksi Melepaskan Diri (flight reaction)
Keberhasilan reaksi melepaskan diri akan menolong pelakunya keluar dari gejala stres. Tetapi, keadaan ini diikuti dengan perasaan marah, bersalah, cemas, dan gelisah dan perasaan lainnya terganggu oleh kondisi, tinjauan, dan reaksi diri saat stres. Pola emosi serta efek fisik dan psikologis yang dihasilkan sama, baik itu oleh respons perlawanan atau melepaskan diri.

·      Diam (immobility)
Immobility psikologis dapat berupa penolakan untuk membuat suatu keputusan (bimbang), atau ketidakmampuan untuk membuat keputusan. Immobility psikologi meliputi interupsi siklus biologis dalam tubuh yang dapat mengakibatkan frustrasi dan hal merugikan lainnya. Immobility psikologi yang lama dan berkepanjangan dapat mengakibatkan perasaan ketergantungan patologis dan perasaan ketidakberdayaan.

3.      Faktor Lingkungan
·     Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi cuaca, peristiwa alam, suasana tempat yang tidak nyaman, dan lingkungan yang kotor atau polutif.

·      Lingkungan Biotik
Penyakit-penyakit seperti bakteri dan virus yang menyebabkan kerusakan pada tubuh, sehingga meningkatkan risiko stres.

·      Lingkungan Sosial
Manusia merupakan sumber stres, yaitu manusia dalam lingkungan kehidupan sosial yang lebih luas, permasalahan-permasalahan, konflik-konflik, dan aktivitas lainnya, sehingga menciptakan situasi rawan stres.

Tidak ada komentar: