SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Selasa, 04 Desember 2012

Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


A.   Makna Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
    Mary Parker Follet yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1999) menyatakan bahwa “manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Pengertian ini bahwa para pimpinan seperti kepala sekolah mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain (guru, dll) untuk melaksanakan berbagai tugas yang diperlukan oleh sekolah.


    Dalam konteks pelayanan BK berdasarkan pengertian manajemen di atas, manajemen pelayanan BK dapat berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan aktivitas-aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling dan penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
    Pelayanan bimbingan dan konseling menggunakan manajemen agar tercapai efisiensi dan efektivitas serta tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Peter Drucker dalam T. Hani Handoko (1999), efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing thing right).

B.    Prinsip-Prinsip Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
    Pertama, perencanaan (planning). Perencanaan dalam pelayanan BK akan sangat menentukan proses dan hasil pelayanan BK itu sendiri. Pelayanan BK sebagai suatu proses kegiatan, membutuhkan perencanaan yang matang dan sistematis dari mulai penyusunan program hingga pelaksanaannya. Agar pelayanan BK memperoleh hasil sesuai tujuan yang telah dirumuskan, maka harus dilakukan perencanaan.
   Kedua, pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian dalam pelayanan BK berkenaan dengan bagaimana pelayanan BK dikelola dan diorganisasikan. Pengelolaan dan pengorganisasian pelayanan BK berkaitan dengan model atau pola yang dianut oleh suatu sekolah. Sistem pengorganisasi pelayanan BK di sekolah tertentu bisa diketahui dari struktur organisasi sekolah tersebut.
    Ketiga, penyusunan personalia (staffing). Prinsip ini dalam pelayanan BK berkenaan dengan bagaimana para personalia yang terlibat dalam aktivitas pelayanan BK ditetapkan, disusun dan diadakan pembagian tugas (job discription) sebagaimana telah disebutkan dalam penyusunan program BK di atas.
    Keempat, pengarahan dan kepemimpinan (Leading). Prinsip ini berkenaan dengan bagaimana mengarahkan dan memimpin para personalia layanan BK, sehingga mereka bekerja sesuai dengan job atau bidang tugas-tugas masing-masing. Pengarahan dan kepemimpinan diperlukan agar aktivitas pelayanan BK terarah pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, secara umum fungsi ini di sekolah dilaksanakan oleh kepala sekolah.
    Kelima, pengawasan (controlling). Prinsip ini dalam pelayanan konseling berkenaan dengan bagaimana melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kegiatan BK mulai dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya. Pengawasan penting dalam pelaksanaan layanan BK agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Implementasi program dalam bentuk aktivitas-aktivitas layanan BK pun perlu pengawasan dan penilaian atau evaluasi agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan tersebut dan dapat diketahui pencapaian hasil-hasilnya.

C.   Pola-Pola Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
    Sebagai suatu unit kerja, sekolah dikelola menurut pola-pola atau kerangka hubungan struktural tertentu. Kerangka hubungan ini sebagai pola manajemen atau struktur pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Kepala sekolah bisa saja menjadi pembimbing utama di suatu sekolah, pola seperti ini disebut pola non-profesional. Sedangkan pola profesional, guru pembimbing di sekolah direkrut dari alumni BK baik S!, S2, dan S3, yang memang berprofesi sebagai guru pembimbing dan konselor sekolah.
     Pada pola manajemen atau struktur organisasi di atas, kepala sekolah merangkap sebagai guru pembimbing atau sebagai petugas bimbingan utama di sekolah. Pola seperti ini adalah pola non-profesional, yang berarti sekolah tersebut tidak memiliki petugas bimbingan yang khusus.
     Pada pola manajemen atau struktur organisasi di atas, kepala sekolah tidak berfungsi sebagai pembimbing utama. Namun pola di atas juga menunjukkan bahwa sekolah tersebut belum memiliki petugas bimbingan khusus, karena pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas. Dengan pola di atas, wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas memiliki tugas rangkap.
     Pola manajemen di atas menunjukkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tersebut dilaksanakan oleh tenaga bimbingan khusus yang tidak merangkap tugas sebagai guru atau wali kelas. Pola seperti ini bisa dikatakan pola profesional, namun kinerja guru BK hanya sebatas menangani urusan siswa di bawah tanggung jawab wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, dan cenderung hanya menangani permasalahan siswa (Pasif).
     Pada pola manajemen organisasi pelayanan BK di atas, ditunjuk koordinator pelayanan BK dan Koordinator menetapkan tenaga-tenaga bimbingan (staf bimbingan) yang lain dan tenaga penunjang. Koordinator bertanggung jawab atas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tersebut. Pola seperti ini adalah pola profesional yang sesuai dengan fungsi BK sebenarnya di sekolah.

D.   Koordinator Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
    Sebagai penanggung jawab utama pelayanan BK di sekolah, koordinator memegang administrasi bimbingan, yaitu mengatur kerja sama tenaga-tenaga bimbingan dan mengarahkan semua aktivitas atau kegiatan BK di sekolah yang bersangkutan. Sebagai pimpinan staf bimbingan, koordinator harus memenuhi tuntutan pendidikan akademik dan harus mampu menciptakan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan bimbingan.
    Pembagian tugas di antara para anggota staf bimbingan, sesuai dengan jabatannya masing-masing menjadi tanggung jawab koordinator. Ada lima kemungkinan mengatur pembagian tugas antara para tenaga bimbingan di sekolah, khususnya di sekolah menengah yaitu :
1.   Pembimbing laki-laki melayani siswa laki-laki dan pembimbing perempuan melayani siswa perempuan.
2.  Setiap pembimbing diberi tanggung jawab terhadap tingkatan tertentu, sehingga pembimbing setiap tahun pembelajaran memperoleh angkatan siswa yang baru.
3.  Setiap pembimbing diberi tanggung jawab terhadap angkatan siswa tertentu yang diikutinya terus dari saat angkatan itu masuk sekolah sampai tamat.
4.  Setiap pembimbing memegang layanan-layanan bimbingan tertentu untuk seluruh angkatan siswa, misalnya pembimbing A khusus melayani semua siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, pembimbing B khusus melayani semua siswa yang akan langsung bekerja setelah tamat, dan pembimbing C menangani program testing untuk semua siswa, dan lain sebagainya.
5.  Kombinasi antara poin 2 dan 4, sehingga ada beberapa pembimbing yang melayani siswa di tingkat kelas tertentu dan ada beberapa pembimbing yang memegang aspek-aspek program bimbingan tertentu.

    Selain itu, koordinator BK juga mengatur hubungan kerja sama di antara para tenaga bimbingan dengan tenaga pembantu administratif atau tata usaha. Dalam mengadministrasikan kegiatan-kegiatan bimbingan, sebaiknya dibedakan antara kegiatan yang menyangkut :
1.   Kegiatan profesional intern di antara anggota bimbingan.
2.  Kegiatan membina hubungan dengan masyarakat, instansi pendidikan lain, atau tenaga penunjang di luar sekolah yang bersangkutan.
3.  Kegiatan yang berupa penulisan laporan yang harus dikerjakan oleh masing-masing tenaga bimbingan.
4.  Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pembantu administratif.
5.  Kegiatan profesional ekstern yang berupa implementasi dari pelayanan bimbingan yang diberikan kepada orang lain.

Tidak ada komentar: