SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Selasa, 27 Agustus 2013

Memahami Seni Melalui Sejarah Islam

Sekilas kita bisa memikirkan dari judul yang tertulis, istilah “seniman” yang bermakna pelaku atau orang yang memiliki kemampuan seni. Lantas kemudian apakah makna seni berarti ? mungkin Anda memiliki persepsi masing-masing, karena hakikat seni adalah perihal mendasar yang sudah menjadi fitrah manusia. Wujud fitrah itu bisa kita pandang pada diri kita masing-masing. Misalnya, seberapa besar pengetahuan dan kemampuan Anda dalam menyusun alunan-alunan bunyi hingga menjadi sebuah instrumen ? mungkin kemampuan kita bervariasi, ada yang mampu dan ada yang tidak mampu. Namun, seberapa besar kemampuan Anda dalam mengamati, mendengar atau mungkin merasakan alunan-alunan, gambaran-gambaran yang seakan-akan mampu kita simpulkan suasananya ? mungkin rata-rata kita mampu melakukannya walau sesuai dengan kadar masing-masing dalam menafsirkannya.

Itulah fitrah dasar dari manusia, mampu merasakan kemudian meresapi dan menghayati apa yang dilihat dan didengar walau belum memahami sumber dan kaidah asal perihal tersebut. Lalu apa yang bisa kita simpulkan dari penjelasan singkat di atas ? mari kita sama-sama simak wacana di bawah ini..!!

Apa yang Anda pikirkan dengan seseorang yang menjadi Artis, Selebritis atau Musikus yang menggambarkan diri sebagai seorang seniman ? bagaimana pola pikirnya atau gaya hidupnya ? bagaimana moralitasnya atau spiritualitasnya ? semua ini percaya tidak percaya sudah Anda generalisasikan dalam alam bawah sadar Anda dengan satu jawaban pembenaran, yaitu “kemewahan dan kegemerlapan”. Semua ini adalah stereotip para seniman dewasa sekarang ini, apapun jenisnya.

Bila jawaban Anda mengacu kepada kedua hal di atas, maka itu adalah kesalahan mendasar Anda, juga tidak lepas dari kesalahan sebagian orang dalam menafsirkan makna “seni”. Sebelum saya terangkan apa sebenarnya seni, ada sebuah syair yang secara eksklusif menerangkan makna seni ; “Keindahan ini pertama-tama adalah abadi, ia tidak tidak pernah diwujudkan maupun dimatikan, tak mengalami pasang-surut, kemudian ia bukan indah sebagian dan jelek sebagian, bukan indah pada satu saat dan jelek pada saat lain, bukan indah dalam kaitannya dengan hal ini dan jelek dengan hal itu, tidak beraneka menurut keragaman pemerhatinya, tidak pula keindahan ini akan tampil di dalam imajinasi seperti kecantikan seraut wajah atau tangan atau sesuatu pemikiran atau ilmu pengetahuan, atau seperti keindahan yang bersemayam di dalam sesuatu di luar dirinya sendiri, apakah itu makhluk hidup atau bumi atau langit atau apa pun lainnya, dia akan melihatnya sebagai yang absolut, ada sendirian di dalam dirinya, unik, abadi.” (Socrates).

Seni adalah “keindahan”, begitu menurut Socrates, seorang guru besar filsuf Yunani kuno yang pada abad keemasan Islam, buku-bukunya banyak diterjemahkan ke bahasa Arab dan dipelajari secara umum. Ciri-ciri keindahan adalah unik, abadi, dan mutlak. Secara mendasar, Socrates ingin mengajak orang-orang pada masanya untuk memikirkan seni, melalui seni-lah hukum-hukum akan dijalankan dan sarana individu untuk menghayati keberadaan/ kebesaran Tuhan. Jadi, pengertian seni bukanlah seperti yang khalayak awam katakan, bahkan mereka yang mengaku-ngaku sebagai seniman namun perbuatannya masih jauh dari nilai-nilai seni, patutlah kita pertanyakan siapa mereka.

Kita kembalikan sejarah pada masa-masa yang banyak dilupakan, yaitu masa-masa keemasan Islam, pada zaman kejayaan Daulah Khilafah Islamiyah, negara Islam bukanlah sebuah negara yang dingin dan kaku. Di sana, selain terdapat banyak ulama mujtahid yang membuat hidup jadi terarah, lalu para ilmuwan dan insinyur yang membuat hidup lebih mudah, juga bertebaran para seniman yang membuat hidup lebih indah. Dan yang paling utama para seniman ini adalah orang-orang yang beriman, yang menjadikan iman sebagai poros hidupnya, bukan sebaliknya. Berbeda pada zaman sekarang, banyak mereka yang mengaku seniman, terjebak dengan aktivitas yang mereka anggap sebuah seni sehingga meninggalkan “keimanan” dan melupakan segala hal-hal yang mendasar dalam hidupnya.

Macam-Macam Seni dalam Dunia Islam

Secara umum, dunia seni dapat dibagi dalam lima macam; 1) seni rupa, 2) seni sastra, 3) seni suara (musik), 4) seni gerak (akrobat), 5) seni gabungan (treatikal). Ketika aliran naturalis yang menggambar atau membuat patung hewan atau manusia diharamkan dalam Islam, para perupa muslim dapat tetap menuangkan kreativitasnya dalam bentuk-bentuk abstrak yang memerlukan jiwa seni dan kemampuan matematis yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk kaligrafi yang rumit yang juga tertuang pada karpet atau keramik, arsitektur masjid yang canggih, atau taman kota yang simetri. Bentuk seni rupa yang membawa permisanya serasa mi’raj ke dimensi spiritual, dimensi ilahiyah.

Dunia sastra juga menggelora dengan karya-karya yang menggugah. Berbagai hikayat dari zaman pra-Islam dimodifikasi dan diberi semangat iman. Karya sastra yang paling legendaris tentu saja adalah “Kisah 1001 Malam”, yang mengisahkan seorang ratu Persia Syahrazad yang setiap malam tak lelah mendongeng kisah-kisah fantastis seperti Aladin, Ali Baba atau Sinbad ke suaminya Raja Syahriar, dan baru berhenti saat adzan subuh pada titik yang membuat orang penasaran. Setelah 1001 malam, ada perubahan sikap yang signifikan dari Raja Syahriar, yang semula dikenal sebagai raja yang paranoid, yang karena takut dikhianati selalu menyingkirkan istrinya pada hari kedua pernikahannya. Namun Syahrazad berhasil mengubah kebiasaannya itu dengan sebuah dongeng yang indah.


Karya sastra juga sering dipakai untuk memberikan pelajaran, Ibnu Malik membuat puisi 1000 bait yang dikenal dengan “Alfiah Ibnu Malik” untuk memberikan pelajaran bahasa Arab secara komprehensif. Barangsiapa hafal 1000 bait tersebut, dia telah belajar dan menguasai nahwu, shorof dan balaghah sekaligus.

Seni suara pada zaman daulah Islam mendapat tempat yang layak dan dapat digunakan untuk terapi mental. Bacaan al-Qur’an dapat dilantunkan dengan suara yang indah untuk suasana apapun, sedih ataupun gembira. Rasulullah membolehkan lagu dan musik dimainkan untuk mengiring acara gembira seperti walimah nikah. Semula yang berkembangadalah nasyid, konsert vokal tanpa instrumen (Accapella). Berbagai lirik nasyid yang penuh makna diciptakan untuk berbagai peringatan, misalnya maulid Nabi. Konon Salahuddin al-Ayyubi mengadakan sayembara untuk itu, agar masyarakat ingat kembali pada Sirah Nabawiyah dengan cara yang indah dan menyenangkan. Kiat ini dilakukan untuk memperkuat kembali kaum muslim dalam menghadapi tentara salib.

Dalam instrumen musik, umat Islam tak hanya mengenal rebana sebagai satu-satunya alat musik yang sudah dikenal di zaman Nabi. Khilafah Islam mewarisi berbagai alat musik bangsa-bangsa yang ditaklukannya sekaligus memerkayanya dengan alat-alat musik baru. Saklipun ada ikhtilaf di antara para fuqoha dari yang menghalalkan dan mengharamkan musik, tokoh Al-Farabi tetap meneliti dan menciptakan berbagai alat musik yang sebelumnya tidak dkenal, seperti piano. Dia juga menemukan hubugan matematis antara tinggi tiap nada dan hubungan ritme dengan kejiwaan seseorang. Islam tidaklah melarang seseorang untuk memainkan musik atau bernyanyi selalma apa yang dia lantunkan tidak berkaitan dengan kemunkaran dan syirik, serta tidak menimbulkan kelalaian terhadap diri sendiri dan orang lain.

Dalam seni gerak, seni akrobat sudah diterima oleh Rasulullah, bahkan beliau telah menyaksikan pertunjukan suatu tim dari Habasyah bersama Ummul Mukminin Aisyah di masjid. Seni gerak ini kemudian berkembang pesat di kalangan shufi, seperti halnya Darwish di Turki, yang mendapatkan semacam perasaan “ectasse” ketika berputar-putar ratusan kali sambil berdzikir. Sedangkan untuk seni teater dikenal baik yang dimainkan oleh orang maupun dalam bentuk boneka, yang di Indonesia kemudian berkembang dalam bentuk wayang. Seni ini sudah dikenal di masa Abbasiyah kira-kira 1000 tahun yang lalu dengan mengambil alur cerita dari sejarah Islam. Para khalifah Utsmaniyah, termasuk Sulaiman al-Qanuni juga dikenal sangat antusias menonton sandiwara boneka.

Seni Musik Seniman Muslim

Ketika Khilafah Islam jaya, seni musik dan seni-seni yang lainnya tidak pernah menjadi sesuatu yang melalaikan. Bahkan kaum muslimin pernah ikut berkontribusi dalam teknologi musik. Sejumlah besar alat musik yang dipakai di musik klasik Barat dipercaya berasal dari alat musik Arab. Lute berasal dari “al-‘ud”, rebec (violin) dari “rabab”, guitar dari “qitara”, naker dari “naqareh”, adufe dari “al-duff” alboka dari “al-buq”, anafil dari al-nafir”, exabeba (flute) dari “al-syabbaba”, atabal (bass drum) dari “al-tabl”, atambal dari “al-tinbal”, sonajas de azofar dari “sunuj al-sufr”, dan masih puluhan alat musik lainnya yang ternyata berawal dari alat musik Arab.


Kenyataan bahwa teori musik banyak ditemukan oleh orang Islam cukup berasal, Meninski dalam bukunya Thesaurus Linguarum Orientalum (1680) dan Laborde dalam tulisannya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780) sepakat bahwa asal muasal notasi musik Solfege (do, re, mi, fa, sol, la, si) diturunkan dari huruf-huruf Arab sistem “solmization” Durar-Mufassalat (dal, ro, mim, fa’, sod, lam, to’) yang bermakna “mutiara yang terpisah”. Setiap huruf memiliki frekuensi getar dalam perbandingan logaritmis dengan huruf sebelumnya.

Kehebatan musik dari negara Khilafah bertahan sampai abad-18 M, yakni ketika militer Utsmaniyah sebagai militer terkuat dunia memiliki marching band yang hebat bahkan dianggap sebagai marching band tertua di dunia. Orang barat menyangka bahwa semangat jihad yang menyala-nyala dari tentara Utsmaniyah ini ditunjang atau diciptakan oleh musik militernya. Padahal sejatinya, aqidah Islam dan semangat syahidlah yang membuat militer ini jadi hebat. Ketika belakangan aqidah dan semangat mencari syahid mengendur, militer ini tinggal marching-band-nya saja yang hebat.

Marching band berasal dari istilah Persia “Mehler”. Instrument yang digunakan oleh Mehler adalah Bass-drum (timpani), Kettledrum (nakare), Frame-drum (davul). Cumbals (zil), Oboes, Flutes, Zuma, “Boru”, Triangle dan “Cevgen”. Marching-band militer ini menginspirasi banyak bangsa barat, bahkan juga menginspirasi para komponis orkestra Barat seperi Wolfgang Amedeus Mozart (1756-1791) dan Ludwig van Beethoven (1770-1827), yang mungkin nama mereka tidak asing lagi bagi kita.


Perlu kita sadari khususnya sebagai Muslim kita belum sepenuhnya mengetahui bagaimana besar dan agungnya sejarah peradaban Islam pada masa-masa Khilafah. Kita sering bangga dengan pengetahuan yang kita dapat dari peradaban Barat, memuja-muja kedikdayaan Barat, padahal kalau mau kita merinci bahwasanya sumber ilmu dan pengetahuan berawal dari cendikia-cendikia muslim, maka sepatutnyalah kita berbesar hati dan menanamkan semangat pembaharuan dan pantang menyerah. Islam adalah ajaran yang selalu terintegritas dengan seni, bahkan cakupan seni dalam Islam sangatlah luas, sehingga janganlah Anda menutupi bahkan membatasi usaha Anda tanpa meninggalkan dan melupakan syar’i dan iman sebagai Muslim. Billahi fi sabililhaq, fastabiqul khoirot..

Tidak ada komentar: