SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Kamis, 22 Agustus 2013

Cinta dalam Perspektif Islam

Ketika Kita berbicara tentang Cinta, banyak sekali penafsiran-penafsiran personal dari yang abstrak hingga yang konkrit, dari yang konvensional hingga ke fenomenal, subyektif atau objektif, dan memang Kita boleh berargumen sesuai kapasitas masing-masing. Cinta merupakan bagian penting dari isi Hati (qalb), karakteristik dari Cinta seseorang diwarnai oleh karakteristik hatinya. Orang yang hatinya baik maka ekspresi Cintanya juga bersifat positif, sebaliknya orang yang kualitas hatinya jelek maka dalam mengekspresikan Cintanya pun bersifat negatif. Hal ini bisa Kita perhatikan pada realita yang ada.


Setiap manusia normal, setiap kali mengerjakan sesuatu perbuatan pasti di balik perbuatan itu ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan itu terkadang hanya bersifat biologis, terkadang pemuasan kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilai-nilai tertentu sesuai keinginan masing-masing. Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Faktor-faktor yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah biasa disebut “Motif”. Dalam bahasa Arab, faktor-faktor penggerak tingkah laku itu disebut ad dawafi’an nafsiyyah yang artinya dorongan-dorongan yang bersifat psikologis. Salah satu motif yang paling kuat dalam mendorong nafs (jiwa) manusia adalah Motif Cinta. Pada tingkat tertentu Motif Cinta bisa mendorong orang mampu melakukan pekerjaan yang besar yang positif, juga dapat mendorong orang melakukan perbuatan luar biasa yang sangat destruktif.

Menurut Al-Qur’an, manusia diciptakan Tuhan berpasangan lelaki-perempuan dan kepada mereka dianugerahi perasaan Cinta dan Kasih Sayang, dan sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia ingin mencintai dan dicintai. Tercapainya kebutuhan Cinta itu bilamana ketika mengerjakannya dengan benar akan membuat manusia merasa tenteram, tenang dan bahagia, sebaliknya Cinta yang dikerjakan dengan cara yang salah akan mengantarkan pada penderitaan. Al-Qur’an memberikan perumpamaan perasaan Cinta antar laki-laki perempuan dengan istilah mawaddah, rahmah, syaghafa, mail, dan h­ubb-mahabbah.

Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalam dimana perbedaan karakteristik itu akan membawa implikasi pada perbedaan tingkah laku. Cinta itu sendiri diungkap dalam bahasa Arab dengan tiga kelompok karakteristik, yaitu; 1) apresiatif (ta’dzim), 2) penuh perhatian (ihtimaman) dan 3) cinta (mahabbah). Ketiga kelompok karakteristik itu terkumpul dalam ungkapan mahabbah, orang yang disebut habib, habibah atau mahbub. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an ada beberapa istilah, sebagai berikut :

      1.      Cinta mawaddah, artinya adalah jenis Cinta yang menggebu-gebu, membara, keinginan untuk selalu              berdua-duaan, romantis, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya.
      2.      Cinta rahmah, artinya adalah jenis Cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap             melindungi. Orang yang memiliki jenis Cinta ini, biasanya lebih memperhatikan orang yang dicintainya             daripada dirinya sendiri. Dia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan        kekasihnya.
     3.      Cinta mail, artinya adalah jenis Cinta yang menyedot perhatian. Begitu menyilaukan sehingga membuat          orang yang terkena Cinta ini akan cenderung melalaikan hal-hal lainnya yang juga berharga.
     4.      Cinta syaghaf, artinya adalah Cinta yang mendalam, alami dan memabukkan. Orang yang terserang Cinta      ini bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dia lakukan.
      5.   Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih sayang yang bersumber dari rasa iba dan kasihan, rasa sayang ini bisa              cenderung membuat orang lain lupa dengan norma-norma kebenaran.
    6.     Cinta shobwah, yaitu Cinta buta yang mendorong perilaku penyimpangan tanpa sanggup mengelak. Orang     yang terkena Cinta ini, sanggup melakukan apa saja demi hasrat dan gejolaknya terluapkan.
    7.      Cinta syauq, adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan                 kobaran Cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha       fi qalb al muhibbi. Cinta ini berarti adalah perasaan rindu yang menggebu-gebu tak terbendung dan             menyesak dada orang yang mencinta.
   8.     Cinta kulfah, yakni perasaan Cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski          sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya untuk mandiri. Cinta seperti ini cenderung menginginkan          orang yang dicintainya bisa melakukan apa yang dia pikirkan/ kehendaki.

Menurut hadist, orang yang sedang jatuh Cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Rasulullah, orang bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa ‘abduhu). Kata Rasul pula, ciri dari Cinta sejati ada tiga : 1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, 2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan 3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/ diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh Cinta kepada Tuhan, maka ia lebih suka berbicara dengan Tuhan, dengan membaca firman-Nya, lebih suka bercengkerama dengan Tuhan dalam I’tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Tuhan daripada perintah yang lain.

Menurut Imam Gazali, ada empat tingkat kualitas Cinta; 1) Cinta diri, semua hal yang berhubungan dengan Cinta diukur dengan kesenangan diri sendiri, 2) Cinta transaksional, yakni Cinta kepada orang lain sepanjang orang yang dicintainya itu membawa keuntungan bagi dirinya, seperti cintanya pedagang kepada pembeli, 3) Cinta kepada orang baik meski tak memperoleh keuntungan langsung, seperti Cinta orang kepada ulama dan pemimpin, ia sanggup berkorban demi orang baik yang dicintainya, 4) Cinta kepada kebaikan, terlepas dari siapa yang memiliki kebaikan itu, bahkan kebaikan yang ada pada musuhnya. Cinta jenis terakhir inilah yang bisa mengantar manusia ke tingkat Cinta kepada Tuhan. Seperti Rabi’ah al Adawiyah, cintanya kepada Tuhan bahkan sudah tidak memberi ruang di dalam hatinya untuk membenci, bahkan untuk membenci syaitan.

Karena Cinta adalah motif atau faktor penggerak tingkah laku, maka kualitas cintanya akan memengaruhi kualitas perilakunya. Tidak bolehlah kita terlalu fanatik dengan Cinta yang subtansinya belum kita ketahui. Orang Islam diajarkan untuk selalu ikrar minimal lima kali dalam sehari kepada Tuhan, inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahirabbil’alamin, sesungguhnya shalatku, ibadahku, bahkan hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Karena Cinta bersifat indah, maka orang yang sedang dimabuk Cinta hatinya selalu berbunga-bunga, wajahnya berseri-seri, memersepsi alam (misalnya bulan, samudra, langit, bentangan alam dsb) sebagai dukungan atas cintanya, oleh karena itu ia mengerjakan pekerjaan dengan riang gembira.

Cinta merupakan fitrah isi hati maka perasaan Cinta tumbuh bersamaan dengan berfungsinya hati sebagai instrumen psikologis, hati (qalb) berfungsi cenderung mengikuti masa pertumbuhan dan usia. Pada masa puber pertama, (15-17 tahun) perasaan Cinta itu selalu muncul dan mencari-cari objek. Anak usia puber yang belum menemukan lawan jenis sebagai obyek cintanya akan didera rasa gelisah secara terus menerus, namun ketika menemukan obyek cintanya bahkan membuat hatinya makin mengelisah. Cinta puber sangat membara tetapi belum bisa dipastikan, oleh karena itu ia juga mudah putus dan mudah berganti. Ia indah, menggoda, tetapi penuh gejolak, jarang sekali cinta puber yang berakhir dengan pernikahan.

Setelah melewati masa puber pertama, sekitar usia 21-25, perasaan Cinta yang muncul sudah merupakan perasaan yang mapan. Ia muncul bisa oleh pandangan pertama, bisa juga karena pergaulan setiap hari.

Cinta Pandangan Pertama
Cinta seperti ini biasanya dipicu oleh bertemunya unsur daya tarik tertentu dan selera tertentu. Daya tarik itu bisa oleh sosok utuh seseorang, bisa juga oleh lirikan maut, bisa oleh senyumannya yang sangat menawan, bisa juga oleh suaranya yang sangat merdu atau perilaku khas dari orang itu yang sangat mengesankan, daya tarik khas mana kemudian bertemu dengan orang yang memiliki selera khas pula. Cinta sulit dianalisa secara ilmiah, karena ini berhubungan dengan perasaan. Sebagaimana sulit menerangkan rasa manisnya gula, demikian juga sulit menguraikan gemuruh Cinta. Bagi orang yang sudah merasakan manisnya gula, meski tidak sanggup menguraikan secara ilmiah, tetapi manisnya gula sudah menjadi “haqqulyaqin” yang tidak tergoyahkan oleh argumen apapun yang mengatakan bahwa gula tidak manis. Demikian pula orang yang telah merasakan manisnya Cinta, ia tidak pernah mau mendengar penilaian orang lain yang menggugat berdasarkan analitik.

Cinta Karena Biasa
Perasaan Cinta juga bisa tumbuh karena berlangsungnya komunikasi yang lama, misalnya Cinta yang tumbuh antara dua orang yang kuliah bersama, atau antara teman sekerja, atau teman seperantauan, teman sependeritaan, dsb. Bisa juga terjadi antara dua orang yang tadinya saling membenci, setelah bergaul lama, terutama pergaulan senasib dan sependeritaan, atau jujur, atau setia atau sebaliknya. Pengenalan dalam kehidupan keseharian dalam waktu yang lama akan mengubah pengenalan kognitif menjadi pengenalan afektif sehingga seseorang sudah dikenali karakternya sebagai orang yang menawan hati maka kesejukan, keceriaan, ketenangan akan terasa dalam kebersamaan. Sebaliknya perasaan kehilangan dan kesepian akan muncul jika berpisah, dan jika masih harus menunggu, rasa rindu mendera hatinya. Proses psikologis itulah yang mengukir hati mereka berdua dalam keindahan perasaan, dan selanjutnya dalam diri masing-masing terbangun imajinasi masa depan yang penuh harapan.

Ilham Cinta
Perasaan Cinta juga bisa tumbuh melalui ilham, yang berarti adalah suatu gagasan yang tiba-tiba tertanam kuat di dalam hati. Ilham seperti ini bisa didahului oleh pertemuan, oleh pengenalan ide melalui bacaan, bisa juga oleh mimpi. Menurut sebuah tafsir Al-Qur’an, dulu zulaikha putri seorang gubernur Yaman akan dinikahkan dengan seorang pangeran, tetapi ia menolak karena ia bermimpi menikah dengan seorang menteri urusan pangan dari kerajaan fir’aun mesir. Singkatnya zulaikha dipertemukan dengan sang menteri, namun zulaikha sangat terkejut ketika ia dipertemukan dengan calon suaminya itu, karena orangnya berbeda dengan yang ia jumpai dalam mimpi. Menteri yang dijumpai dalam mimpinya itu ganteng dan masih muda, sementara menteri yang akan menikahinya itu duda tua. Sang menteri pun menikahi zulaikha, sang menteri syahdan, sudah sekian tahun belum juga dikaruniai putra, dalam perjalanan mereka berdua mendapati seorang anak bernama yusuf yang dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya. Zulaikha usul kepada suaminya agar budak itu dibeli saja. Perjalanan hidup selanjutnya, yusuf tumbuh sebagai remaja cakep dalam asuhan zulakiha. Birahi zulaikha terusik oleh sosok yusuf yang sangat menawan, apalagi suaminya sudah tua. Rayuan zulaikha tidak berhasil, tetapi menurut tafsir itu selanjutnya yusuf dijebloskan ke penjara demi menjaga nama baik martabat ibu menteri. Sekian tahun akhirnya kebenaran terbuka, zulaikha mengakui kesalahannya. Singkat cerita, suami zulaikha pun meninggal, raja mesir melihat yusuf memiliki kecerdasan yang luar biasa, maka dia pun dianggap menjadi menteri menggantikan ayah angkatnya, lanjut cerita, sesungguhnya yusuf juga mencintai zulaikha, maka akhirnya keduanya menikah. Setelah yusuf benar-benar menjadi suaminya, zulaikha berkata, inilah orang yang aku lihat dalam mimpi ku dulu sewaktu masih gadis, jadi Cinta zulaikha sudah diilhamkan sejak yusuf masih anak-anak dab belum dikenalinya.

Cinta yang Mapan

Cinta itu ada yang menghanyutkan, ada yang bergelora, tetapi ada juga Cinta yang mapan dan stabil. Cinta seperti ini lebih menonjolkan rasa simpati dan kasihan dibanding rasa ingin memiliki. Sebab-sebab terjadinya, biasanya karena faktor merasa berhutang budi, simpati atau kagum atas perjuangan seseorang. Cinta yang mapan lebih mengutamakan kepolosan, ikhlas, dan keluguan serta jauh dari kesan konotasi seksual. Cinta seperti ini bisa terjadi pada siapa saja dalam kondisi yang bagaimana, tergantung orang itu mengartikan perasaan yang datang padanya dalam persepsi yang ideal baginya. Proses psikologis yang mengawali Cinta ini adalah nilai-nilai keadilan ketika melihat orang yang kita cintai dicurangi atau disakiti oleh orang lain. Sehingga kita merasa bertanggung jawab dan merasakan ketidakadilan terhadap orang itu adalah karena kita tidak melakukan apa yang harusnya dilakukan walau secara nalar, tidak ada hubungannya dengan tindakan kita.

Tidak ada komentar: