SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Senin, 15 Oktober 2012

Psikologi Konseling Belajar


Pengaruh Beberapa Aliran Psikologi Terhadap Konseling
          
        Sejarah panjang eksistensi konseling tidak terlepas dari psikologi sebagai ilmu yang mendasarinya. Padahal, kita ketahui bahwa psikologi memiliki beberapa aliran seperti, psikologi belajar, psikologi humanistis, psikologi gestalt, dan psikologi kognitif. Aliran-aliran itu memengaruhi model pemberian bantuan seorang konselor terhadap klien. Filosofi yang mendasari pandangan konselor terhadap klien dari permasalahannya, serta pendekatan atau metode yang diambilnya untuk mengentaskan permasalahan klien sangat dipengaruhi aliran psikologi yang dianutnya. Berikut ini beberapa aliran psikologi yang memengaruhi metode konseling.

      1.      Pengaruh Psikologi Belajar Terhadap Psikologi Konseling

a.    Filosofi Psikologi Belajar
        Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami klien dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons. Faktor yang terpenting dalam teori ini adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Penguatan dalam teori ini dapat ditambah ataupun dikurangi sesuai dengan respons yang dikehendaki.

b.    Teori-teori dalam Psikologi Belajar
1)   Teori Koneksionisme Thorndike
   Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Stimulus adalah apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti, pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respons yaitu interaksi yang dimunculkan oleh peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, dan atau gerakan.
2)   Teori Conditioning Watson
   Menurut Watson, belajar adalah rangkaian interaksi antara stimulus dan respons yang dimaksud stimulus dan respons harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson menilai bahwa perubahan-perubahan mental diri individu selama proses belajar selalu ada namun hal tersebut belum tentu mempengaruhi tingkah lakunya tersebut.
3)   Teori Conditioning Edwin Guthrie
   Edwin Guthrie menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar, peserta didik harus sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons menjadi tetap. Edwin juga menambahkan bahwa penting memberikan bermacam-macam stimulus agar respons yang di dapat kuat dan bersifat tetap.
4)   Teori Operant Conditioning Skinner
   Menurut Skinner, perubahan tingkah laku selalu dipengaruhi oleh hubungan antara stimulus dan respons dalam lingkungannya. Teori ini adalah yang paling populer penggunaannya dalam teori belajar behavioristik. Skinner berpendapat bahwa lingkungan sangat berpengaruh besar dalam keberhasilan belajar. Skinner sangat menekankan pada penguatan (reinforcement) dalam menguatkan respons-respons dalam proses pembelajaran.
5)   Teori Systematic Behavior Clark Hull
   Hull berpendapat bahwa kebutuhan biologis dan pemuasannya sangat penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga, stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

c.    Aplikasi Psikologi Belajar
        Aplikasi teori ini dalam pembelajaran menyatakan bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut klien untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa klien telah menyelesaikan tugas belajarnya.

      2.      Pengaruh Psikologi Humanisme Terhadap Psikologi Konseling
            Aliran psikologi humanisme muncul akibat reaksi atas aliran behaviorisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang mudah sekali jalan pikirnya. Salah satu tokoh aliran ini, Abraham Maslow dan Viktor Frankl. Frankl mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut logoterapi, dengan prinsip-prinsip :
a.    Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan.
b.    Tujuan hidup yang utama adalah mencari makna dari kehidupan.
c.    Kita memiliki kebebasan untuk memaknai sesuatu yang kita lakukan dan alami, bahkan dalam menghadapi kesengsaraan.
                       
            Frankl berpendapat bahwa sebagai manusia, individu bebas memaknai kehidupannya sendiri. Dalam kondisi apapun dan dalam situasi apapun, manusia punya wewenang untuk menentukan hal-hal apa yang dapat membuatnya memaknai dan menghargai sebuah arti kehidupannya sendiri dalam bentuk apa pun dan dalam sikap apa pun. Logoterapi dalam aliran humanisme ini sangat erat kaitannya dengan spiritual quotient (kecerdasan spiritual).

      3.      Pengaruh Psikologi Gestalt Terhadap Psikologi Konseling
         Psikologi Gestalt dikembangkan di Eropa sekitar tahun 1920-an. Istilah Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang berarti bentuk, pola, atau konfigurasi yang di persepsi. Psikologi Gestalt memperkenalkan suatu pendekatan belajar secara mendasar dengan teori asosiasi (behaviorism). Teori Gestalt menyebutkan bahwa yang dimaksud belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Teori ini bukan menyuruh klien untuk menghafal, tetapi klien belajar memecahkan masalah, merumuskan hipotesis, dan mengujinya, kemudian dengan bimbingan konselor, klien mampu membuat kesimpulan.
          Teori Gestalt menyatakan bahwa terdapat dua aspek penting dalam pengamatan manusia, yaitu gestalt dan latar. Gestalt dan latar dapat berganti kedudukannya, bergantung kepada salah satu aspek yang utama. Adapun prinsip-prinsip dasar Gestalt antara lain :

a.   Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari.
b. Prinsip-prinsip pengorganisasian. Pertama, principle of proximity, organisasi berdasarkan kedekatan elemen. Kedua, principle of similarity, organisasi berdasarkan kesamaan elemen. Ketiga, principle of objective set, organisasi berdasarkan mental yang sudah terbentuk sebelumnya. Keempat, principle of continuity, organisasi berdasarkan kesinambungan pola. Kelima, principle of closure/ good form, organisasi berdasarkan bentuk sempurna. Keenam, principle of figure and ground.  Organisasi berdasarkan persepsi yang menonjol sebagai figur diri. Ketujuh, principle of isomorphism, organisasi berdasarkan konteks.

                        Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan gestalt tersebut, yaitu :
a.   Perilaku molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku molecular. Perilaku molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau gerakan dalam tubuh, sedangkan perilaku molar adalah perilaku dalam interaksi atau keterkaitan dengan lingkungan luar.
b.   Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara suatu lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Misalnya, gunung yang tampak jauh itu seolah-olah sesuatu yang indah (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan lingkungan yang penuh dengan hutan dan batu (lingkungan geografis).
c. Organisme tidak bereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur dari suatu peristiwa, tetapi bereaksi terhadap keseluruhan objek atau peristiwa.
d.  Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris merupakan suatu proses yang dinamis, bukan sebagai reaksi yang statis. Pengamatan merupakan proses yang dinamis dalam memberikan penafsiran terhadap rangsangan.

         Pendekatan fenomenologi menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif yang berfokus pada higher mental process.
         Aplikasi prinsip gestalt proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual field-nya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem. Dalam hal ini, aplikasi teori Gestalt dapat dilihat dari beberapa hal berikut :
a.  Pengalaman tilikan (insight). Tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dapat menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur, makin efektif pula sesuatu yang dipelajari. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.    Perilaku bertujuan (purposive behavior), perilaku yang terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapai.
d.   Prinsip ruang hidup (life space), perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan di mana dia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.  Transfer dalam belajar, pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi yang lain. Transfer belajar dapat terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan, dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah pada situasi yang lain.
      Menurut pandangan penganut psikologi Gestalt, persepsi manusia tidak hanya sebagai kumpulan stimulus yang berpengaruh secara langsung terhadap pikiran. Sensasi atau informasi yang masuk ke dalam pikiran seseorang selalu dipandang memiliki prinsip pengorganisasian atau struktur tertentu.
     Pemahaman terhadap struktur sensasi atau masalah itu memunculkan pengorganisasian kembali struktur sensasi ke dalam konteks yang baru dan lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami atau dipecahkan.

      4.      Pengaruh Psikologi Kognitif Terhadap Psikologi Konseling
            Aliran kognitif adalah gerakan yang memandang manusia sebagai makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens), paham ini tumbuh dipelopori oleh pemikiran- pemikiran kaum rasionalisme. Menurut para ahli kognitifisme, manusia tidak memberikan respons secara otomatis kepada stimulus yang dihadapkan kepadanya karena manusia adalah makhluk aktif yang dapat menafsirkan lingkungan dan bahkan dapat mendistorsikannya (mengubahnya). Mereka berpandangan bahwa manusialah yang menentukan makna stimuli, bukan stimuli itu sendiri.

a.    Ciri-Ciri Aliran Kognitif
§  Mementingkan sesuatu yang ada dalam diri manusia.
§  Mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian.
§  Mementingkan peranan kognitif.
§  Mementingkan kondisi waktu sekarang.
§  Mementingkan pembentukan struktur kognitif.
§  Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia.
§  Mengutamakan insight (pengertian, pemahaman).

b.   Konsep Pembelajaran Kognitif
        Pengembangan konsep pembelajaran kognitif sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif. Terdapat tiga tokoh penting di dalamnya, yaitu, Piaget, Bruner, dan Ausuble.

1)    Jean Piaget, prinsip utama pembelajaran yang dijelaskan oleh Piaget. Pertama, belajar aktif. Proses pembelajaran adalah proses aktif, sebab pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak untuk belajar mandiri.
Kedua, belajar lewat interaksi. Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subjek belajar. Belajar bersama dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif anak. Ketiga, belajar lewat pengalaman sendiri. Dengan memanfaatkan pengalaman nyata, perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.

2)   J.A. Brunner, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi, dan cara-cara membangkitkan motivasi belajar. Brunner mengajukan rekomendasi bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup beberapa hal. Pertama, pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar. Dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif.
Kedua, strukturalisasi pengetahuan untuk pemahaman yang optimal. Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Ketiga, perincian urutan penyajian materi pelajaran. Adapun yang memengaruhi urutan optimal suatu materi adalah faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran, dan perbedaan individu. Keempat, cara pemberian reinforcement. Pemberian hadiah dan hukuman sangat memengaruhi reinforcement dalam pembelajaran, pujian dan hadiah dapat menjadi motivasi belajar anak.

3)  David Ausuble, mengemukakan tentang belajar bermakna (meaningful Lear). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausuble mengemukakah empat prinsip dalam pembelajaran. Pertama, pengatur awal (advance organizer). Pengatur awal atau pengait dapat digunakan oleh konselor dalam membantu mengaitkan konsep lama dalam konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan, sebaiknya “ pengatur awal” itu digunakan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Kedua, diferensiasi progresif. Dalam proses belajar bermakna, perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan lebih dahulu, setelah itu baru yang lebih mendetail. Ketiga, belajar superordinat. Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah diferensiasi. belajar superordinat dapat terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
Keempat, penyesuaian integratif. Materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga konselor dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan bawah selam informasi disajikan.

Tidak ada komentar: