SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Kamis, 05 Juli 2012

Problematika Internal Bimbingan Konseling


Problematika Internal (Konselor)
Masalah yang timbul di luar sebenarnya berasal dari para konselor itu sendiri, pandangan para konselor yang salah akan BK menyebabkan mereka salah langkah dalam memberikan pelayanan BK. Pandangan yang salah tersebut antara lain :

1.      Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien

Latar Belakang Masalah :
Dalam setiap permasalahan yang terjadi dalam diri konseli memang bisa saja terdapat masalah-masalah yang sama dan sering konselor temui dalam setiap sesi konseling. Walau mungkin masalah yang dihadapi konseli sejenis atau sama, tetapi tetap saja tidak bisa disamaratakan dalam penyelesaiannya.
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.

Upaya Perbaikan :
Harus dipahami bahwa setiap manusia itu berbeda dalam kepribadian dan kemampuannya. sehingga dalam penyelesaian masalah harus disesuaikan dengan keadaan konseli itu sendiri. Bahkan jika seorang konselor ingin mengadopsi cara/ teknik penyelesaian dari konselor lain, maka harus disesuaikan juga dengan kemampuan konselor itu sendiri (yang mengadopsi).

2.      Bimbingan Konseling di batasi hanya untuk klien – klien tertentu saja

Latar Belakang Masalah :
Dalam bimbingan konseling, kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman seorang guru pembimbing. Layanan BK hanya untuk siswa-siswa yang sesuai kriteria seperti ; siswa yang bermasalah, siswa bandel, bolos, dll. Padahal semua siswa berhak atas pelayanan tersebut.
Semua konseli/ klien berhak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan BK, kapan bagaimana, dan di mana pelayanan itu di berikan, pertimbangannya semata–mata di dasarkan atas sifat dan jenis masalah yang di hadapi serta ciri–ciri pribadi siswa yang bersangkutan, konselor membuka pintu yang selebar–lebarnya bagi siapa saja yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan BK.

Upaya Perbaikan :
Seorang konselor harus tidak memilih-milih klien yang ditanganinya, tidak boleh memilih-milih klien apalagi memilih-milih siswa. Konselor harus bisa memahami tentang kebutuhan seorang individu dalam perkembangan mental dan kejiwaannya. Konselor harus benar-benar menjadi seorang ahli yang berada dalam posisi netral dan selalu menjunjung kebutuhan kliennya akan layanan BK, khususnya layanan bimbingan konseling di sekolah.
Petugas bimbingan dan konseling wajib memberikan dan membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling.

3.      Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah-Masalah yang Bersifat Insidental

Latar Belakang Masalah :
Dalam bimbingan konseling di proses pendidikan kadang seorang guru pembimbing menganggap bahwa layanan dan konseling dapat diberikan hanya apabila terdapat permasalahan kepada seorang siswa atau klien yang nampak.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan BK salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif. Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor idealnya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya.

Upaya Perbaikan :
Seorang konselor atau petugas bimbingan dan konseling harus selalu memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan segenap individu.

4.      Bimbingan dan Konseling mampu bekerja sendiri

Latar Belakang Masalah :
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.
Namun demikian, konselor tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor harus terlebih dahulu mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain.

Upaya Perbaikan :
Konselor harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah. Di samping itu, konselor harus pula memanfaatkan berbagi sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa.

5.      Bimbingan dan Konseling dianggap sebagai proses pemberian nasihat semata

Latar Belakang Masalah :
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
Misalkan, ada konseli yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling hanya berkutat pada penekanan/ nasihat bahwa mabuk itu tidak baik. Seharusnya pelayanan yang diberikan adalah menggali faktor-faktor luar yang menyebabkan konseli tersebut menjadi suka mabuk.

Upaya Perbaikan :
Dalam memberikan layanan bimbingan konseling, seorang konselor janganlah hanya semata-mata memberikan nasihat tetapi juga mengajak siswa untuk mengenal kesulitan-kesulitannya dan menemukan sendiri pemecahannya tentu dengan arahan yang positif dari konselor.
Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta menyinkronisasikan upaya yang satu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan.

6.      Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja

Latar Belakang Masalah :
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu.

Upaya Perbaikan :
Usaha pelayanan seharusnya dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.

7.      Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja

Latar Belakang Masalah :
Berat atau ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh karena itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah. Yang terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan cermat dan tuntas. Apabila seluruh kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan pengalih-tanganan.

Upaya Perbaikan :
Pengalih-tanganan tidak harus sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain di luar bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan pada tahap pertama hendaknya dilakukan kepada sesama konselor sendiri yang memiliki keahlian yang lebih tinggi. Dan bila ternyata ditemukan gejala-gejala kelainan kejiwaan misalnya, maka alih tangan sebaiknya diserahkan kepada psikiater.

8.      Sifat kepribadian konselor kurang mendukung

Latar Belakang Masalah :
Terkadang seorang konselor adalah seorang yang tidak sesuai dengan kepribadian seorang konselor yang seharusnya, dan ketidaksesuaian tersebut dapat menimbulkan faktor-faktor yang kurang mendukung. Seorang konselor harusnya penyabar, supel, suka menolong, tidak mudah marah, tidak ringan tangan, dan harus ikhlas menolong.
Sering kali kegagalan konselor sekolah dalam melaksanakan program bimbingan dan konselingnya berasal dari ketidaksabaran dan ketidaksiapan konselor itu sendiri. Kegagalan dalam melakukan layanan bimbingan membuat konselor merasa sudah berusaha namun tetap saja gagal, dan dampak dari kegagalan itu membuat konselor pasrah dan putus asa sehingga mengurangi dukungan internal bimbingan dan konseling di sekolah khususnya.

Upaya Perbaikan :
Seorang konselor wajib untuk memberikan contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan profesinya sebagai konselor. Konselor juga wajib untuk terus belajar dengan niat untuk meningkatkan profesionalitas keahliannya dan selalu berusaha sebaik mungkin untuk memberikan layanannya.

9.      Status konselor sering rangkap jabatan dalam satu sekolah atau dua sekolah

Latar Belakang Masalah :
Dalam memberikan sebuah layanan bimbingan dan konseling seorang konselor tidak boleh merangkap ataupun menjadi konselor yang memiliki peran ganda di dua tempat. Hal tersebut dapat mengurangi fokus layanan seorang konselor dan mengurangi intensitas konselor dalam melakukan konseling.

Upaya Perbaikan :
Dalam pekerjaannya seorang konselor haruslah menjadi pembimbing dalam satu wadah dan itu pun harus sesuai dengan rasio antara konselor dan siswa, agar layanan bimbingan konseling efektif dan tepat sasaran. Konselor harus menjadi konselor yang tetap dan tidak berubah-ubah demi lancarnya proses layanan bimbingan konseling di sekolah.

10.  Kurang berpengalaman ( ketidaksiapan konselor dalam memberikan layanan )

Latar Belakang Masalah :
Dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah memang haruslah memerlukan seseorang ahli yaitu konselor. Konselor bisa dikatakan ahli apabila dia mampu mewujudkan lingkungan kondusif pendidikan dan mengoptimalkan perkembangan siswa tepat dengan pertumbuhannya. Salah satu faktor keberhasilan itu selain jenjang pendidikan strata satu konselor juga memerlukan pengalaman khususnya di lapangan.
Konselor yang masih belum berpengalaman cenderung tidak siap secara mental dalam memberikan layanan dan masih sangat berpatokan terhadap teori. Dalam kenyataannya memang perlu pengalaman dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, salah satu kunci keberhasilan konselor yang masih belum berpengalaman adalah jangan menyerah untuk belajar dari kesalahan.

Upaya Perbaikan :
Seorang konselor seharusnya jujur terhadap dirinya sendiri di mana saja kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Dengan bersikap seperti itu konselor dapat belajar untuk menjadi lebih ahli lagi sehingga mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi karena kurangnya pengalaman.

11.  Sarana dan etika dalam memberikan layanan konseling

Latar Belakang Masalah :
Melaksanakan konseling tentu memerlukan sebuah ruangan yang kondusif bagi kenyamanan konseli dalam proses konseling. Selain itu juga salah satu faktor konseli nyaman untuk mengeluarkan ketidaknyamanannya atau pemasalahannya, konselor harus sangat menjaga kerahasiaan dalam proses konseling tersebut.
Namun pada kenyataannya, masih banyak hal-hal yang keluar dari etika konselor dalam melakukan konseling. Menyangkut tempat konseling kurang representatif, asas kerahasiaan dalam konseling masih kurang, idealnya tempat BK tertutup, ber-AC dan kedap suara, ada meja konsultasi, meja tamu, ada meja kerja dan tempat menyimpan file / catatan.

Upaya Perbaikan :
Dalam melakukan layanan konseling, konselor hendaknya memahami etika-etika apa saja yang seharusnya dilakukan, sehingga kegiatan-kegiatan konseling dapat lebih bermakna bagi konseli/klien. Konselor juga perlu melihat sarana-sarana apa yang seharusnya terdapat dalam ruangan konseling sebagai penunjang dan pendukung secara visual dalam proses konseling.

Tidak ada komentar: