SAATNYA DAN SELAYAKNYA ANDA MENGETAHUI

Sabtu, 07 Juli 2012

Hal-hal yang Perlu Kita Ketahui Tentang Penyakit Mental

10 Hal Penyakit Mental

1.    Menyalahkan Orang lain
Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan. Primitif. Menyalahkan orang lain adalah salah satu pola pikir orang primitif. Di pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah: "Siapa nih yang nyantet?" Selalu "siapa", Bukan "apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu "apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Primitif berarti, kecenderungan berpikir siapa yang melakukan, bukan apa penyebab itu di lakukan.
Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, "Adik tuh yang salah", atau, "Mbak tuh yang salah". Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa seharusnya selalu akan mencari sebab terjadinya sesuatu. Penyakit seperti ini biasanya berawal dari ketidaksukaan dan keirian seseorang pada sesuatu, dan lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan dan pola pikir yang negatif.
  
2.      Menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan mengakui kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat, dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh. Kata-kata seperti itu merupakan cikal bakal seseorang untuk mengembangkan penyakit mental yang tidak baik/ negatif.
Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai "improper guilty feeling". Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani bilang, "Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan sebagainya". Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap wajar karena mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya.
  
3.      Tidak punya “Goal” atau cita-cita
Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas. Pada awalnya kita merasa harus bekerja karena sebab sesuatu yang bertolak belakang dengan tuntutan hidup. Kadang pekerjaan yang kita dapat tidak sesuai dengan minat dan bakat sehingga menurunkan etos kerja dan itu berdampak kepada Goal/ tujuan hidup tidak jelas bahkan tidak ada. Keadaan seperti itu bermula dari ketidakpuasan, menyalahkan orang lain dan diri sendiri, ibaratnya ini adalah penyakit level selanjutnya dari penyakit no.1 dan no.2.
Kadang seseorang berprinsip bahwa cita-cita hanyalah impian semasa kanak-kanak saja. Padahal seandainya kita cermati baik-baik lagi, impian masa kanak-kanak adalah perintis awal dari sebuah kehidupan dewasa kelak. Hal itulah yang sering orang dewasa lupakan, bahwa impian dan harapan adalah langkah awal menggapai sebuah tujuan. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis.
  
4.      Mempunyai "Goal", tapi ngawur mencapainya
Biasanya dialami oleh orang yang tidak "teachable". Goalnya salah, fokus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga salah. Ilustrasinya kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan emas, karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan ditanya. Jawabnya, "Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan".
Setelah kita memiliki Goal/ tujuan atau cita-cita, apa sih yang seharusnya kita lakukan?, tentu kita semua tahu, planing apa selanjutnya yang harus kita lakukan. Apa yang harus dilakukan agar Goal kita tepat dalam jangka waktu yang juga kita tentukan. Apa saja yang harus dilewati, jalan yang mulus, jalan pintas, jalan terjal, atau jalan tol. Ibaratnya kita hendak pergi ke terminal, kita harus tahu di mana posisi terminal terdekat beserta nama jalan-jalan yang harus dilalui, apa-apa saja yang akan kita lihat seandainya kita melalui jalan ini. Dengan memikirkan itu, tentu ada jalan keluar dari setiap Goal yang kita inginkan.
  
5.      Mengambil jalan pintas (shortcut)
Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya, karena tidak mengikuti proses. Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya dikarbit. Jadi, tidak ada yang namanya jalan pintas. Contoh saja, pemain bulutangkis Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan smash 1000 kali. Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu tangkis. Nggak ada! Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu melawan kodrat.
Dalam hal mencapai Goal/ tujuan hidup kita sebagai manusia, sudah sewajarnya kita lebih dahulu mengetahui jalan mana yang akan kita lalui. Baik jalan itu mulus, rusak, berlubang, atau berdebu, semua itu adalah jalan yang semestinya memang harus dilalui demi mencapai Goal dan menjadi individu yang bahagia. Kalau ibaratnya sebuah jalan, jalan pintas itu ada, tapi dalam melalui jalan itu juga kita harus melaluinya, sedangkan pengertian jalan pintas dalam hal Goal kita, berarti kita mencapai cita-cita kita itu tanpa melakukan apa-apa. Jujur deh, apa kita bisa dibilang berhasil kalau mencapainya dengan cara begitu, nggak mungkin bangetkan. Berhati-hatilah terhadap penyakit mental tersebut.
  
6.      Mengambil jalan terlalu panjang, terlalu santai
Analoginya begini : Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai kecepatan minimum. Pesawat Boeing 773, untuk dapat take- off, memerlukan kecepatan minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya Cuma ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja. Lha, kalau jalannya runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa take-off, malah nyungsep iya. Iya kan?
Secara deskriptif berarti, dalam mencapai Goal, kita tidak bersungguh-sungguh atau setengah-setengah semangatnya. Bisa saja kita terlalu santai atau kembali lagi, tidak sesuai dengan minat dan bakat kita, perlu diketahui, mengakui diri bermasalah sangat baik dari pada kita berputar-putar dalam mencapai Goal kita. Kesalahannya mungkin kita salah dalam menetapkan Goal atau kurang memahami apa yang ingin kamu pahami.
  
7.      Mengabaikan hal-hal kecil
Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil. Menganggap sesuatu yang lebih kecil tidak penting, atau merasa hal-hal tersebut di luar dari kemampuan kita, acuh tak acuh dalam mencapai Goal.
Sering kali apabila kita merasa sudah naik ke tahap selanjutnya atau setingkat yang lebih tinggi, kita sering menggabaikan hal-hal yang kecil, padahal sebelumnya itulah yang kita kerjakan tiap hari. Contoh ; saat adek ingin bertanya tentang PR matematika kelas 3 SD, kakak menolak dengan alasan sudah lupa dengan pelajaran kelas 3 SD, karena sudah merasa SMA “. Pemikiran seperti ini yang dapat mengurangi kemampuan kita dalam mencapai goal, ingatlah bahwa semua pengetahuan itu berfokuskan pada dasar-dasar keilmuan.
  
8.      Terlalu cepat menyerah
Jangan berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan mengawali dengan yang salah yang bikin orang gagal, tetapi berhenti pada tempat yang salah. Mengawali dengan salah bisa diperbaiki, tetapi berhenti di tempat yang salah repot sekali. Sebenarnya apa sih yang salah, bagaimana caranya kita tahu bahwa kita cepat menyerah, atau seberapa banyak orang bisa di katakan cepat menyerah, atau apakah aku sudah menyerah?.
Dalam mencapai Goal kita, selalu membutuhkan perjuangan dan bertahan dari segala halangan dan melalui segala rintangan, lalu apakah pantas bila kita mudah menyerah dengan apa yang kita sukai. Contoh lain ; ‘adek suka sama tuh perempuan, setelah di selidiki ternyata dia sudah punya pacar, adek tetap saja suka dan berpikiran “aku akan menunggu kamu putus dengan pacarmu”. Adek nggak nyerah walau tau dia sudah punya pacar, karena adek suka,, Tuh kan nggak mungkin menyerah kalau kita memang benar-benar suka dengan Goal/ tujuan kita.
  
9.      Bayang-bayang masa lalu
Wah, puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa? Kita selalu penuh memori kan? Apa yang kita lakukan, masuk memori kita, minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah kita berikutnya. Apalagi kalau kita pernah gagal, nggak berani untuk mencoba lagi. Ini bisa balik lagi ke penyakit nomer-3. Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang masa lalu yang tidak terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang negatif.
Memori kita kadang- kadang sangat membatasi kita untuk maju ke depan. Kita kadang-kadang lupa bahwa hidup itu maju terus. "Waktu" itu maju kan?. Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik? Nggak ada kan? Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun harus jatuh, pasti ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah gagal. Itu memori negatif yang menghalangi kesuksesan.
  
10.  Menghipnotis diri dengan kesuksesan semu
Biasa disebut Pseudo Success Syndrome. Kita dihipnotis dengan itu. Kita kalau pernah berhasil dengan sukses kecil, terus berhenti, nggak kemana-mana lagi. Sudah puas dengan sukses kecil tersebut. Napoleon pernah menyatakan, "Saat yang paling berbahaya datang bersama dengan kemenangan yang besar". Itu saat yang paling berbahaya, karena orang lengah, mabuk kemenangan. Jangan terjebak dengan goal-goal hasil yang kecil, karena kita akan menembak sasaran yang besar, goal yang jauh. Janganlah berpuas diri, entar jadi sombong, terus takabur.
Kesuksesan semu berarti adalah kesuksesan yang kiat capai atau Goal kita, bukanlah Goal yang Primer. Ini tentu berbeda dengan haus pencapaian atau serakah dengan keberhasilan, pengertian seperti itu mereka tidak pernah puas dengan Goal-goal yang dicapainya, jadi itu kembali lagi no.3, bahwa dia belum memiliki Goal/ tujuan hidupnya.

Referensi :
Perkuliahan problematika bimbingan dan konseling, STKIP Muhammadiyah Sampit

Tidak ada komentar: